Rekomendasi Rapat Pleno Nasional Komisi Kepemudaan, 18-21 Juni 2024
1. Rapat Pleno Komisi Kepemudaan (Komkep) Indonesia dihadiri oleh Pengurus Komkep Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan masing-masing perwakilan dari 37 Komkep Keuskupan, dengan rincian 33 Ketua Komkep hadir dan 4 diwakili yaitu Komkep Keuskupan Agung Medan, Komkep Keuskupan Agung Merauke, Komkep Keuskupan Agung Samarinda dan Komkep Keuskupan Sorong. Selain itu, ada 26 keuskupan yang membawa serta satu pengurus komisinya. Total peserta rapat pleno Komkep 63 orang.
2. Rapat Pleno Komkep diadakan di Gedung KWI di Jakarta, 18-21 Juni 2024. Rapat Pleno mengambil tema “Rengkuh Tumbuh Orang Muda Katolik demi Gereja yang Viral dan Vital”. Tema ini diambil dari dua inspirasi. Pertama, dari Christus Vivit (CV), Seruan Apostolik Paus Fransiskus paskasinode 2018, yang menyatakan bahwa ada dua garis besar tindakan yang perlu dibuat dalam pendampingan OMK. Dua garis besar tindakan itu adalah Rengkuh dan Tumbuh. Atau dalam bahasa Paus Fransiskus outreach and growth atau penjangkauan dan pertumbuhan. “Saya (Paus Fransiskus) hanya ingin menggarisbawahi secara singkat bahwa reksa pastoral orang muda mencakup dua garis besar tindakan. Yang pertama adalah penjangkauan, ajakan, panggilan yang menarik perhatian orang-orang muda baru kepada pengalaman akan Tuhan. Yang lain adalah pertumbuhan, perkembangan dari suatu proses pendewasaan dari mereka yang telah menghidupi pengalaman tersebut” (CV 209). Inspirasi yang kedua tentang Gereja yang vital dan viral atau hidup dan menarik adalah dari surat Orang Muda Katolik (OMK) untuk Gereja Indonesia di akhir Indonesian Youth Day III Palembang 2023, “Dalam kesempatan ini, kami merasa beruntung karena terpilih sebagai utusan keuskupan kami. Oleh karena itu, kami hadir untuk saling menemani dan menopang agar bangkit dan bersaksi dalam mewujudkan GEREJA YANG VITAL DAN VIRAL. Vital, yaitu yang hidup dengan memberi dampak dan warna pada sesama dan alam semesta. Sedangkan Viral, yaitu bersaksi untuk menyuarakan sabda Tuhan melalui kebaikan dan pengorbanan diri” (Palembang, 29 Juni 2023).
3. Ada banyak hal yang dapat disyukuri dari perjalanan pendampingan OMK Indonesia tiga tahun terakhir, mulai dari berjalan dengan baiknya selebrasi Indonesian Youth Day III Palembang, keikutsertaan Indonesia dalam World Youth Day Lisbon 2023, dan tentu saja karya-karya bersama Komkep KWI bersama Komkep Keuskupan dalam merengkuh dan menumbuhkan OMK, meningkatkan kapasitas pendamping, dan lebih dalam lagi selalu percaya bahwa karya pendampingan ini selalu melibatkan peran Roh Kudus. Meski begitu, pendampingan OMK juga terus-menerus menghadapi tantangan baru, masa-masa setelah pandemi yang menghadirkan kesulitan-kesulitan baru dalam pencarian pekerjaan dan kesehatan mental, kemajuan teknologi digital, rusaknya lingkungan hidup, berkurangnya kesadaran kritis pada demokrasi yang sehat, modernisasi termasuk dalam cara hidup dan cara berpikir yang makin individualistis. Berhadapan dengan pengalaman krisis atau pergumulan hidup yang membuat OMK mengalami “luka” ini, OMK seringkali tidak menemukan jawaban terhadap keprihatinan-keprihatinan, kebutuhan-kebutuhan, masalah-masalah, serta luka hati mereka. Di sisi lain, orang dewasa menemui kesulitan untuk mendengarkan OMK. Singkatnya, dalam konteks kristiani, pembedaan roh menunjukkan Roh Baik selalu menjaga agar relasi-relasi antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan sesama, manusia dengan alam, tetap baik. Namun, di lain pihak, Roh Jahat sebaliknya mengajak manusia untuk membuat pilihan-pilihan yang merusak relasi-relasi tersebut.
