Dengan berakhirnya sebuah pertemuan, kegiatan merangkum hasil merupakan sesuatu yang tidak mudah. Namun, satu hal adalah penting ialah bahwasanya pertemuan telah berlangsung dengan baik dan pada tempatnya mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara serta semua pihak yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya, masing-masing peserta membawa dalam dirinya suatu wawasan kaya nilai dan mutu dalam menggerakkan tanggungjawab pelayanan setempat.
Pertemuan Regio PSE Nusa Tenggara merupakan bentuk pelayanan bersama dalam kerasulan sosial ekonomi, di mana pembelajaran berbagi menempati urutan utama. Syering pengalaman pastoral PSE adalah suatu bentuk kesaksian iman dalam memajukan kemanusiaan. Proses pembelajaran bersama ini tidak dimaksudkan untuk mengedepankan keunggulan masing-masing, tetapi bagaimana menghadapi lingkungan manusiawi yang berkekurangan ditinjau dari sudut persekutuan gerejawi setempat. Kecakapan dalam mengutarakan ‘penilaian diri” selalu menjadi persoalan tersendiri, yang mengangkat keangkuhan dalam pendekatan pastoral yang nampaknya “menghakimi” di luar konteks yang tepat.
Pertemuan bersama ini, pada dasarnya, harus menjadi refleksi diri, agar kepercayaan persekutuan gerejawi yang diberikan mengalami cara pandang yang berbantuan dari kemitraan yang terintegrasikan dalam nuansa bersaudara. Kenyataan ini menumbuhkan kembali kerjasama kolaboratif dalam wawasan kerasulan sosial ekonomi. Oleh karena itu, pertemuan regional telah menjadi sebuah ruang gerak belajar kembali dalam “mimpi yang sama”, yaitu pulihnya kinerja pelayanan yang mengutamakan saudara-saudari yang berkekurangan. Tanpa merujuk pada kesombongan diri, nyatalah bahwa semua peserta sadar akan nilai pembelajaran bersama dalam menanggapi persoalan kemanusiaan setempat.
Pengucapan-pengucapan animatif yang biasanya dijalankan setempat menemukan diri dalam pusaran perutusan yang dialami secara berbeda oleh masing-masing, biarpun semangat dasar dan tujuan utama adalah sama, yaitu solidaritas Kristiani yang efektif. Kerasulan sosial ekonomi tidak mempunyai tanggungjawab untuk mengumpulkan kekuatan diri, tetapi kewajiban untuk mengosongkan diri demi menerima Kekosongan Mutlak yang mampu melimpahkan segalanya. Keremajaan dalam kehadiran energetik nampaknya muncul sebagai kendala, tetapi padaa galibnya bukanlah demikian, karena hal utama adalah bagaimana menapakkan langkah pada warisan kerasulan yang sudah terjadi. Dengan demikian keluhan-keluhan sebenarnya bukanlah berasal dari luar, tetapi dari kemampuan diri untuk menanggapi kepercayaan pelayanan yang diserahkan kepada masing-masing. Benturan-benturan tata laksana kerasulan sosial ekonomi hendaknya digantikan dengan pengharapan akan terbentuknya nilai-nilai hidup yang berlaku selamanya dalam prutusan Gereja kita.
Dengan menyadari kegelisahan yang tiada ujung pangkalnya dalam kerasulan sosial ekonomi, para Rasul PSE selalu bergembira dalam menyuburkan pelayanan kemanusiaan dengan menjalin kerjasama bersesama dan bersaudara. Alasannya adalah bahwasanya rasul-rasul PSE hanya mempunyai satu tujuan, ialah memberitakan kabar gembira dalam memajukan kemanusiaan semua orang, khususnya teman-teman seiman.
Kewajiban iman ini tidak tergantung pada keunggulan para rasul, tetapi pada inspirasi Roh Kudus yang menjiwai persekutuan gerejawi, agar mampu hidup berdaya tahan, berdaya tarik dan berdaya pikat dalam gerakan bersama yang berkelanjutan secara manusiawi. Dengan menjalani temu regional PSE, mudah-mudahan kehausan akan “kuasa”, artinya “paling hebat”, berubah menjadi kesahajaan rasional untuk setia dan berani melanjutkan pengabdian bersesama, bagimanapun keterbatasan dan kekurangannya. Beranilah dan bersemangatlah, hai rasul-tasul PSE, untuk melaksanakan mandat pemajuan manusiawi dan jangan tawar hati karena hubungan-hubungan keduniawian yang membuat kebekuan dan kekakuan dalam pelayanan pastoral PSE.
