11 November 2015
Bac. I: Keb. 6:1-11
Bac. Injil: Luk. 17:11-19
Memuliakan Allah: Dasar Hidup Orang Beriman Yang Mendalam dan Bijaksana
KESADARAN yang paling mendasar dari hidup manusia adalah memuliakan Allah. Setiap peziarahan hidup manusia juga menuju Allah, sekaligus memasyurkan kemuliaan-Nya. Memuliakan Allah menjadi pola dasar manusia yang hidup beriman. Orang beriman pasti mengenal dan memuliakan Allah dengan hormat dan khidmat dalam kehidupan. Kesadaran ini muncul juga dalam kisah sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus. Namun, kesadaran tersebut hanya muncul dalam diri satu orang Samaria dan tidak muncul pada sembilan orang Yahudi yang telah memperoleh kesembuhan dari tangan Tuhan. Kerendahan hati orang Samaria telah membentuk imannya untuk kembali bersyukur kepada Tuhan. Yesus pun memberikan peneguhan dengan mengungkapkan ,”Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Peneguhan dan perjumpaan yang dialami oleh orang Samaria ini menggambarkan kesadaran iman yang utuh.
Yang menjadi permenungan bagi kita adalah apakah kita mempunyai kesadaran iman yang utuh dalam kehidupan sehari-hari? Iman yang utuh juga muncul dalam ungkapan syukur atas segala kebaikan dan keselamatan dari Allah, bahkan pertolongan Allah yang langsung menyentuh diri kita. Namun, seringkali orang beriman bisa melupakan kebaikan Tuhan, contohnya: Jika orang beriman dihadapkan pada penderitaan terus menerus, bahkan sampai divonis lekas mati karena penyakit yang mematikan dan tak tersembuhkan, kadangkala orang beriman tidak menerima kenyataan tersebut dan melupakan kebaikan Tuhan selama hidupnya. Kekecewaan atas penyakit bisa juga mengumpat Tuhan bahkan bisa meninggalkan keimanannya. Di sisi lain, orang beriman yang bijaksana akan memilih bahwa keadaan diri dalam penderitaan menjadi ungkapan syukur untuk merasakan penderitaan Kristus dan mendekatkan diri kepada-Nya, bukan menjauhkan dirinya dari Tuhan. Bagaimana kebijaksaan tersebut bisa diolah dalam diri kita? Hanya melalui tindakan bersyukur yang akan membentuk kebijaksaan hidup dan menjadi pilihan hidup orang beriman untuk memuliakan Allah. Tindakan memuliakan Allah adalah insting dasar manusia. Jika orang tidak mempunyai kemampuan dan kesadaran untuk memuliakan Allah, orang tersebut bukanlah orang beriman. Kesadaran ini hanya ada dalam tubuh yang merupakan keunikan manusia, seperti dalam teologi tubuh Paus Yohanes Paulus II bahwa tubuh menjadi simbol untuk dapat mengenal dan berkomunikasi dengan Pencipta-Nya melalui relasi yang intim dan mendalam dengan-Nya.
Apakah kita sanggup merasakan Allah dan kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari? Semoga kita dapat merasakan-Nya dalam pengalaman perjumpaan rohani melalui realitas tubuh kita. Mari kita mengolah kemampuan kesadaran memuliakan Allah sebagai pola dasar hidup beriman, bahkan diwujudnyatakan dalam tidakan kasih di tengah masyarakat, seperti perhatian penuh pada orang-orang yang terpinggirkan, lemah dan tak berdaya. Allah pun tetap menyukai ungkapan tersebut dari hati yang dalam dan tulus. Akhirnya, kita merasakan sukacita berlimpah sebagai orang beriman yang mendalam dan bijaksana. **** (Fr. Yanto)
Kredit Foto: Muliakanlah Allah melalui pekerjaanmu, www.warungsatekamu.org
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.