UHAN tidak hadir di dalam angin besar yang membelah gunung dan memecah bukit batu, tidak pula di dalam gempa dan api, melainkan di dalam “bunyi angin sepoi-sepoi basah” (1 Raj. 19:12). Elia segera menyelubungi mukanya lalu pergi ke luar menghadap Tuhan. Justru di dalam suara angin yang lembut Tuhan berbicara. Dalam Injil, Yesus mengajarkan bagaimana firman Tuhan menjangkau lubuk hati seseorang, lebih dari apa yang kelihatan. Orang sudah berzina ketika matanya memandang dan hatinya mengingini (bdk. Mat. 5:28). Sesuatu yang dikehendaki bahkan sampai direncanakan oleh hati seseorang, itulah yang membuatnya berdosa. Allah menilai diri kita bukan berdasarkan perbuatan yang kelihatan dan dilakukan saja, melainkan jauh sebelum hal itu terjadi dan masih kita pikirkan. Allah berada di dalam lubuk hati kita, di dalam suara yang sangat lembut agar kita menemukannya dalam keheningan.
Beberapa keputusan yang kita ambil mungkin menjadi keliru karena dilakukan tanpa mendengarkan suara lembut Tuhan di kedalaman nurani kita. Diperlukan latihan rohani untuk secara sadar menilai setiap motivasi dan intensi yang mewarnai sikap serta tindakan kita.
Yesus, Engkau telah menegaskan pentingnya meneliti nafsu yang memengaruhi hatiku. Semoga aku dapat mendengar dengan lebih baik suara-Mu yang hadir melalui keheningan. Amin.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.