4. Dengan melihat tantangan-tantangan baru ini, panggilan pertama dari rapat pleno 2024 ini adalah: mendengarkan dan melibatkan peran Roh Kudus dalam pendampingan. Roh Kudus membantu kita menyadari kasih Kristus yang sedemikian besar dalam hidup manusia (pengosongan diri Yesus, Fil. 2:5-7) sekaligus panggilan untuk menjadi serupa dengan Dia: menjadi “penolong yang sepadan” (Kej. 2:18, bdk. Kej. 1:26, Kej. 2:7). Panggilan untuk menjadi penolong yang sepadan ini tidak hanya untuk pendamping OMK, tetapi juga antara orang muda dan orang muda karena justru orang mudalah yang dipanggil untuk menjadi orang pertama yang membawa pesan Injil untuk teman-teman mereka. Selain mendampingi, menemani, panggilan ini sekali lagi juga berdampak langsung bagi penyembuhan “luka” hati karena masing-masing menjadi penolong bagi yang lain. Bagi pendamping, panggilan ini membuat mereka idealnya lebih terbuka dengan karya Roh dalam diri orang-orang muda. Masuk lewat pintu mereka, keluar lewat pintu yang dibangun bersama. Perjalanan pendampingan OMK merengkuh semua orang muda Katolik, termasuk mendengarkan dan berjalan bersama yang terluka. Kesadaran afektif, sensitivitas pada luka dan krisis, adalah langkah awal Gereja, termasuk di dalamnya pendamping dan orang muda sendiri, yang menjadi “ibu” bagi semua orang, bisa menangis bersama yang luka, dan melangkah bersama menyembuhkan luka-luka (ingat kisah Our Lady of Akita, tentang Bunda Maria – bunda Gereja yang menangis. Catatan kunjungan ke Taman Doa Our Lady of Akita).
5. Panggilan yang kedua, yang bersumber dari panggilan pertama, adalah kesediaan terus-menerus merengkuh orang muda dengan segala situasi dan kenyataan hidupnya. Alat bantu hasil survei militansi iman OMK Indonesia dan Focus Group Discussion (FGD) dalam kesempatan IYD III Palembang menunjukkan bahwa ada banyak hal positif yang dimiliki OMK meski rerata militansi iman mereka dalam taraf sedang (lih. Militansi Iman OMK Indonesia). Hal-hal positif itu terwadahi semakin jelas dari proses FGD sebelum pleno tentang Profil OMK Indonesia, baik itu tentang kepribadian, minat dan aktivitas, potensi diri, dan gaya hidup. Meski begitu ada tantangan-tantangan internal dan eksternal yang orang muda alami yang menantang para pendamping untuk terus kreatif menemukan strategi mengembangkan potensi OMK Indonesia untuk mewujudkan harapan profil OMK yang BERINTEGRITAS: berani menjadi pemimpin, empati tinggi dan peduli pada sesama, rela berkorban, inisiatif dan kreatif, bernalar kritis dan etis, tanggap (responsif) dan peka, eksis pada talenta yang dimiliki, bergerak bersama dalam dan lintas komunitas, resiliensi atau memiliki kemampuan adaptasi yang tangguh dalam situasi sulit untuk mental yang sehat, beriman Katolik dengan militan (yang berarti memiliki ketrampilan membedakan Roh), terlibat berperan pada isu-isu sosial, aktif melakukan evangelisasi, dan setia pada komitmen (lih. Profil OMK Indonesia).
