Anak Allah, ilustrasi dari www.itsalwaysautumn.com

Bacaan I: 1Yoh. 2:29-3:6, Bacaan Injil: Yoh. 1:29-34

Renungan:

Dalam pelbagai kesempatan berjumpa dengan orang banyak, Yohanes Pembaptis senang menyebut Yesus sebagai ‘Anak Allah’. Coba kita bayangkan jika semua pengikut Kristus atau orang Kristiani di zaman ini menyadari makna sebutan ‘Anak Allah’ ini. Kiranya sedemikian banyak denominasi atau Gereja-gereja atas nama Kristus yang saat ini berjalan sendiri-sendiri dan cenderung untuk saling berebut pengikut akan bisa bersatu jika sungguh menyadari dan menghayati kesatuan identitas sebagai ‘Anak Allah’ itu. Betapa tidak. Setiap komunitas atau jemaat, baik itu Ortodoks, Protestan, maupun Katolik, menyatakan diri sebagai pengikut Kristus atau orang Kristen. Sebagai pengikut Kristus, jemaat-jemaat itu tentu juga senang menyebut diri mereka sebagai ‘Anak Allah’. Dengan kata lain, walaupun memiliki nama atau judul yang berbeda, semuanya itu bernaung, bahkan bersatu di dalam satu nama, yaitu Kristus yang adalah ‘Anak Allah’. Yang membedakan hanyalah cara yang digunakan untuk memuji dan memuliakan Nama itu.  Tentu persatuan semacam itu akan sangat menyenangkan, serta menciptakan iklim yang sejuk.

Paga gilirannya, sebagai ‘Anak Allah’ Yesus juga menegaskan identitas-Nya dengan mengajar para pengikut-Nya menyebut Allah sebagai ‘Bapa Kami’ dalam doa yang diturunkan-Nya kepada para Rasul dan kepada kita semua. Setiap kali mendoakan doa tersebut, kita disadarkan akan dua hal. Pertama, identitas istimewa kita sebagai ‘Anak Allah’ yang diperkenankan menyebut Allah sebagai Bapa. Kedua, kesadaran bahwa kita sebagai jemaat, kumpulan ‘Anak-anak Allah’ dipanggil untuk menjalin persatuan dan kesatuan dengan jemaat-jemaat yang lain. Tentu yang dimaksud bukanlah menyatukan ajaran atau komunitas, melainkan menjalin relasi sebagai sesama saudara yang menyebut diri sebagai ‘Anak Allah’.

 Selain itu, dalam kesadaran diri sebagai sesama ‘Anak Allah’, kita disadarkan bahwa kita semua adalah anggota keluarga Kerajaan Allah yang satu. Bersama-sama, kita berusaha mewujudkan kepasrahan diri untuk menyambut dan menerima roti harian, makanan dan rejeki kita sehari-hari yang senantiasa disediakan Allah secara adil, tanpa perlu adanya upaya saling berebut. Kita diingatkan sekaligus disadarkan bahwa Allah sebagai Bapa kita tentu akan senantiasa menganugerahkan semua yang terbaik kepada kita anak-anak-Nya secara adil, tanpa memilih dan memilah secara tak adil. Semoga kita bisa semakin beriman kepada Allah, Bapa kita melalui Putera-Nya Yesus Kristus seperti seorang anak yang percaya bahwa bapaknya akan senantiasa memberikan yang terbaik untuk kehidupan yang semakin baik.