KHIR-akhir ini dunia peradilan Indonesia mendapat sorotan tajam. Bukan saja keputusan-keputusan peradilan yang acapkali mengusik hati nurani, melainkan begitu mudahnya satu sama lain saling melaporkan, berperkara di pengadilan dan kemudian menjatuhkan vonis terhadap yang lain. Kritik Rasul Paulus terhadap sikap jemaat Korintus yang saling memegahkan diri merupakan juga kritik yang menarik untuk kita. “Janganlah menghakimi sebelum waktunya” (1 Kor. 4:5).
Tindakan saling menghakimi dan menyalahkan satu terhadap yang lain jamak terjadi dalam masyarakat kita. Kebenaran diklaim hanya ada pada pihak tertentu. Orang begitu mudah dinistakan hanya karena tidak sepaham, berbeda pendapat serta dugaan-dugaan sepihak. Pihak yang merasa dirinya benar menganggap bahwa merekalah “allah” yang berhak menentukan kebenaran dan penentu keadilan. (1 Kor. 4:4b). Bila hati telah dibutakan oleh aroganis kekuasaan dan ideologi dangkal, yang lahir adalah ketidakmampuan melihat, mencermati dan mengakui adanya kebenaran dari pihak lain (Luk. 5:33). Dibutuhkan sikap bijak untuk saling menghormati serta menghargai segala perbedaan. Arogansi kekuasaan dan toleransi sempit akan melahirkan kepicikan dan matinya peradaban.
Sudahkah kita menghargai perbedaan dan mengakui kehadiran orang lain di sekitar kita? Sikap bagaimana yang mesti ditunjukkan dalam hidup bersama?
Allah Bapa yang Mahabaik, anugerahkanlah kedamaian dan sikap saling menghargai dalam kehidupan sehar-hari. Semoga perbedaan menjadi kekuatan untuk saling mencintai satu sama lain. Amin.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.