Rapuh namun dipanggil oleh Tuhan. Demikian tema retret para imam diosesan Weetebula untuk bertolak ke tempat yang dalam (bdk. Luk.5:1-11.) Dimulai Selasa (25/10) sampai kemarin (28/10), retret difasilitasi oleh RD Teguh, Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI dan RD Yansen Raring. Meneladani Simon Petrus, empat hari ini para imam diarahkan untuk duc in altum dengan penuh keterbukaan hati.
Secara umum, materi yang disuguhkan adalah pengalaman perjumpaan imam di tengah realitas hidup umat, dilandasi terang iman dan inspirasi dari kitab suci dan ajaran sosial gereja.
Narasumbernya adalah Roh Kudus. Dengan membiarkan Roh Kudus berkarya dalam diri para peserta retret, diharapkan mereka dapat menemukan kembali pengalaman “puncak rahmat” dari daya imamat yang sudah dianugerahkan melalui sakramen tahbisan.
Melalui karya Roh tersebut, para imam ini diarahkan membuka diri melihat diri seutuhnya dan berusaha membangun dialog dengan rekan imam dalam sharing bersama dengan kuncinya “lambat berbicara- cepat mendengarkan.”
Adapun tema-tema yang membingkai permenungan para imam ini selama empat hari adalah sebagai berikut:
Hari pertama: Menggali dan Menyadari Daya Rahmat Imamat.
Mereka diajak untuk menemukan pengalaman puncak yang membanggakan sebagai seorang imam yang dipanggil dan diutus melayani Gereja. Pengalaman itu lalu diolah sebagai dasar dan landasan untuk membangun persaudaraan dalam kolegialitas sebagai imam deosesan.
Hari kedua: Daya Rahmat Imamat yang Mencari Wujud.
Kali ini, para imam diarahkan agar dapat menggambarkan peristiwa Yesus yang sedang mengajar dan berbicara kepada para imam: apa yang Yesus katakan dan ajarkan kepada para imam-Nya, melalui hidup sehari-hari.
Hari ketiga: Daya Rahmat Imamat: Membangun Tubuh Kristus
Sesi ini mengajak para peserta menemukan kembali pengalaman sukacita secara praktis, baik dalam berpastoral di tengah umat (yang semakin terbuka untuk terlibat dan berkembang) dan mandiri (seturut dimensi religius,sosial, dan ekonomi.)
Hari keempat: Daya Rahmat Imamat: Rapuh Namun Dipanggil
“Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia ” – Luk 5 : 10.
Dalam permenungan ini mereka disadarkan bahwa imam -dalam keterlibatan sosial- bukan pertama-tama dan utama menjadi agen pelaksana dari lembaga-lembaga sosial Gereja saja. Para imam juga adalah animator yang membela dan tinggal bersama umat miskin dan tersingkir. Para imam diajak mewujudnyatakannya atas dasar semangat meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti Yesus.
Retret ini disimpulkan dengan buah, yakni -biarpun rapuh- secara pribadi, para imam telah dipanggil menjadi penjala manusia.
Penulis: RD Sil Stefano
Penyunting: Kevin Sanly Putera
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.