Kesetiaan akan nilai-nilai Kerajaan Allah yang terungkap dalam perutusan Uskup setempat harus menjadi kekuatan dan daya dorong bagi para rasul PSE, dan dengan daya ini mereka mengadakan jalinan persahabatan pastoral dengan para Pastor Paroki dan parapihak yang berkehendak baik, agar parapihak yang berkepentingan tidak terlantar dan terpinggirkan.
Pendekatan pastoral bersahabat dengan para Pastor Paroki adalah jalan masuk untuk membangkitkan serta menggerakkan sumber daya yang terbenam dalam diri saudara-saudari yang berkebutuhan istimewa ditinjau dari sudut pemajuan manusiawi. Kecakapan pastoral ini harus tumbuh dalam diri para rasul PSE, agar sikap tahu diri dan sadar diri semakin menjadi kesukaan semua pihak untuk melibatkan diri, mengembangkan kebersamaan dan mencerdaskan hati nurani demi keutuhan cita-cita Pencipta yang tertanam dalam diri setiap orang, utamanya yang berkekurangan dan terpinggirkan dalam proses humanisasi.
Jalinan kerjasama bersaudara ini pasti mampu menyaksikan gerakan bersesama dalam mewujudkan solidaritas Kristiani yang efektif serta produktif dalam iman dan karya. Oleh karena itu para rasul PSE, dalam hal ini para pelayan Komisi PSE Keuskupan, tidak perlu berkecil hati, gelisah atau pun kecewa, karena perutusan kemanusiaan ini bukanlah miliknya, tetapi anugerah yang mendebarkan hati, bila tidak dilaksanakan dengan baik dan benar. Kita adalah pelayan dan karena itu berada di rumah orang lain.
Biarpun demikian, kita harus berlaku sebagai “pemilik” rumah itu dan berkewajiban untuk memelihara, merawat dan memberdayakan rumah tersebut, biarpun sewaktu-waktu sebutan “pemilik” dapat berganti. Inilah keistimewaan dari perutusan rasul PSE dalam pastoral sosial ekonomi. Kerasulan sosial ekonomi bukanlah milik para rasul PSE, tetapi ruang gerak di mana para rasul PSE belajar melakukan perannya sebagai murid-murid Kristus yang sejati dengan kecakapan profesional ‘dari hati ke hati’.
Kerajinan dalam menelusuri, menganalisis dan melakukan kerasulan sosial ekonomi sebagai bagian keterlibatan Gereja dalam perihal barang-barang duniawi, menegaskan upaya-upaya nyata melalui gerakan bersama gerejawi, yaitu Aksi Puasa Pembangunan, Hari Pangan Sedunia serta Bentuk-bentuk Kerjasama Pemberdayaan Manusiawi seperti kerjasama keuangan dalam bentuk koperasi:
Aksi Puasa Pembangunan
Persekutuan gerejawi setempat melakukan gerakan penyadaran yang mendorong seluruh umat untuk membangkitkan pembaruan hidup iman menuju keseimbangan mutu hidup yang menumbuhkan kembali kesaksian kemuridan Kristus. Dalam upaya puasa Prapaskah, persekutuan gerejawi diharapkan mampu menemukan kembali wujud kemuridan yang dipanggil untuk memerhatikan pembaruan diri dengan menjalani perbuatan pantang dan puasa sebagai tanda pengosongan diri demi kebaikan bersama.
Hasil dari gerakan penyadaran ini mewujud dalam kegembiraan kebangkitan “baru” yang terungkap dalam kebugaran rohani dengan sikap bersesama yang nyata, yaitu persembahan amal kasih, yang lazimnya disebut “dana aksi puasa”.
Dana aksi puasa adalah “milik” persekutuan gerejawi yang meluas dengan sikap berbagi untuk menyertai upaya-upaya pemberdayaan mutu hidup dari saudara-saudari yang berkekurangan ( pengetahuan, ketrampilan, kedaruratan manusiawi dan pemberdayaan sumber hidup), agar gerakan pembangunan bagi semua mendapatkan kepedulian yang efektif dan produktif.
Gerakan penyadaran ini menjadi penegasan hidup persekutuan gerejawi akan nilai-nilai kemanusiaan dalam konteks budaya kasih yang mensyukuri kemurahan hati, belaskasihan, solidaritas kristiani dan keugaharian dalam mengembangkan persaudaraan sejati. Melalui kerjasama berbagi, persekutuan gerejawi baik nasional maupun diosesan mengalami Kegembiraan Injil Yesus Kristus dalam perjalanan hidup bersama.