6. Dapat disimpulkan secara singkat, 1) bahwa OMK adalah anak-anak Allah dan anggota Gereja Katolik di tengah perkembangan dunia yang sangat dinamis, 2) bahwa OMK adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, bagi lingkungan sekitarnya, dan bagi perubahan dalam masyarakat, 3) bahwa OMK dianugerahi talenta dan potensi yang unik. Keyakinan baru ini akan membantu pendamping untuk menemukan pintu masuk atau jalan-jalan menarik mengajak OMK. “OMK tahu bagaimana mengorganisasi festival, kompetisi olah raga, dan mereka juga tahu bagaimana mewartakan Injil melalui media sosial dengan pesan-pesan, nyanyian, video, dan cara-cara lainnya” (CV 210). Dengan kata lain, setelah mempunyai keyakinan baru, seorang pendamping OMK perlu melibatkan OMK itu sendiri. Pelibatan itu bisa dilakukan dengan mendorong OMK dan memberinya kebebasan bertindak agar mereka bersemangat dalam misi pewartaan di lingkungan-lingkungan orang muda. Kegiatan-kegiatan yang mungkin dibuat juga adalah “retret orang muda”, pembicaraan santai di tempat-tempat berkumpulnya orang muda, di waktu istirahat jam kuliah atau kerja, dan berbagai cara lain menyesuaikan situasinya. Hal paling penting dari pelibatan anak-anak muda untuk merengkuh teman-temannya yang muda adalah “bahwa setiap orang muda menemukan keberanian untuk menebarkan benih pesan pertama di tanah yang subur itu, yakni hati orang muda lainnya” (CV 210).
7. Dalam rengkuh, seorang pendamping harus mengutamakan bahasa kasih daripada penghakiman, bahasa keakraban daripada menggurui, menyentuh hati, membangkitkan pengharapan, semangat, dan sukacita, juga kerinduan untuk berelasi dengan Allah. Ada banyak godaan untuk menempatkan diri pendamping sebagai orang yang paling tahu, padahal sebenarnya tidak; paling benar; cenderung menyalahkan dan membuat catatan-catatan negatif. Orang muda Katolik sangat merindukan sosok pendamping yang bisa menjadi teman, seperti yang muncul juga dalam survei dan FGD. Dalam CV, orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang menggunakan bahasa penuh kasih, mau memberikan diri dan rendah hati untuk mendengar, dan meski punya kelemahan, mau menjalin relasi yang dekat dengan Yesus. Bagaimana mungkin menjadi pendamping OMK jika ia sendiri tidak mencintai ekaristi, berdoa, membaca Kitab Suci, dan pengungkapan iman lainnya?
8. Di tengah dunia dengan perkembangan digital yang luar biasa, termasuk di dalamnya kecerdasan artifisial, seorang pendamping juga tidak boleh berhenti belajar untuk bersama orang muda mewujudkan kerygma (pewartaan) di dalam bahasa orang-orang muda zaman sekarang. “Hendaknya, itu dibuat dengan menggali dari berbagai sumber: kesaksian-kesaksian, lagu-lagu, saat-saat adorasi, refleksi rohani dari Kitab Suci, dll” (CV 214). Perlu keberanian para pendamping OMK juga untuk berjejaring melibatkan komisi-komisi lain, komunitas, para ahli dalam bidang-bidang lain untuk pendampingan OMK, misalnya bidang psikologi, bidang ilmu komunikasi, bidang teknologi digital, bidang ekologi, dll. Jangan pernah dilupakan tujuan semula dalam rengkuh ini yaitu ajakan panggilan yang menarik perhatian orang-orang muda kepada pengalaman akan Tuhan. Relasi dengan Tuhan dan Gereja-Nya harus menjadi lebih erat dan membawa kegembiraan dalam hidup OMK.
