Kol 3:1-11; Luk 6:20-26
LALU Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa. Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat. Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan para nabi. Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu. Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, karena kamu akan lapar. Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, karena kamu akan berdukacita dan menangis. Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.”
Renungan:
Berbeda dengan Injil Mateus (5:1-12), Injil Lukas ini menampilkan Sabda Bahagia dan kemudian diikuti oleh Sabda Celaka. Penginjil Mateus menampilkan Sabda Bahagia dalam kesatuan yang utuh karena merupakan pengajaran khusus kepada para muridNya dan sekaligus ingin membangun sebuah karakter hidup yang mengandalkan Tuhan. Pengajaran Yesus dalam Injil Lukas ditujukan kepada orang banyak (bdk. Ay 17) sebagai sebuah pengajaran moral yang berdimensi sosial.
Orang miskin dipuji oleh Yesus karena dengan kemiskinannya itu ia menjadi orang lepas bebas dan mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Kemiskinan akan menyadarkan orang akan kerapuhannya. Orang menjadi mengerti tentang keterbatasan dirinya. Kemiskinan itu membuat orang bergantung pada Tuhan. Tentu yang dimaksudkan Yesus adalah sikap hidup dari orang miskin. Tidak ada orang yang miskin dan kemudian bahagia. Namun sikap hidup yang miskin akan membuat orang “ingat diri” bahwa dia membutuh pertolongan dan uluran tangan orang lain. Dia membutuhkan bantuan dan pertolongan Allah.
Sebaliknya orang kaya dikecam oleh Yesus karena mereka tidak mau lagi mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Mereka menjadi “penyembah mammon”. Anda tidak dapat menyembah Tuhan dan sekaligus menyembah mammon! Tentu Yesus memaksudkan agar orang kaya tidak terikat pada kekayaan dan melupakan Tuhan dalam hidupnya. Jadi Yesus mengecam lebih pada sikap hidup yang tidak mengandalkan Allah, namun mengandalkan kekayaannya.
Dalam banyak kesempatan kadang-kadang kita pun terbelenggu dengan kekayaan yang kita miliki. Godaan orang yang kaya atau orang yang makmur adalah melupakan Tuhan. Lihat saja di Eropa. Sudah banyak orang meninggalkan Tuhan karena hidup mereka sudah makmur. Kekayaan membuat mereka tertutup akan Tuhan dalam hidupnya. Moga-moga kita tetap setia pada Tuhan dan mengandalkan Dia dalan seluruh perjuangan hidup kita. *** (Rm. Mateus Mali, CSsR
Kredit Foto: Ilustrasi (Ist)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.