Ilustrasi: seekor anjing melindungi kucing dengan daun telinganya - psychologyspiritual.wordpress.com

Mrk. 12:28b-34

HUKUM YANG PALING UTAMA

PERNAH DICERITERAKAN tentang seorang rahib yang bertahun-tahun berdoa supaya dia diberi anugerah untuk memperoleh penglihatan atau penampakan Tuhan sendiri. Pada suatu hari, hal itu pun terjadi. Tetapi di tengah peristiwa itu, tiba-tiba lonceng pertapaan berbunyi. Inilah waktunya dia membagi-bagikan makanan untuk orang-orang miskin yang datang dari sekitar pertapaan itu. Kalau dia tidak keluar membagikan makanan kepada mereka, orang-orang miskin pasti kecewa dan mengira pertapaan itu tidak lagi memperhatikan nasib orang-orang miskin. Tetapi kalau dia pergi boleh jadi penampakan itu hilang padahal sudah bertahun-tahun mendoakan supaya peristiwa itu terjadi.

Rabbi itu tercabik di antara dua pilihan. Mengalami penampakan Allah atau memberi makanan kepada orang-orang miskin. Lonceng berbunyi lagi. Dengan berat hati rahib itu pun membuat pilihan. Dia meninggalkan penampakan itu dan pergi memberikan makanan kepada orang-orang miskin. Setelah hampir satu jam melakukan tugasnya, dia kembali ke kamarnya. Ketika membuka pintu kamar dia hampir tidak percaya karena penampakan itu masih ada di sana. Maka dia pun berlutut. Kemudian dia mendengar suara yang berkata: “Anakku, andaikata engkau tidak pergi membagikan makanan kepada orang-orang miskin, maka saya tidak akan menunggu engkau di sini.” Rahib itu telah memujudkan cinta kepada Tuhan melalui cinta kepada sesama.

Dalam Injil hari ini seorang ahli taurat bertanya kepada Yesus tentang hukum yang paling utama. Jawab Yesus  : “Hukum yang paling terutama ialah: Dengarlah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”

Pertanyaan ahli taurat tersebut sering menjadi pokok perdebatan di antara orang-orang Yahudi. Di dalam Yudaisme ada dua kecendrungan yang sangat menonjol. Tendensi pertama berusaha untuk mengembangkan hukum itu secara luas ke dalam ratusan bahkan ribuan peraturan. Tetapi juga ada kecendrungan lain yang coba merangkum semua hukum yang berlaku ke dalam satu kata atau pernyataan yang bersifat umum tetapi secara implisit mengandung semua hukum yang ada. Hilel, salah seorang Rabbi yang terkenal, dimintai oleh muridnya untuk memberikan kepadanya rangkuman semua hukum yang paling penting ketika ia sedang berdiri dengan satu kaki.  Hilel menjawab: “Apa yang engkau tidak suka orang lain perbuat terhadapmu, janganlah engkau perbuat terhadap orang lain. Ini adalah intisari dari semua hukum, sedangkan yang lain adalah komentar saja. Pergi dan pelajarilah itu.” Nabi Mikha menyebut tiga ketumaan untuk seorang Yahudi  yakni melakukan keadilan, berbelaskasih, dan bersikap rendah hati (Mikha 6:8).

Ketika si ahli taurat bertanya kepada Yesus tentang hal ini, sesungguhnya dia menanyakan sesuatu yang masih menjadi perdebatan di dalam pemikiran dan diskusi di antara para ahli.  Yesus menjawab pertanyaan ini dengan mengambil dua hukum yang paling utama dan menggabungkannya menjadi satu. Hukum yang pertama tentang mencintai Allah diambil dari Kitab Ulangan 6:4.  Seruan itu senantiasa diulangi oleh orang-orang Yahudi setiap kali melakukan ibadat. Oleh sebab itu, ketika Yesus menyampaikan perintah yang pertama, orang-orang Yahudi pasti akan menyetujuinya. Sedangkan bagian kedua tentang mencintai sesama diambil dari Kitab Imamat 19:18. Tetapi sesama yang dimaksudkan oleh Yesus di sini adalah semua manusia dan bukan cuma orang-orang Yahudi saja.

Tidak ada seorang pun ahli taurat sebelum Yesus yang berusaha menggabungkan kedua hukum ini menjadi satu seperti yang dilakukan oleh Yesus. Bagi Yesus intisari atau substansi dari agama adalah mencintai Tuhan dan sesama. Dengan menggabungkan kedua hukum ini, Yesus seolah mau mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk mencintai Tuhan adalah mencintai sesama manusia. Mungkin hal inilah yang harus kita perhatikan di dalam hidup. Bagaimana mungkin kita mencintai Tuhan yang tidak kelihatan tertapi membenci sesama yang hidup di sekitar kita. Apa lagi seturut penginjil Matius, Tuhan hadir di dalam diri orang-orang lapar, haus, telanjang, di penjara, sakit, dan lain-lain sebagaimana jelas tertulis Mat. 25: 31- 46  tentang pengadilan terakhir. Semoga firman Tuhan dalam injil hari ini menguatkan kita untuk terus berbuat baik kepada sesama teristimewa selama masa prapaska sebagai perwujudan dari cinta kepada Tuhan. Amin.

 

 

Credit Foto:Persahabatan seeokor anjing dan kucing, owunik.blogspot.com