MRK 10:1 Dari situ Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan dan di situpun orang banyak datang mengerumuni Dia; dan seperti biasa Ia mengajar mereka pula.
Mrk 10:2 Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?”
Mrk 10:3 Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?”
Mrk 10:4 Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.”
Mrk 10:5 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu.
Mrk 10:6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan,
Mrk 10:7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya,
Mrk 10:8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Mrk 10:9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Mrk 10:10 Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu.
Mrk 10:11 Lalu kata-Nya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu.
Mrk 10:12 Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”
Renungan
Umat perjanjian Lama membangun dunia idamannya. Menara Babel adalah simbol sukses mereka secara manusiawi dan duniawi. Sayang pencapaian lahiriah ini hanya melahirkan kesombongan dan melupakan kekuasaan Allah. Tidaklah heran bila kemudian Allah memorakporandakan proyek fenomenal itu.
Bagi Injil, keselamatan itu justru identik dengan kehilangan-kematian. Hal ini mau mengingatkan kita bahwa kejayaan dunia, kesuksesan finansial, dan kelimpahan materi kerap kali menjadi sandungan bagi tercapainya keselamatan. Nikmat dunia bisa sangat menyita perhatian manusia sehingga ia memalingkan diri dari Allah. Injiul mengingatkan, “ Di mana hartamu berada di situ pula hatimu berada”.
Sebaliknya. “Kemiskinan” itu menyelamatkan. Dengan hidup miskin di mata Allah. Hati manusia tertambat pada Allah. Manusia hanya menggantungkan diri kepada-Nya. Ia beriman Raja atas kehidupannya adalah Allah, bukan kemegahan dunia.
Sayang, jalan keselamatan tersebut indentik dengan jalan salib. Menyangkal diri dan menolak dunia bukanlah perkara mudah. Memilih tawaran Roh Kudus dengan menampik daya tarik roh dunia itu adalah penderitaan tersendiri. Maka, tidaklah heran apabila kemudian Yesus selalu mengingatkan para murid-Nya untuk menyangkal diri dan memikul salib sebagai syarat mengikuti-Nya. Peringatan itu berlaku juga bagi kita.
Ya Allah, perkenankanlah aku menjadi pengikut-Mu dan mampukanlah aku memikul salib dan menyangkal diri. Amin.
======
Sumber: Ziarah Batin 2017
Kredit Foto: Menara Babel
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.