Beranda KWI KOMSOS KWI Puspitasari: Peran Gereja Katolik Perangi Hoax

Puspitasari: Peran Gereja Katolik Perangi Hoax

WEETEBULA – Dr. Puspitasari sebagai narasumber kedua dalam seminar nasional “Peran Gereja Memerangi Hoax” di Keuskupan Weetebula mengelaborasi terlebih dahulu, sejarah bahwa Gereja adalah pencetus propaganda. “Dokumen Congregatio de Propaganda Fide diterbitkan sebagai bentuk perlawanan Gereja Katolik terhadap beberapa kelompok yang dikenal dengan istilah Protestan pada saat itu. Jadi Gereja Katolik yang mempelopori propaganda sebagai alat komunikasi.

Propaganda adalah alat untuk merangsang suatu perasaan dan paham dalam pikiran orang banyak. Salah satu media propaganda yang digunakan Jerman sejak zaman perang dunia -bahkan sampai sekarang- adalah film. Film menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan, itu pula yang sekarang sedang didalami oleh Komisi Komsos KWI dan keuskupan lain.

Dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan ini melanjutkan pembahasan bahwa perkembangan komunikasi dari zaman propaganda dulu, masuk ke zaman hoax atau berita bohong.

Menurut Puspitasari, hoax bisa muncul -khususnya pada masyarakat Indonesia- karena sistem demokrasi. Sistem ini membutuhkan partisipasi publik; membuka ruang bagi masyarakat untuk bebas berpendapat seluas-luasnya. “Orang mulai kreatif, termasuk dalam merancang pesan untuk didistribusikan, contohnya meme, video di Youtube,” kata Puspitasari.

Pesan yang disampaikan tersebut, ada yang berbasis nalar dan berbasis emosi. Ketika dua pesan ini disampaikan, terjadi perubahan sosial. Ketika kita tidak ambil tindakan, kita menjadi sasaran dari perubahan tersebut.

Dr. Puspitasari mengakui, hoax bila dilihat dari sisi positif. “Munculnya hoax dalam lingkup Gereja menandakan bahwa umat menantikan warta gembira dari Gereja. Kenapa? Gereja sepi informasi. Adapun, informasi itu sifatnya administratif, kadang tidak dibutuhkan atau diminati oleh umat,” tukasnya.

“Apa yang harus dilakukan Gereja? Menyebarkan informasi yang bisa menggembirakan, kabar baik, lalu Gereja perlu menyadari bahwa hoax bisa timbul karena terbatasnya pengetahuan umat tentang sejarah Gereja,” lanjut Dr. Puspitasari.

Menangapi hoax, Dr. Puspitasari mengajak para peserta seminar untuk mem-verifikasi sebuah informasi. “Selain untuk memastikan kebenarannya, ini juga membangun kebersamaan umat,” ucapnya seraya menutup sesinya.