ITA memilik akal budi untuk mengatur hidup kita, termasuk mengatur bagaimana kita beragama: berdoa, memberi persembahan, beramal dll. Kita melupakan satu hal yang paling penting yakni mengenal Tuhan dan k ehendak-Nya. Tuhan mengharapkan kesetiaan kita kepada-Nya, kesetiaan yang tumbuh karena pengenalan yan mendalam tentang Dia dan melaksanakan kehendak-Nya. Bukan kesetiaan yang sebatas ungkapan lahiriah yang dangkal.
Orang Farisi gagal dalam menjalin relasi dengan Tuhan. Sebab, dalam doa-doanya ia lebih sering memuliakan dirinya. Ia patuh pada hukum agama yang dibuatnya sendiri. Baginya Tuhan adalah pelengkap hidup agar prestisenya terjaga, bukan tujuan hidupnya. Berbeda dari orang Farisi, si pemungut cukai justru merasa sangat rendah dan berdosa dihadapan Tuhan. Ia menjadikan Tuhan sebagai kekuatan dan pegangan yang memberinya hidup. Tuhan adalah harapan hidupnya, yang dapat mengampuni dan memulihkan hidupnya dari dosa. Ia pulang ke rumah sebagai orasng yang dibenarkan Allah.
Kisah Injil hari ini menantang kita untuk menjadi pribadi yang rendah hati dan selalu mengandalkan Tuhan dalam kehidupan.
Tuhan, hanya kepada-Mu aku berharap. Kasihanilah aku orqang yang berdosa ini, dan bimbinglah langkah hidupku senantiasa, jangan biarkan aku lepas dari tangan-Mu. Amin
Sumber: Ziarah Batin 2018, Penerbit OBOR, Indonesia
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.