Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian: Sabtu, 14 Februari 2014, Peringatan Santo Sirilus dan Metodius

Renungan Harian: Sabtu, 14 Februari 2014, Peringatan Santo Sirilus dan Metodius

0
Renungan Harian: Sabtu, 14 Februari 2014, Peringatan Santo Sirilus dan Metodius
Hidup dalam kelimpahan, ilustrasi dari bonnieplants.com

TUHAN MEMBERI SECARA BERKELIMPAHAN

Markus 8: 1-10

HARI INI kita memperingati St. Sirilus dan Metodius, dua bersaudara. Mereka membaktikan diri dalam pewartaan Injil di Cekoslovakia. Mereka mewartakan Injil dengan memperhatikan kebudayaan dan Bahasa setempat. Mereka berusaha meresapkan Injil ke dalam kebudayaan Slavia, dengan antara lain menerjemahkan teks Liturgi ke dalam Bahasa Slavia. Kita pun belajar dari kedua orang kudus ini dalam pewartaan Injil. Injil harus menjawabi konteks situasi di mana Injil itu diwartakan. Injil yang kita renungkan hari ini pun berbicara tentang Yesus yang amat peduli dengan situasi aktual pendengarnya. Dia memberi roti secara berkelimpahan kepada mereka yang lapar, justru dari roti yang mereka miliki. Budaya-budaya kita pun dapat dilipatkandakan kualitasnya oleh kehadiran Injil Kristus. Budaya-budaya kita ibarat roti yang kita miliki, tetapi di tangan Tuhan menjadi berkelimpahan.

Dalam perikop yang kita renungkan ini, untuk kedua kalinya Yesus mengadakan perbanyakan roti untuk dibagi-bagikan kepada pengikut-pengikutnya yang sedang kelaparan. Dalam Markus 6: 30-44 Yesus telah memperbanyak lima roti dan dua ikan yang dibagikan kepada lima ribu orang dan sisanya dua belas bakul penuh. Dalam teks yang kita renungkan kali ini Yesus memperbanyak tujuh roti yang dibagikan kepada empat ribu orang dan sisanya tujuh bakul penuh. Ceriteranya amat mirip. Para pengikut yang jumlahnya ribuan orang itu sedang kelaparan setelah sehari penuh bahkan tiga hari mengikuti Yesus. Tempatnya jauh dari perkampungan sehingga orang-orang itu sulit membeli makanan. Para murid hendak menyuruh mereka pulang. Tetapi Yesus tidak tega menyuruh orang pulang dalam keadaan lapar. Ketika menyaksikan orang banyak itu tergerak hati Yesus oleh belaskasihan karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Dan yang lebih membuat hati Yesus tergerak oleh belaskasihan adalah karena orang-orang itu kelaparan, dan bila harus pulang ke rumah tanpa makan terlebih dahulu, pasti banyak dari antara mereka yang rebah di jalan.

Ada beberapa pokok yang dapat kita renungkan dari ceritera perbanyakan roti yang kedua ini walaupun ceriteranya sendiri amat mirip dengan yang pertama.

Pertama, Yesus peduli kepada kebaikan setiap manusia siapa pun dia dan apa pun latarbelakang agama dan budayanya. Perbanyakan roti yang pertama terjadi di lingkungan orang Yahudi. Dengan demikian Yesus sudah berusaha menjawabi kebutuhan orang-orang Yahudi yang lapar. Sedangkan perbanyakan roti yang kedua terjadi di daerah Dekapolis, daerah tempat orang-orang non-Yahudi. Dengan demikian Yesus ingin pula menjawabi kelaparan orang-orang non-Yahudi. Karena Yesus datang bukan saja bagi orang Yahudi melainkan pula orang-orang non-Yahudi. Dia merupakan jawaban bagi setiap persoalan hidup manusia, apa pun agama dan budayanya. Apa yang diberikannya kepada orang-orang Yahudi seperti kesembuhan dari berbagai penyakit, pengampunan dosa dan roti untuk menghilangkan rasa lapar, juga diberikannya dengan cara yang tidak kurang sedikitpun kepada orang-orang dari bangsa-bangsa lain.

