MIRIFICA.NEWS, Bengkulu – Pengantar pada acara pembukaan “Talk Show Radio” bagi para pewarta telah dilalui Sabtu kemarin, (22/4/2017). Di hari kedua, Minggu (23/4/2017) ini peserta “Talk Show Radio” disuguhi beberapa sesi. Sesi paling pertama adalah pemaparan materi seputar wawancara dan talk show.
Dinamika pada sesi pertama ini ditandai dengan peserta diminta mencari seorang lawan yang berperan sebagai narasumber . Setiap peserta diwajibkan mencari narasumber yang belum dikenal sama sekali. Dengan durasi wawancara hanya 5 menit, peserta pun dituntut untuk memaksimalkan waktu yang singkat itu. Tak disangkal, peserta merasa kesulitan karena dikejar waktu, sebagaimana dirasakan oleh Suster Faustina, SCJ.
“Aku kurang paham dengan tema wawancara, banyak hal tidak kami bicarakan sampai tuntas,” ujar Suster Faustina, yang mengaku diwawancarai Stefanus Irvanli. Dalam wawancara ini, Irvanli berperan sebagai seorang jurnalis dari “Suara Bengkulu”.
“Belum lagi temanya berputar-putar. Awalnya aku ditanya tentang pendidikan, tapi di akhir wawancara malah ditanya soal KBA, hubungannya apa?” tanya suster, yang sontak disambut gelak tawa peserta Talk Show Radio.
Terkait penilaian suster Faustin, Irvanli menanggapi dengan santai bahwa tema wawancaranya sudah penting karena sudah sesuai dengan kondisi saat ini. Ia tak ambil pusing ketika dikatakan tidak fokus pada tema wawancara. Faktanya, kata Irvanli meyakinkan, ajaran Gereja tentang KBA sering bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Meski begitu, Irvanli sempat bingung soal tema KBA karena di negara tertentu seperti di Filipina dengan mayoritas warga Katolik justeru pemerintahnya mengajurkan KB. Sementara di Indonesia Gereja mengajurkan umatnya untuk menjalankan KBA.
Senada dengan Suster Faustin, Alfonsius Hadun, peserta yang diwawancari oleh Ignatius Kukuh Prastyanto, juga mengaku kesulitan dalam menentukan topik wawancara. “Harus berpikir cepat topik wawancaranya apa, apalagi Prastyanto masuk kategori Orang Muda Katolik,” ujar Hadun.
Kesulitan juga dirasakan peserta lainnya. Kali ini tentang identitas yang belum teridentifikasi. Adalah Wasintan Silalahi, peserta dari lingkungan St. Petrus, Paroki St. Yohanes Penginjil, ini mengaku sulit memulai wawancara karena belum tahu persis identias narasumbernya. Namun ia mengaku tak hilang akal untuk mencari solusi atas kesulitan tersebut.
“Aku coba ngobrol santai dengan narasumberku, awalnya aku menanyakan pengalaman kerja narasumberku,” ujar Wasintan.
Ketika berganti peran sebagai narasumber, Yasintha Mariscoth Giovani dari lingkungan Elisabeth mengaku membuang waktu hanya untuk memikirkan identitas narasumbernya. Ia juga mengaku tidak kenal persis kesibukan Wasintan sebagai aktivis yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat kelas bawah di Bengkulu.
Tahu Definisi Wawancara
Nyatanya tidak mudah memang melakukan wawancara, apalagi bagi para pemula. “Yang paling penting adalah pewawancara perlu tahu lebih dahulu definisi wawancara,” ujar Errol Jonathans.
Selain itu, proses opening menjadi kunci dimana orang tertarik atau tidak. “Itu tergantung etalase,” tutupnya.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.