Menurut kesepakatan para Waligereja Indonesia, dana aksi puasa berbagi kegembiraan bersama sebagai berikut: 15 % Panitia APP Nasional, 10% Panitia Dana Salidaritas Antar Keuskupan, 5% Dana Kemanusiaan Karina KWI dan 70% Dana Kemanusiaan di masing-masing Keuskupan, yang penggunaannya ditetapkan oleh Uskup setempat. Dana solidaritas persekutuan gerejawi ini memperluas pandangan kemanusiaan sebagai dampak dari sikap rela berbagi dalam semangat bersaudara.
Gerakan penyadaran APP ini semakin menjadi kegembiraan bersama selama masa puasa, karena keterlibatan aktif dan kreatif dari seluruh persekutuan gerejawi setempat ( Uskup dengan Surat Gembala Puasa, Komisi PSE sebagai penggerak Panitia setempat (nasional dan diosesan), Pastor Paroki bersama Dewan Pastoral Paroki/ Seksi Sosial Paroki atau Panitia APP Paroki, Pemimpin umat setempat yang melibatkan seluruh umat) yang semakin sadar akan makna dan nilai pembaruan diri sebagai murid-murid Kristus yang dikenal karena olah hidup iman yang terungkap dalam karya amal kasih.
Diharapkan bahwa hasil olah hidup iman akan wafat dan kebangkitan Kristus senantiasa menghadirkan cakrawala baru dan meluas dalam perjalanan bersama sepanjang tahun, agar faedah pembaruan diri semakin membantu upaya-upaya pemberdayaan hidup sesama yang memerlukan kepedulian khusus dalam proses pemberdayaan martabat manusiawi bagi semua. Dengan demikian menjadi nyata bahwa hidup iman bukanlah suatu urusan pribadi semata, tetapi urusan publik yang didukung oleh kebersamaan bersaudara dan berdaulat.
Hari Pangan Sedunia
Sejak awal upaya masyarakat dunia untuk menyoroti dan memperhatikan “pangan”, Gereja Katolik telah melihatnya sebagai bagian dari perutusan Gereja dalam dunia. Sebagai upaya pastoral yang melekat dalam perutusannya, Gereja mendorong persekutuan gerejawi untuk melibatkan diri dalam menggerakkan masyarakat akan tanggungjawab bersama perihal keamanan, ketahanan dan kesehatan pangan bagi semua. Pendekatan Gereja selalu bercorak pastoral, yaitu menyadarkan hubungan-hubungan manusiawi yang secara mendasar berbagi atas sumber-sumber pangan yang mendukung mutu hidup bagi semua.
Masyarakat dunia, termasuk masyarakat setempat kita, masih mengalami ketidak-seimbangan dalam proses penyediaan pangan bagi semua. Di tengah kelimpahan akibat kemajuan ilmu dan teknologi, sebagian masyarakat dunia masih mengalami kekurangan, bahkan kelaparan, dalam hal pangan. Persekutuan gerejawi memandang dirinya sebagai bagian masyarakat dunia yang bertanggungjawab juga atas pulihnya kebutuhan-kebutuhan mendasar manusiawi. Kesadaran ini membuat persekutuan gerejawi setiap tahun melapangkan pemikiran dan upaya dalam perihal pangan dengan mengemukakan wawasan etis manusiawi.
Dalam kaitannya dengan Hari Pangan Sedunia, persekutuan gerejawi kita di Indonesia melakukan program kegiatan yang berkenaan dengan upaya penguatan pangan dalam masyarakat. Secara bertanggungjawab, persekutuan gerejawi bergerak untuk memperindah keutuhan ciptaan, agar tanah sebagai sumber pangan utama mendapat penghormatan, pemeliharaan, perawatan serta pemberdayaan menurut daya dukung yang tersedia setempat, misalnya dengan gagasan pertanian selaras alam dan tindakan pelestarian lingkungan hidup. Dengan mengindahkan daya dukung alam setempat, persekutuan gerejawi memberikan sumbangan bagi pendekatan layak manusiawi terhadap tindakan-tindakan kekerasan yang merusak alam ciptaan.