9. Paragraf-paragraf tentang panggilan merengkuh ini hanya bisa dipetakan jika pendamping, dalam arti ini Komkep, terbuka untuk terus mengevaluasi diri. Komkep KWI menyiapkan sarana evaluasi diri yang akan dipakai untuk mengevaluasi karya pendampingan Komkep KWI dan Komkep Keuskupan. Selain itu, kesadaran untuk memiliki kerangka karya yang jelas dalam pendampingan orang muda juga sangat dibutuhkan sebagai acuan pendampingan mengingat penugasan-penugasan yang tidak mandeg, terus berubah, bagi para imam atau awam yang mendapat tugas menjadi bagian dari Komkep itu sendiri.
10. Setelah merengkuh, panggilan ketiga adalah panggilan untuk bertumbuh bersama orang muda Katolik dalam kasih yang nyata. Yang dimaksud dengan bertumbuh ini bukan pertemuan-pertemuan yang membahas soal doktrinal dan moral yang menakutkan dan membosankan. Yang dimaksud dengan bertumbuh adalah perwujudan dari relasi yang akrab dengan Yesus dan Gereja-Nya. Perwujudan iman ini “membangkitkan dan mengukuhkan pengalaman-pengalaman yang menopang kehidupan Kristiani” (CV 212). Paus mengutip kata-kata Romano Guardini, “Ketika kita mengalami cinta kasih yang hebat, segala sesuatu yang hebat terjadi dan menjadi bagian dari peristiwa di dalamnya” (CV 212). Artinya, pengalaman cinta yang ditemukan dalam rengkuh, bertumbuh dalam perwujudan kasih pada sesamanya, atau dalam bahasa survei dan FGD, di dalam “cara hidup”. Singkat kata, merengkuh adalah tindakan pengungkapan iman dan kerygma (pewartaan), dan menumbuhkan adalah perwujudan relasi yang erat itu dalam kasih persaudaraan, dalam hidup berkeluarga, komunitas, dan pelayanan.
11. OMK perlu diajak mempunyai “sense of crisis” dan kemudian berani “keluar” dari dirinya. Kasih persaudaraan sebagai “perintah baru” (Yoh. 13:34) dan “kegenapan hukum Taurat” (Rom. 13:10) perlu dinyatakan lewat kegiatan yang bertema solidaritas, pelayanan, ekologis, kepedulian dengan mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel atau dalam paparan Ibu Karlina Supelli disebut “memajukan kesejahteraan umum” (lihat catatan Ibu Karlina Supelli untuk Rapat Pleno Komkep Indonesia). “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Mat. 5:16). Jika mengutip dari enam landasan Hari Orang Muda Sedunia (Pedoman Pastoral Hari Orang Muda Sedunia di Gereja Partikular), bertumbuh berarti menjadi pribadi yang hidup kudus lewat kebaikan-kebaikan sederhana dalam hidupnya, membangun persaudaraan dengan siapa saja, serta bersedia diutus untuk membawa harapan bagi mereka yang lemah dan tersingkir.
12. Para pendamping OMK yang menemani orang muda bertumbuh nampaknya berlomba dengan budaya digital untuk merebut hati orang muda generasi Z yang hidup bersama dengan berbagai aplikasi media sosial (catatan Damar Juniarto dalam Rapat Pleno Komkep Indonesia dan Kunjungan ke WIR Group). Pilihan berjalan bersama bukan membuat para pendamping hanya sekedar ikut arus, tapi mengambil peluang membuat strategi pendampingan, mengikuti kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kapasitas pendamping dan OMK, misalnya literasi digital dan keamanan digital untuk mempersiapkan pendamping dan orang muda hidup di zaman digital ini. Bagaimanapun kecerdasan artifisial adalah sarana perpanjangan pikiran, membantu manusia bukan memperbudak manusia, tapi tidak bisa menggantikan hati nurani. Pelatihan-pelatihan yang diadakan sebagai kesempatan bertumbuh membantu teman-teman muda menguasai teknologi dan menggunakannya untuk pewartaan kabar baik.
