KILAS Balik Program Malaria Perdhaki 2010-2014
BERMOTTO “Menjangkau yang Tak Terjangkau”, Perdhaki Malaria Keuskupan Banjarmasin selama kurun waktu lima tahun terakhir (2010-2014) telah berhasil melaksanakan sejumlah kegiatan yang dipusatkan di dua daerah: Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Kotabaru.
Di Kabupaten Kotabaru sendiri tercatat tiga desa dilayani secara aktif melalui kegiatan outreaching (pencarian pasien positif malaria di desa target) dan delapan desa berstatus pasif. Sedangkan di Kabupaten Tabalong terdapat dua desa aktif dan dua desa pasif yang masuk dalam pelayanan Perdhaki.
Pelaksanaan kegiatan ini didukung 15 tenaga kesehatan (nakes) dan tujuh orang awam yang tersebar di lapangan.
Pelaksanaan Program Penanggulangan Malaria Perdhaki sendiri merupakan pelaksanaan hasil rekomendasi dari Muskerpas 2009 silam, yang menghasilkan empat poin perhatian dalam empat aksi misioner, yaitu: 1) Aksi Misioner ke Meratus, 2) Aksi Misioner Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, 3) Aksi Misioner Penanganan Malaria dan 4) Aksi Misioner Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba.
Selama program fase pertama maupun kedua, Perdhaki berkolaborasi dengan Keuskupan dan Paroki-paroki. Area kerja Perdhaki diprioritaskan di daerah endemis tinggi dan menengah yang datanya menggunakan data API dari kabupaten yang dikompilasi oleh Sub Direktorat Malaria – Kemenkes RI.
Malaria Village Post
Adapun pelaksana program di lapangan tetap menggunakan Unit Pelayanan Kesehatan Perdhaki dan Pos Malaria Desa (Village Malaria Post). Kegiatan yang dilaksanakan di Unit Pelayanan Kesehatan jaringan Perdhaki adalah diagnosa (pemeriksaan mikroskopis), pengobatan malaria dengan ACT/DHP dan perawatan pasien malaria. Sedangkan kegiatan program di Pos Malaria Desa adalah penyuluhan, monitoring pemakaian kelambu oleh Balita/Bumil dan kepemilikan kelambu oleh keluarga yang mendapatkan bantuan kelambu Perdhaki pada fase pertama. Untuk memonitoring ketaatan pemakaian kelambu, Perdhaki mengadakan survei ketaatan pemakaian kelambu pada desa terpilih (selected villages).
Selama lima tahun ini, Perdhaki telah berhasil membagikan 500 ribu kelambu anti malaria kepada masyarakat di daerah endemis dan terpencil di Kalimantan dan Sulawesi. Di Provinsi Kalimantan Selatan sendiri, Perdhaki telah membagikan sebanyak 17.100 kelambu malaria, dengan perincian sebanyak 10.412 kelambu dibagikan di Tabalong dan 6.688 kelambu di Kotabaru.
Selain itu, Perdhaki juga melaksanakan penjangkauan pasien malaria hingga ke pelosok daerah, melakukan promosi dan pengobatan ACT/DHP bagi penderita positif malaria, juga menyelenggarakan penyuluhan rutin untuk masyarakat.
Meski sudah berjalan selama lima tahun lamanya, dampak dari kegiatan ini menunjukkan bahwa ada tren penurunan kasus malaria. Akan tetapi masih terdapat desa-desa yang perlu dilayani, karena ditemukan kasus malaria (terutama daerah pertambangan dan perkebunan sawit). Sebanyak 126 Pos Malaria Desa Perdhaki yang tersebar di Kalimantan dan Sulawesi (lima di antaranya berada di Kalimantan Selatan), telah melaksanakan serangkaian kegiatan yang menjadikan pengurus Pos Malaria Desa memiliki pengalaman dan kemampuan yang memadai untuk meneruskan pelayanan di lapangan.
