ITA terbiasa membuat ukuran untuk menilai ibadat kita sendiri kepada Tuhan. Kadang kita merasa panas, tetapi sering pula merasa tak layak. Saat beribadat, acapkali peristiwa-peristiwa tertentu dalam hidup muncul sekelebat dalam kepala. Dalam Injil, Yesus menaikkan standar kerohanian para murid. Mereka dituntut supaya tidak gampang membenarkan diri di hadapan orang lain. Yesus menjelaskan bahwa kemarahan dan kata-kata kotor terhadap sesama bisa menodai persembahan di hadapan Allah. Maka, membetulkan relasi dengan sesama merupakan bagian penting dari setiap kegiatan peribadatan. Elia menyadari kedosaan dan kerendahan dirinya di hadapan Tuhan di gunung Karmel (bdk. 1 Raj. 18:42). Sebab, sesungguhnya hanya Tuhanlah yang mempunyai kuasa atas persembahan dari manusia. Jangan biarkan kesombongan menjadi batu sandungan atau penghalang dalam mempersembahkan kurban dan doa di hadapan Tuhan.
Namun, ada kalanya kita melakukan ibadat kepada Tuhan hanya demi memenuhi kewajiban atau untuk menjalankan tugas. Kita tak melakukannya dengan sungguh dan sepenuh hati. Yesus menghendaki bahwa hidup keagamaan kita lebih dari sekadar kewajiban atau anggapan yang umum.
Yesus Kristus, Engkau menghendaki kasih yang dilakukan lebih dari kurban persembahan apa pun. Semoga aku melakukan kasih itu kepada sesama sebagai ibadat yang tulus kepada-Mu. Amin.
Sumber: Ziarah Batin 2018.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.