Bacaan I: Ibr. 10:19-25, Injil: Mrk.4:21-25
MRK 4:2 1 Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian.
Mrk 4:22 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.
Mrk 4:23 Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!”
Mrk 4:24 Lalu Ia berkata lagi: “Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi padamu.
Mrk 4:25 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”
Renungan
Ada pepatah Jawa: “Becik ketitik, olo ketoro“—artinya”. Kebaikan itu akan hilang dan kejahatan itu tidak bisa ditutupi”. Pepatah ini berbicara tentang otentisitas atau kesejatian. Kesejatian itu seperti emas yang mahal harganya dan kemurniannya harus diuji. Untuk bisa lolos dari ujian perlu ada komitmen.
Pada suatu hari ada seorang ibu mau ke gereja dengan naik taxi. Misa segera dimulai maka ketika turun dari taxi, dia sangat tergesa–gesa. Alangkah terkejutnya ketika mau ambil uang untuk kolekte, dompetnya tidak ada !Dia yakin dompetnya tertinggal di taxi tadi. Ia berkeringat dingin dan gemetar. “Pasti hilang“, pikirnya. Setelah Misa selesai, dia keluar gereja dengan pucat dan bingung. Di tengah kegalauan itu ada seorang bapak yang mendekatinya dan mengulurkan sebuah dompet. Ibu itu langsung menyambut dompet miliknya itu. Dia membuka, masih utuh isinya. Saking senangnya dia ambil lembaran merah dan diulurkan kepada si tukang taxi tadi, tapi tidak diterimanya dan sopir taxi itu berkata; “ Terima kasih, ibu, saya sudah dimuliakan oleh suara hatiku untuk tetap jujur, jangan sampai saya dicemarkan oleh uang seratus ribu !” Ternyata, si sopir taxi itu umat Katolik yang sama – sama ikut Misa di gereja itu.
Tuhan Yesus bersabda: ”pelita harus ditaruh di atas kaki dian!” Orang Katolik adalah terang dan garam dunia. Otentisitas atau jati diri kita adalah terang. Terang itu harus ditampakkan. Supir taxi tadi menunjukkan jati dirinya sebagai orang Katolik. Walau ada kesempatan untuk mengambil dompet tadi, dia tetap mengikuti suara hatinya dan menghormati milik orang lain. Hidup dalam jati diri berarti hidup dalam dorongan Roh. Ini tidak mudah, butuh komitmen, tetapi buahnya melegakan dan menentramkan hati.
Tuhan Yesus, puji syukur kepada-Mu karena telah Kaucurahkan Roh Kudus kepada-Ku. Kuatkanlah aku dengan rakmat-Mu agar aku tetaap hidup dalam otentisitas diri! Amin.
Teks : Ziarah Batin 2015
Foto: Mendengar untuk memahami, ilustrasi dari cerdasmulia.net
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.