Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian Katolik: Jumat, 8 Maret 2019

Renungan Harian Katolik: Jumat, 8 Maret 2019

Duri pada kepala Yesus/Ilustrasi (Ist)

PARA murid Yesus dalam kisah Injil hari ini tampak tidak berpuasa. Hal itu ternyata sudah cukup membuat murid-murid Yohanes merasa gelisah. Kegelisahan mereka dipengaruhi oleh situasi keagamaan yang berkembang di kalangan orang Yahudi pada masa itu. Dalam tradisi mereka, puasa dilihat sebagai sebuah kewajiban keagamaan semata. Puasa dijalankan sekadar memenuhi kewajiban tanpa makna. Itulah mengapa ketika melihat orang lain tidak berpuasa, mereka menjadi gelisah dan bertanya: “Kami dan orang-orang Farisi berpuasa mengapa murid-murid-Mu tidak?” Hal yang mereka lupakan adalah bahwa pada dasarnya puasa merupakan laku pribadi kepada Allah  yang membuahkan pertobatan. Puasa lebih dari sekadar kewajiban keagamaan.

Hal yang serupa sebetulnya terjadi pada masa kini, di mana orang tak bisa membedakan apa artinya beragama dan apa artinya beriman. Pernik-pernik dan simbol-simbol ibadah dielu-elukan, bahkan dijadikan model untuk menunjukan bahwa dirinya orang saleh. Namun, apa yang baik dan indah dalam simbol agama tidak dibarengi atau dilanjutkan dengan mewujudkan hidup beriman yang benar. Tidak mengherankan jika kita mudah menemukan orang yang sangat rajin beribadah, pada saat bersamaan juga sering bertindak sewenang-wenang terhadap sesama. Ada orang yang rajin mengutip ayat-ayat kitab suci, tetapi sekaligus juga sering korupsi.

Yesus menegaskan bahwa menjadi seorang murid sejati tidak hanya sekadar menyelesaikan kewajiban beragama, melainkan harus sempurna sampai pada menghidupi nilai-nilai agama dalam tindakan konkret. Kepada para murid, Yesus mengingatkan bahwa beragama dengan aneka praktik devosional dan liturgis dimaksudkan untuk membangun relasi dengan Allah dan sesama. Berpuasa-misalnya-menjadi bentuk persembahan diri dalam pertobatan yang sungguh-sungguh. Berpuasa juga berarti berbagi kasih dengan sesama. Bagi Yesus, puasa pada akhirnya bukan soal kemasan atau tampilan, tetapi lebih pada mutu hidup yang hendak dicapai, yakni menjadi pribadi yang semakin bertobat dan berbelas kasih kepada sesama.

Allah yang Mahabaik, anugerahilah aku Roh-Mu yang memampukanku untuk menghidupi nilai-nilai Kristiani secara lebih sungguh dalam laku hidup yang baik. Amin.

Sumber: Ziarah Batin 2019, OBOR Indonesia