Atas dasar pemikiran di atas, sejak tanggal 11-12 November 2014 yang lalu, bertempat di Kota Pontianak (Kalimantan Barat) dilangsungkan pertemuan bertajuk, “Lokakarya Kemandirian Pos Malaria Paroki/Desa Program Malaria Perdhaki”, yang diikuti oleh 57 orang pengurus/staf Pos Malaria se-Kalimantan. Empat orang pengurus Pos Malaria Desa utusan Perdhaki Banjarmasin ikut terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam lokakarya tersebut, yaitu: Bidan Paulina Niga, Elias Dagang, Daniel Slamet Saptono dan Khabib.
Harapan dan tekad pasca bantuan Global Fund
Dalam suasana yang dipenuhi canda dan tawa, Bidan Paulina menuturkan kesannya kepada SESAWI.NET usai mengikuti lokakarya di Pontianak. “Saya melihat lokakarya berjalan bagus, peserta cukup disiplin mentaati peraturan yang dibuat oleh panitia penyelenggara, meskipun kami merasa sangat lelah karena selama 2 hari berturut-turut mengikuti pertemuan sejak pagi hingga malam.” Kesan senada juga diungkapkan oleh peserta lainnya yang mewakili Perdhaki Banjarmasin.
Elias Dagang dari Pos Malaria Desa Rungun berkisah bahwa Bidan Paulina sendiri sudah aktif melayani dan mengobati masyarakat di Rungun sejak tahun 1999 silam. “Saat melakukan advokasi di Puskesmas Bintang Ara, saya sampaikan bahwa kami siap membantu program Puskesmas setempat untuk menjangkau wilayah yang tak terjangkau, meskipun bantuan Global Fund sudah berhenti.”
Elias berkisah bahwa setelah ia bergabung dengan kegiatan Perdhaki, banyak hal yang diperolehnya. Pertama, ia mendapatkan ketrampilan untuk berbicara kepada masyarakat. Ketrampilan ini dilatih secara terus-menerus saat kegiatan outreach dan penyuluhan malaria berlangsung. Kedua, ia memperoleh pengetahuan tentang malaria yang sangat mendukung keseharian profesinya sebagai seorang guru di sekolah dasar.”
Sedangkan Daniel Slamet yang mewakili Pos Malaria Desa Serongga berharap agar kegiatan Perdhaki tidak mandeg sampai di sini. Daniel berucap demikian dengan alasan karena kegiatan ini sudah berlangsung lama, membawa nama Gereja, ada kegiatan sosialnya (bakti sosial di bidang kesehatan), dengan segala suka dukanya. “Kami berharap nantinya tetap mendapat dukungan dari pihak Keuskupan Banjarmasin, paroki maupun para pastor yang berkarya di sini.”
Disamping beragam kesan yang dituturkan di atas, Khabib – salah satu tenaga kesehatan yang ikut membantu kegiatan Pos Malaria Desa di Serongga berbagi cerita uniknya. “Kami sempat sport jantung karena pesawat yang membawa kami sempat berkeliling berkali-kali selama 45 menit lamanya sebelum mendarat di Bandara Pontianak. Pada waktu itu Pontianak sedang diguyur hujan deras dengan petir yang menyambar-nyambar.”
Dalam kesempatan lain Khabib juga mengingatkan bahwa dalam penemuan kasus malaria, akan semakin baik jika cepat diobati. “Sebab jika penanganan penderita malaria ini lambat, maka ia akan menularkan kepada penderita lainnya melalui gigitan nyamuk malaria. Kegiatan ini bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit malaria.”
Bidan Paulina menimpali, “Meskipun program bantuan Global Fund berakhir, namun semangat pelayanan kami tetap akan berjalan. Jika nantinya bantuan obat-obatan tidak ada, kami tetap akan mengusahakannya walaupun harus berhutang terlebih dahulu kepada pedagang obat, dan baru kami bayar di kemudian hari secara mencicil,” pungkasnya bersemangat menutup perbincangan.
Kredit foto: Dionisus Puguh (Komsos Keuskupan Banjarmasin, Kalsel)
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.