Beranda Jendela Alkitab Harian Renungan Harian: Jumat Sesudah Rabu Abu, 20 Februari 2015

Renungan Harian: Jumat Sesudah Rabu Abu, 20 Februari 2015

Puasa dan Pantang, ilustrasi dari pustakadigitalindonesia.blogspot.com

PUASA: JALAN PERSATUAN DENGAN YESUS

Matius 9: 14-15

ADA BANYAK jalan menuju kesucian. Ada jalan doa, jalan puasa, jalan amal dan ketiganya tidak terpisah satu sama lain. Bukan hanya dalam kekristenan tetapi juga tradisi-tradisi religius dunia di luar kekristenan mengenal dan mempraktekkan pula ketiga jalan ini. Dalam kekristenan, doa yang disertai puasa dan karya amal bukan saja bertujuan untuk kesucian diri sendiri melainkan untuk kebaikan sesama dan kemuliaan Tuhan.

Dalam perikop ini Yesus berbicara tentang hal berpuasa. Kali ini para murid Yohanes Pembaptis yang bertanya kepada Yesus: “mengapa kami dan murid-murid orang Farisi berpuasa sedangkan para muridmu tidak?” Para murid Yohanes Pembaptis mengelompokkan diri bersama murid-murid orang Farisi dalam hal mempraktekkan puasa. Rupanya baik murid Yohanes Pembaptis maupun murid kaum Farisi menjalani tradisi yang sama. Orang Farisi memiliki tradisi berpuasa dua kali seminggu, pada hari Senin dan Kamis. Dan kaum Farisi membanggakan kebiasaan mereka berpuasa dua kali seminggu ini, sebagaimana disebutkan dalam perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang sama-sama berdoa di Bait Allah (Lukas 18: 12). Yesus dan para muridnya tidak mengikuti tradisi puasa seperti ini, karena memang tidak diwajibkan menurut hukum Musa. Puasa dua kali seminggu, hanya tambahan yang dibuat oleh orang Farisi, walaupun tidak salah tetapi juga tidak diwajibkan bagi semua orang. Di sini Yesus tidak menolak puasa seperti itu. Bahkan tradisi berpuasa dua kali seminggu ini dilanjutkan juga oleh umat Gereja perdana, yaitu pada hari rabu dan jumat, untuk membedakan diri dari tradisi orang Farisi. Tetapi Yesus ingin meletakkan dasar baru bagi puasa.

Jawaban Yesus terhadap pertanyaan para murid Yohanes pembaptis berupa pertanyaan pula: “dapatkan sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?” Yang dimaksud mempelai laki-laki di sini adalah Yesus sendiri, sedangkan sahabat-sahabat mempelai laki-laki adalah para muridnya. Para murid Yesus tidak berdukacita karena Yesus Sang mempelai laki-laki ada bersama-sama mereka. Puasa biasanya disertai dengan dukacita, menangisi dosa-dosa dan mengharapkan pembebasan dari Allah. Penyebutan diri Yesus sebagai mempelai laki-laki telah digunakan oleh Yohanes Pembaptis sendiri (Yoh 3: 29). Karena itu para murid Yohanes pembaptis tentu sudah memahami hal ini. Dan penyebutan mempelai laki-laki bagi Yesus ini tidak sembarangan melainkan menunjuk keilahianNya. Sebagaimana dalam Perjanjian Lama, Yahweh disebut mempelai laki-laki dan Israel pengantin wanita, demikian juga Yesus merupakan mempelai laki-laki dan Gereja adalah pengantin wanitanya. Yesus menyatakan diriNya sebagai mempelai laki-laki yang memanggil Gereja sebagai pengantin wanita, yaitu Israel baru yang terdiri dari orang beriman kepadaNya baik Yahudi maupun non-Yahudi.

Alasan para murid Yesus tidak perlu berpuasa karena pengantin laki-laki yang dijanjikan kedatanganNya oleh para nabi dan telah dinanti-nantikan selama berabad-abad kini sedang datang. Sedangkan alasan murid-murid kaum Farisi dan murid-murid Yohanes pembaptis berpuasa adalah menantikan dengan rindu kedatangan Sang mempelai laki-laki itu, yakni Sang Mesias. Kini Sang Mesias telah tiba. Para murid kaum Farisi dan murid Yohanes pembaptis belum menyadari kehadiranNya. Sedangkan para murid Yesus menyadari kehadiranNya. Bersama mempelai laki-laki, yang ada tentulah sukacita sehingga tidak ada tempat bagi puasa dan dukacita.

Tetapi Yesus juga mengingatkan bahwa akan datang saatnya mempelai laki-laki itu diambil dari antara para murid, dan pada saat itulah mereka berpuasa. Kapankah mempelai laki-laki itu diambil dari mereka? Sebagian penafsir menunjuk saat antara penyaliban sampai kebangkitan Yesus kembali. Tetapi yang lain menunjuk saat antara kenaikan Yesus ke Surga sampai kedatanganNya kembali pada akhir zaman. Setelah kenaikan Yesus ke Surga para murid memang berpuasa dan berdoa (Kisah 13:3; 2 Kor 6:5), ketika mereka banyak mengalami penderitaan seperti dikejar, dipenjara, disiksa bahkan dibunuh.

Kedatangan Yesus menandai suatu era baru. Para murid Kristus perlahan-lahan hidup bukan lagi menurut tradisi keagamaan Yahudi melainkan menurut ajaran dan hidup Yesus. Tradisi keagamaan Yahudi bagaikan anggur lama dalam kantung kulit yang lama, sedangkan ajaran dan hidup Yesus merupakan anggur baru dalam kantung kulit yang baru pula. Kesatuan dengan hidup Yesus dan karya penyelamatanNya merupakan tujuan segala usaha kerohanian para murid. Kesatuan itu berlangsung baik dalam peristiwa-peristiwa gembira maupun dalam peristiwa-peristiwa sedih.

Maka segala usaha kesalehan kita di masa prapaskah ini: puasa, doa dan karya amal berpusat pada hidup Yesus. Dengan usaha seperti itu kita makin erat bersatu dengan Kristus baik pribadiNya maupun karya pelayananNya bagi umat manusia.

Foto: Puasa dan Pantang, ilustrasi dari pustakadigitalindonesia.blogspot.com