“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.”
Jika anda berkunjung ke rumah retret Canossa Bintaro ataupun pernah berkunjung ke biara Canossian (FdCC), di kapel akan selalu ada tulisan, Inspice et Fac Secundum Exemplar, yang artinya pandanglah dan turutilah teladannya. Kami harus selalu memandang dan meneladani Yesus tersalib dalam seluruh hidup kami, entah hidup doa, panggilan, komunitas ataupun karya. Mengapa Yesus Tersalib? Karena itulah wujud cinta yang paling besar. Ditelanjangi segala-galanya kecuali cinta kasihNya. Demi apa? Demi melakukan kehendak Bapa-Nya, yakni menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa.
Melakukan kehendak Bapa itu tidak selalu yang indah-indah. Seandainya melakukan kehendak Bapa itu mudah, pasti manusia tidak akan jatuh dalam dosa. Firman Tuhan terkadang indah untuk dibaca dan direnungkan tetapi butuh pengorbanan dalam mempraktekkannya. Inilah yang diteladankan Yesus. Melakukan kehendak Bapa, berarti melakukan seperti yang dilakukan dan diajarkan oleh Anak-Nya. Ya, Yesus harus mati dan disalibkan untuk melaksanakan kehendak Bapa, yakni membebaskan manusia dari dosa. Kasih Yesus yang besar kepada Bapa-Nya dan kepada manusia diwujudkan secara total dengan memberi hidup-Nya sendiri.
Mengasihi Allah tidaklah cukup pergi ke perayaan Ekaristi, membaca dan merenungkan Kitab Suci, berdoa rosario atau sebagainya, namun dituntut lebih lagi, yaitu mengasihi sesama. Mengasihi sesama yang kita sukai itu mudah, namun mengasihi mereka yang kita benci itu tidak mudah. Memberi dari kelebihan kita itu mudah, tetapi memberi dari kekurangan kita itu sulit. Mengampuni orang yang kita sayangi itu mudah, namun mengampuni orang yang menyakiti dan melukai hati kita itu sulit. Mengasih itu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Mengasihi yang sesungguhnya membutuhkan pengorbanan. Orang yang mengasihi harus memiliki hati yang besar bukan hanya mengasihi tetapi yang terutama adalah untuk mengampuni. Contohnya, anda mencintai suami/istri anda, lalu anda tahu ia selingkuh, ia menyesal dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Apakah mudah untuk langsung memberi maaf? Tidak mudah, butuh proses. Dalam proses itulah kita mengandalkan Yesus. Kita butuh hati Yesus untuk mampu mengampuni. Kita butuh hati Yesus untuk mampu mencintai lagi. Semua itu tidak mungkin terjadi jika kita mengandalkan diri kita sendiri. Tetapi bersama Yesus, tidak ada yang tidak mungkin, asal kita percaya dan memasrahkan seluruh hidup kita dalam tangan Tuhan Yesus.
Inilah yang diinginkan Yesus hari ini dari kita. Menjadikan-Nya pondasi seluruh hidup kita. Mencintai, mengampuni, bekerja, memimpin dan melakukan segala sesuatu bersama Yesus. Tidak ada kebangkitan tanpa kematian. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Akan banyak kesulitan yang akan kita temui dalam mencintai Allah dalam diri sesama kita, namun bersama Yesus hidup kita akan tetap kokoh, dan bila kita mengandalkan diri sendiri kitapun akan mengalami kehancuran.
Orang yang melakukan kehendaknya sendiri dan percaya pada dirinya sendiri sesungguhnya menjauhkan diri dari kasih Tuhan dan berjalan menuju kebinasaan.
Kredit Foto: https://www.google.co.id/
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.