ALAM lagu Salam ya Ratu, salah satu dari antifon penutup doa malam sebagai penghormatan kepada Bunda Maria, terdapat kalimat “kami amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini”. Keluh kesah memang sudah menjadi bagian hidup manusia sejak manusia ada. Mengapa? Yesaya mengatakan bahwa “Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. Sebab itu sumpah serapah akan memakan bumi, dan penduduknya akan mendapat hukuman; sebab itu penduduk bumi akan hangus lenyap, dan manusia akan tinggal sedikit” (Yes. 24:5 – 6).

Ya, jauh dari Tuhan (mengingkari perjanjian dengan-Nya) adalah sumber dari ketidakbahagiaan kita semua. Kedekatan kita dengan Tuhan harusnya seperti gambaran relasi suami istri yang harmonis (saling menghargai) yang disarankan oleh Paulus kepada umat di Efesus. Demikian pulalah harusnya relasi kita (Gereja) dengan Allah. Menyatu dalam satu Tubuh, begitu intim dan saling menghargai (bdk. Ef. 5:21 – 32). Namun, penjelasan Yesus akan keinginan Allah yang menyatu dengan umat-Nya dengan mengumpamakan diri-Nya sebagai Roti Hidup, tidak dimengerti oleh pengikut-Nya. Bahkan, iman mereka terasa goncang (bdk. Yoh. 6:61); sehingga banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia (bdk. Yoh. 6:66). Jauh dari Tuhan memang membuat para murid-Nya kehilangan pegangan dan harapan. Karena itu, marilah kita mendekat pada-Nya agar mendapat karunia seperti Petrus yang menemukan sumber kebahagian kekal.

Tuhan Yesus, utuslah Roh Kudus-Mu untuk membuka hatiku agar dimampukan seperti Petrus mengatakan “Perkataan-Mu adalah perkataan hidup kekal dan kami percaya bahwa Engkau yang kudus dari Allah”. Amin.