RANG yang melakukan kekerasan terhadap sesamanya sering dikatakan “tak punya hati”. Hati adalah lambang kepekaan dan cermin kemanusiaan kita. Ketika merayakan Hati Yesus yang Mahakudus, kita mengenakan sosok Yesus yang hanya ingin menyelamatkan manusia dengan kelemahlembutan. Ketika Ia wafat dan tergantung di kayu salin, seorang prajurit masih melakukan kekerasan terhadap tubuh-Nya dan dari lambung Yesus yang ditikan itu “segera mengalir keluar darah dan air” (Yoh. 19:34). Keduanya adalah lambang penebusan dan pengampunan Allah melalui Yesus Kristus, satu-satunya sosok yang dapat mengalahkan segala bentuk kekerasan di muka bumi ini. Sesungguhnya kita diingatkan kembali bahwa kita diciptakan sebagai manusia yang berhati, dan bahwa hanya kelemahlembutan dari kemanusiaan kita itu dunia yang terluka ini dapat disembuhkan. Allah dilukiskan oleh nabi Hosea ingin menyembuhkan Israel, yang disebutnya sebagai “anak”, dengan “tali kesetiaan” dan dengan “ikatan kasih” (Hos. 11:4). Allah datang bukan untuk membinasakan, melainkan untuk menyelamatkan karena belas kasih-Nya.
Mungkinkah kejahatan dan kekerasan merajalela karena kita makin kehilangan belas kasih dan pengampunan? Hati Yesus adalah gambaran di dalam kemanusiaan, sesuatu yang juga kita miliki sebagai manusia. Dunia kita membutuhkan kehadiran figur-figur yang mampu menyejukkan suasana, menebarkan senyum perdamaian, dan mengungkapkan kasih yang tulus.
Tuhan Yesus Kristus, hati-Mu mencerminkan siapa sesungguhnya Allah yang maharahim itu. Semoga aku memiliki kerendahan hati untuk menanggapi kekerasan dengan kelemahlembutan, seperti yang telah Kautempatkan pada salib. Amin.
Sumber: Ziarah Batin 2018.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.