“Tidak ada makan siang yang gratis”. Istilah ini sering muncul dalam dunia politik di tanah air. Kata-kata pujian, kedekatan dan keakraban politis, silaturahmi pada tokoh politik tertentu yang sejatinya berbeda haluan, seringkali menjadi perbincangan dan melahirkan beragam tafsir. Ujung-ujungnya orang menduga ada kepentingan tertentu yang menjadi tujuan. Sejatinya sikap dan pilihan politik selalu dikaitkan dengan pelayanan publik, demi kebaikan dan kesejahteraan hidup orang banyak. Maka, pelaku politik sejatinya merupakan pelayan publik.
Yesus dalam pewartaan dan panggilan murid-murid-Nya telah menegaskan posisi dan sikap kemuridan sebagai pelayan cinta kasih bagi sesama. Penegasan ini dikemukakan karena para murid masih keliru memahami konsep ke-Mesias-an Yesus. Bagi para murid, Yesus adalah Mesias duniawi yang akan memerintah bangsa Israel. Karena itu intensi para murid pun masih dibayangi konsep jabatan dan kekuasaan duniawi (bdk. Mrk. 9:35-34). Pemahaman keliru para murid tentang Mesias diluruskan kembali oleh Yesus. Panggilan kemuridan merupakan panggilan dalam pelayanan, berani menjadi kecil, meninggalkan kepentingan diri sendiri, bahkan siap menderita dan berkurban demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain. Yesus Mesias adalah Yesus yang menderita, dibunuh, tetapi bangkit untuk keselamatan manusia (bdk. Mrk. 9:31). Inilah tindak pembelajaran dari sebuah pelayanan tiada batas.
Yesus yang Mahabaik, terima kasih atas keselamatan yang aku terima dari kemurahan-Mu. Mampukanlah aku untuk berkurban dan rela melayani sesama seperti yang telah Engkau tunjukkan kepadaku. Amin.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.