Gereja sadar akan anugerah akal budi bagi manusia. Olehnya, tata kelola pemberdayaan pangan pantas mengedepankan upaya-upaya yang secara rasional memengaruhi kebijakan-kebijakan yang berpihak pada pembangunan yang berkelanjutan secara manusiawi. Program Hari Pangan Sedunia dalam persekutuan gerejawi menganggap perlu bahwa parapihak yang berkepentingan dengan perihal pangan semakin bertanggungjawab dalam proses pengadaan, pembudi-dayaan dan pembagian pangan, agar semua orang dapat melibatkan diri dan menikmati ketersediaan pangan demi kelayakan hidup manusiawinya.
Di tengah tantangan berat akan persoalan pangan akibat keserakahan manusia(perubahan iklim, polusi, hancurnya hutan dan daya dukung tanah, bencana alam etc), gerakan HPS Gereja melalui upaya-upaya berskala kecil tetapi pasti, ingin menggerakkan (melibatkan, mengembangkan dan mencerdasakan) persekutuan gerejawi untuk melakukan tata kelola pangan dengan tindakan-tindakan yang berkelanjutan secara manusiawi: pertanian selaras alam, pemakaian saprotan organik, peternakan dan perikanan yang sehat manusiawi, pengembangan pangan setempat dll. Jadi, persoalan pastoral dalam hal pangan, bukanlah pertama-tama persoalan teknis, tetapi persoalan manusiawi, yaitu tanggungjawab yang baik dan benar dalam memastikan keamanan dan kedaulatan pangan bagi semua.
Kehadiran pangan yang sehat bagi semua akan membantu perbaikan gizi masyarakat dan pada gilirannya memperkuat daya kerja manusiawi untuk menghasilkan pangan yang cukup. Gerakan HPS menjadi salah satu pendukung pemberdayaan hidup, agar kemiskinan yang masih merajalela semakin terkikis dari perjalanan peradaban manusiawi. Dengan demikian gerakan HPS juga menjadi ruang lingkup pendidikan pembangunan mutu hidup manusia, karena kehadiran hidup gizi yang benar akan menghalau pelbagai penyakit.
Salah satu bagian dari perayaan HPS kita adalah dana HPS. Kerelaan berbagi dalam mendukung pemberdayaan pangan juga merupakan suatu berkat dalam program HPS Gereja kita. Para Waligereja masih membiarkan persoalan ini terbuka dan belum menetapkan suatu keputusan, tetapi kerelaan yang berkembang antar keuskupan semakin menunjukkan kegembiraan untuk berbagi daya dukung bersama dalam gerakan pangan bersama. Rasul-rasul PSE mempunyai tanggungjawab untuk mengembangkan “hati berbagi pangan” melalui kemurahan hati berbagi demi menguatnya komitmen pangan bersama sebagai penegasan solidaritas HPS.
Kerjasama Pemberdayaan Manusiawi (LKM ?)
Perkembangan masyarakat kita dewasa ini sangat dipengaruhi oleh alat tukar berupa uang. Kehadirannya dalam pergaulan hidup kita adalah anugerah, tetapi sekaligus juga dapat menjadi petaka. Keinginan manusia untuk memperoleh barang-barang duniawi memerlukan daya keuangan. Sarana utama ini tidak dengan sendirinya membawa hasil nyata dalam persoalan keadilan dan perdamaian. Oleh karena itu, keuangan harus berkembang sebagai “kredit sosial” di mana manusia belajar untuk membangun kesaling-percayaan yang efektif manusiawi.
Kerjasama pemberdayaan manusiawi pertama-tama terletak pada upaya bersama untuk membangun kepercayaan diri yang terbuka secara rasional. Upaya-upaya kerjasama dalam bentuk koperasi kredit atau pun usaha bersama memang diperkembangkan demi menguatnya kolaborasi keuangan yang didasarkan pada sikap saling percaya, yang menjadi nyata dalam keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas. Kejujuran dan kesungguhan hati dalam tata kelola keuangan bersama dapat menjadi daya dorong bersama untuk memberdayakan mutu hidup. Pada umumnya, tata kelola keuangan bersama memerlukan kehati-hatian, agar kerjasamanya dapat berkelanjutan secara manusiawi dan produktif dalam pelayanannya.