13. Pendamping OMK juga perlu mengajak orang muda bertumbuh dalam kepedulian terhadap kerusakan alam karena ketika kita merawat lingkungan bumi, kita merawat diri kita (Catatan Wilma Chrysanti dalam Rapat Pleno Komkep Indonesia dan Kunjungan ke Hutan Mangrove). Kesadaran akan krisis ekologi ini tidak selalu bisa pertama-tama dilakukan dengan langsung menawarkan pada mereka isu besar tentang kerusakan lingkungan. Orang muda bisa diajak lebih dulu untuk menjadi fasilitator di komunitas tertentu, diberi masukan tentang green economy, diajak untuk belajar dari pengalaman langsung lewat live in. Metode-metode ini bisa dipakai untuk membangkitkan kesadaran afektif yang makin kritis untuk kemudian melakukan sesuatu bagi keselamatan bumi.
14. Dalam berdemokrasi, orang muda memiliki bentuk keterlibatan yang berbeda. Tidak apatis dengan politik, tapi belum ambil bagian secara publik, cenderung melakukan hal-hal baik dalam ranah privat. Ajakan untuk bertumbuh menjadi pemimpin yang membuat perubahan dalam masyarakat mengandaikan adanya “pelatihan informal, bukan insidental” (catatan Ibu Karlina Supelli). Para pendamping mengajak orang muda menjadi jembatan, penolong yang sepadan, untuk mereka yang menderita, alam yang rusak, sahabat yang kehilangan harapan, dll dengan membuat “train the trainers” yaitu para pemimpin muda yang memiliki kepekaan afektif pada krisis dan bisa membuat pilihan keberpihakan untuk membawa perubahan yang baik, harapan, dan sukacita.
15. Tiga panggilan: dekat dengan Allah, merengkuh, dan menumbuhkan OMK, terumuskan sebagai rekomendasi bagi Pendamping OMK. Dalam hal ini, yang disebut Pendamping OMK tentu saja Komkep serta mereka semua yang berkehendak baik dalam pelayanan untuk orang muda (Para Bapa Uskup, Para Pastor, Moderator orang muda, orang tua, orang-orang yang lebih dewasa, dll). Rekomendasi di atas menentukan beberapa rencana tindak lanjut berikut ini:
- Pendamping OMK membangun relasi yang erat dengan Tuhan, mendengarkan Roh berkarya dan terlibat dalam hidup dan perutusannya sebagai pendamping orang muda.
- Pendamping OMK dalam hal ini juga para Pastor, Bapa Uskup, orang tua, orang-orang yang lebih dewasa, dan semua yang berkehendak baik dalam pelayanan orang muda mewujudkan penerimaan yang ramah pada OMK dengan berbagai macam krisis yang mereka alami. Sangat penting menjadi role model bagi orang muda, yang menjadi teman, mau mendengarkan. Profil OMK Indonesia dan Potret Militansi Iman OMK Indonesia dapat digunakan sebagai referensi pendampingan orang muda.
- Pendamping OMK bekerja bersama dengan berbagai pihak untuk membangun “rumah” persaudaraan/komunitas di mana orang merasakan kasih Allah. Rumah yang dimaksud bisa jadi bukan suatu bangunan tapi suasana yang membuat mereka merasakan kasih Tuhan sendiri, misalnya membaca Kitab Suci, adorasi bersama, berziarah, naik gunung, misa alam, katekese yang menarik, dll., di mana kegiatan ini bisa dilakukan di mana saja karena komunitas yang akrab dan saling menumbuhkan.
- Pendamping OMK bersama berbagai pihak secara kreatif dan berdasar kebutuhan orang muda, menyediakan arena atau tempat bagi orang muda untuk mengembangkan diri dengan berbagai aktivitas perjumpaan bisa berupa kafe paroki, sarana olah raga, dll. Di arena ini, ada ruang untuk membangun persahabatan, refleksi bersama, rekreasi, diskusi, atau mengembangkan bakat minat yang dimiliki orang muda,
- Komkep terbuka pada penilaian mandiri untuk memetakan perjalanan pendampingan orang muda, untuk mengevaluasi diri demi bertumbuhnya pendampingan orang muda yang semakin baik, serta mencari kemungkinan untuk saling bantu antar keuskupan.
