“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”

 

Hari ini adalah adven pertama, masa penantian akan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat, tetapi Injil yang kita baca dan kita dengar hari ini bukan seperti berita gembira yang di sampaikan seorang calon ibu  bahwa ia sedang mengandung anak pertamanya. Injil Tuhan Yesus hari ini seakan menebar ketakutan pada umat yang mempercayai-Nya.

Benarkah demikian? Apakah Yesus sedang menebar ketakutan pada kita? Mari sejenak kita merenungkan sepasang suami istri yang sedang menanti kelahiran anak pertama mereka. Berita kehamilan, pasti kabar sukacita, tetapi sesudah itu apakah selamanya mereka sukacita dan tidak memiliki rasa cemas? Sesudah berita kehamilan, pasangan suami istri akan sibuk dengan berbagai macam persiapan, mulai memilih tempat atau bidan yang cocok untuk pemeriksaan rutin, persiapan nama, mulai memperhatikan gizi yang seimbang untuk calon ibu, dan banyak persiapan lain. Tetapi yang tak boleh dilupakan adalah, kecemasan dan juga ketakutan yang muncul, jangan sampai si ibu keguguran, jangan sampai si ibu sakit, jangan sampai bayi lahir prematur, terlilit tali pusar, sungsang, atau jangan sampai cacat, bahkan suami harus menjadi suami siaga. Ternyata banyak hal-hal yang mencemaskan dan menakutkan pada masa penantian kelahiran bayi apalagi bayi pertama. Maka pada momen penantian inilah pasangan suami istri bahkan seluruh keluarga berdoa demi keselamatan calon ibu dan juga si calon bayi. Jika penantian kelahiran bayi begitu banyak hal yang dicemaskan, dan keluarga berdoa dengan tekun, maka tidak salah jika Yesus memperingatkan kita supaya lebih mempersiapkan diri untuk menyambut kelahiran-Nya.

Apa hal-hal yang ternyata mampu membuat kita tidak mempersiapkan diri dengan baik dalam menyambut kelahiran Yesus? Kita sibuk dengan pembentukan panitia natal baik tingkat keuskupan, dekenat, paroki, atau kategorial, kita fokus untuk mempersiapkan pesta natal meriah yang akan berakhir memuaskan. Sibuk latihan koor, sibuk mempersiapkan pernak-pernik natal, sibuk belanja persiapan natal, sibuk membeli hadiah-hadiah natal, sibuk persiapan jika nanti keluarga besar akan berkumpul dan banyak kesibukan lain yang  akan menyita perhatian kita. Kita mencurahkan waktu, pikiran, tenaga dan segala yang terbaik untuk memeriahkan natal, tapi kita lupa satu hal penting, hati kita! Kita lupa mempersiapkan hati kita! Hati yang berdoa!

Adven baru akan dimulai, sejenak kita melihat kehidupan kita yang telah berlalu, begitu banyak rahmat yang sudah kita terima, bahkan rahmat itu berlalu dengan sia-sia karena berbagai kesibukan kita. Kita ingin memulai masa adven ini dengan rasa syukur atas anugerah kehidupan, anugerah pekerjaan, anugerah keluarga, anugerah kesehatan dan banyak anugerah lain. Berangkat dari anugerah-anugerah tersebut kita ingin membaginya dengan sesama, melalui tenaga kita dengan membantu di panti asuhan/panti jompo, dengan menyumbang tanpa harus gembar-gembor ke orang lain, melepaskan kebiasaan buruk kita yang menjauhkan kita dari Tuhan, lebih memberi waktu kita untuk keluarga, mengurangi keterikatan kita dengan gadget, bahkan rasa syukur bisa kita ungkapkan dengan berdamai dengan orang-orang yang menyakiti kita.

Hati yang berdoa adalah hati yang berdialog dan selalu terarah pada Tuhan dan menjadi kekuatannya. Hati yang berdoa adalah juga hati yang melangkah keluar untuk menemui Tuhan dalam diri orang-orang terdekat di sekitarnya, saudara-saudarinya yang kesusahan, karena Tuhan bisa hadir kapan saja, dimana saja dan dalam wajah siapa saja yang kita jumpai. Orang yang berjaga-jaga dan berdoa mampu memahami kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa hidupnya.

Biarlah lilin pertama adven terus bernyala di hati kita agar kita mampu melihat kehadiran Tuhan bahkan dalam kegelapan hidup kita sekalipun.