Daya dukung hidup berupa usaha-usaha produktif dalam persekutuan gerejawi mudah-mudahan mendorong penguatan hidup saudara-saudari yang berkekurangan, agar mereka semakin menjadi pemilik dalam mengadakan perubahan hidupnya. Lembaga-lembaga kita seperti Komisi PSE tidak pernah menjadi “pemilik” usaha-usaha produktif, selain membuka wawasan dengan percontohan. Para rasul PSE tidak boleh menjadi pesaing dalam upaya pemberdayaan hidup mereka yang berkepentingan, agar karya penyadaran kerasulan sosial ekonomi tidak terkooptasi oleh kepentingan dirinya.
Usaha-usaha produktif yang berkembang dalam masyarakat atau persekutuan gerejawi yang bergerak atas dukung berbantuan dari APP dan HPS harus membuahkan perubahan hidup dalam diri kelompok sasaran, agar mereka semakin mampu mengalami perubahan dalam hidupnya. Kehadiran penyadaran PSE bertanggungjawab untuk menyertai dan memberikan pendamping yang efektif, agar kerjasama pemberdayaan ini membuahkan hasil yang berkelimpahan secara manusiawi. Artinya, keberhasilan pemberdayaan ini menjadi daya pengangkat bagi kemurahan hati yang dalam semangat bersaudara mampu bekerjasama dengan semua orang untuk membangun keseimbangan hidup sosial , yaitu mengentaskan persekutuan gerejawi atau masyarakat luas dari kesenjangan-kesenjangan yang merongrong keadilan dan perdamaian.
Kerjasama pemberdayaan manusiawi selalu mengandaikan kejujuran, keterbukaan, kepatutan, kepercayaan dan kemurahan hati dalam konteks solidaritas Kristiani. Nilai-nilai kemanusiaan ini adalah kasih karunia Allah yang tertanam dalam hati setiap orang dan semoga hadir sebagai tanda-tanda kegembiraan Injil dalam proses kerjasama pemberdayaan manusiawi. Inilah tanggungjawab utama dari kerasulan sosial ekonomi kita dan itulah hati Ajaran Sosial Gereja.
Refleksi atas karya kerasulan sosial ekonomi telah terlaksana dalam lingkungan penuh doa, khususnya perayaan Ekaristi, dengan mana para rasul PSE meyakini penyelenggaraan ilahi sesuai dengan perintah Yesus : “Mintalah, maka kamu akan mendapat”. Dengan suasana ini, para rasul PSE merasakan nafas ilahi yang menghidupi perjalanan pelayanan kemanusiaan ini dan pada gilirannya merasakan kehadiran rekan-rekan sekerja sebagai suatu jejaring hidup, yang memperlancar perjumpaan yang berbuah dalam peradaban kasih. Pendasaran iman ini mudah-mudahan memperbarui semangat dan tekad bersama untuk memberitakan kabar baik dalam kerasulan sosial ekonomi dengan sepenuh hati. Perjumpaan ekaristis pasti telah menggerakkan hati temu karya PSE menuju wawasan pelayanan yang sejatinya bermartabat manusiawi dengan semangat “memecah-mecah diri” demi mekarnya keseimbangan komunikasi sosial ekonomi yang adil dan merukunkan.
Persekutuan Kerasulan Sosial Ekonomi Regio Nusa Tenggara bersyukur atas jaringan kerjasama yang semakin bermutu manusiawi. Keterbukaan dan kerelaan belajar bersama sudah menghadirkan pertemuan ini sebagai suatu perjumpaan sejati sebagai ungkapan budaya kasih berbagi kegembiraan, kesulitan dan pengharapan dalam pelayanan kemanusiaan. Kita kembali ke tempat kita masing-masing dengan membawa kesadaran baru dalam hati yang penuh syukur atas kebaikan Tuhan yang menyata dalam persaudaraan PSE. Niat kita bersama adalah berbagi kasih karunia ini dengan Uskup serta para Pastor Paroki bersama seluruh persekutuan gerejawi setempat. Kematangan visi kerasulan kita mudah-mudahan tidak membuat kita puas diri, tetapi membuat kita merasa kekurangan untuk selalu belajar memperluas cakrawala kerasulan ini demi kebaikan saudara-saudari kita, utamanya yang berkekurangan dalam kelayakan hidup manusiawi. Rasul-rasul PSE, beranilah maju dan berbuat baik, tariklah pelatuk untuk membidik kebaikan bersama ! Jangan takut, bukalah palang-palang pintumu, agar kebaikan Tuhan semakin berkecamuk dalam persekutuan gerejawi yang dipercayakan pada pelayanan kita.
Semoga berfaedah dan Selamat melayani!
Jakarta, 30 Januari 2014
Salam Ta’zim,
Uskup P. Turang
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.