- Pendamping OMK terbuka pada kesempatan-kesempatan yang ditawarkan Komkep KWI untuk mengikuti kursus/diklat/kampus para pendamping OMK atau kegiatan serupa untuk meningkatkan kapasitas pendamping. Pendamping OMK atau Komkep Keuskupan juga dapat proaktif meminta Komkep KWI memberikan peningkatan kapasitas pendamping OMK di keuskupan atau komunitas pendampingan orang muda.
- Komkep Keuskupan bersama Komkep KWI membuat acuan kerangka karya Komisi Kepemudaan di keuskupan sambil terus melanjutkan praktik baik yang selama ini sudah terjadi.
- Pendamping OMK mengembangkan pelayanan pastoral orang muda yang populer dengan semakin banyak berjejaring lintas komisi, komunitas, pelibatan para ahli dari berbagai bidang ilmu sesuai konteks.
- Pendamping OMK kreatif membangkitkan kepekaan afektif orang muda lewat live in, belajar bersama, formasi/kaderisasi agar orang muda bertumbuh dalam misi solidaritas dengan alam dan sesama, terhadap mereka yang menderita. Pelatihan-pelatihan yang ada bisa didorong untuk mencapai profil OMK BERINTEGRITAS. Misalnya, pelatihan kepemimpinan, kaderisasi, pelayanan konsultasi psikologis, pembelajaran tentang Ajaran Sosial Gereja yang menarik, pengembangan kemampuan digital atau media sosial, perjumpaan dengan teman-teman yang berbeda agama, dll.
16. Pembicaraan dalam rapat pleno Komkep Indonesia ini juga menyebut tentang pentingnya dana dalam karya pendampingan untuk orang muda. Dana bagi karya pendamping OMK adalah tanggungjawab bersama Gereja Katolik, tidak hanya Komkep dan OMK. Pendanaan karya pendampingan OMK dapat pula berasal dari sumber-sumber pendanaan lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum dan ajaran gereja, melalui kolaborasi dengan pihak-pihak terkait yang memiliki perhatian terhadap OMK.
17. Akhir kata, rekomendasi ini mengajak kita untuk tidak hanya berhenti melihat data tapi memikirkan bersama apa yang bisa kita buat dalam pendampingan OMK untuk mewujudkan Gereja Katolik yang semakin hidup dan menarik. Seperti halnya iman itu bertumbuh, begitu pula OMK Indonesia bertumbuh dalam kedewasaan iman mereka. Menjadi militan atau tidak juga sangat tergantung dari bagaimana Gereja, pendamping OMK, memberi tempat pada OMK untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam perjalanan bersama, sinodalitas.
18. Paus Fransiskus dalam pesannya kepada para pendamping OMK menyampaikan demikian, “izinkan saya menyimpulkan dengan menekankan pentingnya untuk terus mendengarkan generasi muda. Mendengarkan secara nyata, bukan “setengah hati”. Kaum muda tidak boleh dipaksa untuk mempromosikan ide-ide dan kegiatan-kegiatan yang sudah diputuskan orang lain, atau yang tidak benar-benar memenuhi kebutuhan mereka. Tidak. Generasi muda harus dilibatkan dalam dialog, dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Mereka harus merasa bahwa mereka ambil bagian secara penuh dan aktif dalam hidup menggereja dan yang terpenting, mereka dipanggil untuk menjadi orang pertama yang membawa pesan Injil untuk teman-teman mereka” (Address of His Holiness Pope Francis to Participants in the Internasional Congress on Youth Ministry of the Dicastery for the Laity, Family and Life, hal. 4). Terima kasih untuk komitmen kita dengan dan untuk orang muda. Kita lanjutkan perjalanan sinodal kita dengan sukacita untuk menyampaikan kabar baik bahwa Yesus hidup. Kabar ini adalah kabar sukacita, penghiburan, dan harapan bagi banyak orang terkhusus orang muda.
***
Misa Pembukaan Rapat Pleno Nasional, Komisi Kepemudaan
Doc: Komkep/Komsos
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.