EJAK Konsili Vatikan II, hierarki Gereja bukanlah lagi sturuktur kekuasaan, melainkan struktur pelayanan kepemimpinan. Pelayanan menjadi tekanan. Dengan kata lain, kaum terthabis pertama-tama adalah pelayan umat. Ungkapan St, Paulus kepada umat di Tesalonika menggambarkan seorang pemimpin yang menghayati kepemimpinannya sebagai pelayanan, “bak seorang ibu merawat anaknya”. Sikap ini pula yang ditegaskan oleh Yesus melalui kritik kepada seorang ibu merawat anaknya”. Sikap ini pula yang ditegaskan oleh Yesus melalui kritik kepada ahli Taurat dan orang Farisi. Dalam pandangan Yesus, kursi Musa bukan sebuah tahta kebesaran tempat orang berkuasa, melainkan sebuah tanggung jawab kepemimpinan yang mengisyaratkan pelayanan. Demikianlah Musa sendiri pada masa lalu, dengan penuh kebapakan, menuntun dan melayani bangsa Israel.
Di sekitar kita, ada banyak kisah perebutan kursi di dunia politik, di tempat kerja, di sekolah bahkan di kepengurusan Gereja.
Tidak jarang muncul “gerutu” tentang pemimpin yang main kuasa, pamer kuasa, menyalahgunakan kuasa, dan abai dengan kesejahteraan yang dipimpin. Tidak jarang pula terdengar keluhan tentang kaum terthabis yang jauh dari umat dan tidak berperan sebagai pelyanan yang rendah hati. Kursi jabatan di level dan tempat manampun menjadi tantangan bagi orang Kristiani untuk melayani dengan kasih. Hendaklah pesan Yesus ini selalu kita ingat dan hayati: “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” (Mat. 23:11).
Allah yang penuh kasih, anugerahkanlah aku semangat pelayanan dan hati yang terbuka kepada sesama. Amin.
Renungan Harian ini diambil dari Buku “Ziarah Batin 2017”, Diterbitkan oleh Penerbit OBOR, Jakarta
Kredit Foto : Ilustrasi (Ist)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.