ENDERITAAN acap digunakan sebagai alasan mengapa manusia mengeluh pada Tuhan. Iman manusia pun mudah digoyahkan di hadapan pengalaman buruk. Apalagi jika hal itu dialami oleh orang-orang baik. Pengkotbah mengatakan, ” ada orang-orang benar yang menerima ganjaran yang layak untuk perbuatan orang fasik, dan ada orang fasik yang menerima pahala yang layak untuk perbuatan orang benar.” Dalam hidup Maria, ktai menemukan kebenaran kata-kata Pengkotbah di atas. Ia orang benar yang mengalami penderitaan.
Hari ini Gereja memperingati Maria yang Berdukacita. Ketika Simeon bernubuat tentang Yesus, ia mengatakan kepada Maria; “Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” Namun, Maria tak mengeluh. Ia tak mengelak dari rancangan Allah, selain penyerahan diri. “Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Di kaki salib, Maria menyaksikan kematian Putranya. Lagi-lagi, ia tak menyangkal atau mengutuki Tuhan. Maria mampu bersukacita dalam penderitaannya, sebab ia memiliki relasi personal dengan Tuhan. Ia percaya pada Tuhan yang tak meninggalkan. Maria tak meminta, “lepaskanlah aku dari penderitaan.” Yang diucap dari mulut Maria hanya kata-kata magnificat, “jiwaku memuliakan Tuhanb,” dan sebuah penyerahan diri pada kehendak Allah “terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Setiap dari kita pasti memiliki salib atau penderitaan yang ditanggung. Salib berupa penyakit yang mendera, atau rasa sakit karena beban kehidupan yang terasa berat. Kita mudah mengeluh dan menyerah, meskipun keluhan dan keputusasaan tak membebaskan kita dari penderitaan. Kita mudah raguh, seakan Tuhan berdiam dalam setiap penderitaan. Bunda Maria mengajarkan kita, dukacita mendalam kehidupan tak lekas membuat kita putus asa dan kehilangan keyakinan pada kasih Tuhan. Dalam setiap pengalaman buruk dan menyedihkan dalam hidup, ktai mungkin perlu bersikap pasrah penuh harap seperti Maria. “Kita ini adalah hamba Tuhan, terjadilah seperti kehendak-Nya.” Dengan iman yang sungguh, bahkan dalam penderitaan, kita pun dapat mengalami betapa Tuhan itu baik.
Ya Tuhan, semoga dalam setiap pengalaman buruk dan penderitaan hidup, aku boleh mengalami dan menyelami betapa baiknya Engkau bagiku. Amin.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.