Kedua, Yesus masih ingin melanjutkan pendidikanNya bagi murid-muridNya yang masih belum memahami juga siapa diriNya dan belum sepenuhnya beriman. Dia ingin menjadikan mereka orang-orang yang bukan saja murid yang mengikuti Sang Guru melainkan orang-orang beriman kepadaNya sebagai Anak Allah. Yesus bukan sekadar guru seperti Yohanes pembaptis atau ahli-ahli taurat yang memiliki murid-murid melainkan Dia adalah Tuhan sendiri dalam rupa manusia. Kelambanan para murid mengimani Yesus tampak dalam tindakan yang sama yang mereka lakukan terhadap orang banyak yaitu mau menyuruh mereka pulang dalam keadaan lapar. Seandainya mereka telah “lulus” sebagai orang-orang beriman, sudah seharusnya mereka tidak menyuruh orang-orang pergi dalam keadaan lapar. Mereka dapat memohon kepada Yesus supaya melakukan yang sama seperti dilakukannya dengan lima roti dan dua ikan yang mereka bagikan kepada lima ribu orang. Bila dibandingkan dengan peristiwa di Kana ketika tuan pesta kehabisan anggur, Bunda Maria amat yakin bahwa Yesus dapat melakukan sesuatu sehingga dengan penuh iman dia berkata “mereka kehabisan anggur”. Dan kepada para pelayan, Bunda berkata “lakukan saja apa yang dikatakannya kepada kamu”. Para murid, walaupun telah menyaksikan mujizat berkali-kali, belum tiba pula pada iman seperti dimiliki Bunda Maria.

Ketiga, bila Tuhan memberi, Dia memberi dengan segala kelimpahan. Tuhan tidak pernah pelit. Tujuh roti, ketika berada di tangan Tuhan dan diberkati, dapat dibagikan kepada empat ribu orang dan masih tersisa tujuh bakul.

Keempat, Tuhan menerima persembahan kita untuk kebaikan orang banyak. Tujuh roti yang dibagikan kepada empat ribu orang adalah persembahan orang-orang yang murah hati, yang seperti Tuhan memiliki kepedulian terhadap sesama yang lapar. Sedikit yang kita miliki tetapi bila kita ikhlaskan untuk kebaikan sesama akan menjadi berkelimpahan untuk memenuhi kebutuhan sesama yang berkekurangan. Tuhan berkarya untuk menganugerahkan kelimpahan melalui siapa pun yang murah hati.

Siapa pun kita, bila kita lapar dan haus akan Tuhan, Dia akan memuaskan kelaparan kita. Tuhan tidak pernah membiarkan kita pergi dalam keadaan lapar. Tuhan selalu tergerak oleh belaskasihan kepada kita. Tetapi yang perlu kita miliki adalah iman dan hati serta jiwa yang lebih dahulu lapar akan Tuhan. Kita belajar dari orang-orang Dekapolis yang mengikuti Yesus. Mereka terlebih dahulu mencari untuk mendengarkan pengajaran Yesus, mengalami jamahan penyembuhan Yesus sampai lupa makan atau mungkin sampai kehabisan bekal. Tetapi pada saat seperti itu, Tuhan juga memenuhi kebutuhan jasmani mereka: memberi mereka roti. Bila kita pun mencari Tuhan, mau mendengarkan FirmanNya serta mengimaniNya, Tuhan pun akan memenuhi bukan hanya kelaparan jiwa kita melainkan pula kelaparan fisik kita. Bersama Tuhan, roti tak pernah akan kurang.

Foto: Hidup dalam kelimpahan, ilustrasi dari bonnieplants.com