Berbagai jenis pengobatan modern untuk menyembuhkan kusta, ternyata tidak cukup membantu mengatasi kusta. Dibutuhkan intervensi secara holistik sehingga penderita kusta dapat sembuh total.
MIRIFICA.NEWS, Jakarta – A New Holistik Intervention atau “Metode Intervensi Menyeluruh” yang dikembangkan oleh Porat Antonius dari Lembaga Jasa Psikololgi Terapan Kupang (LPT-K) dalam 10 tahun terakhir ini, telah teruji di banyak daerah di hampir seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. Kini metode alternatif tersebut semakin dikembangkan untuk penyembuhan para penderita kusta.
Antonius Porat, Direktur LPT-K, itu berkesempatan menjadi narasumber utama pada Seminar Nasional Kusta yang diselenggarakan atas kerja sama Komisi Keadilan, Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP-KWI) dan LPT-K, Kamis (27/4/2017) di Jakarta.
Porat mengatakan metode intervensi yang dikembangkan secara holistik mencakup pendekatan fisik, psikologis, sosiologis dan sipiritual. Pendekatan ini awalnya dilakukan LPT-K dengan mengidentifikasi 76 penderita kusta melalui laboratorium rumah sakit Kusta, RS St. Damian di Kabupaten Lembata, NTT. Dari jumlah tersebut, akhirnya hanya 33 orang penderita kusta yang terpilih untuk menjalani intervensi.
Pola pendekatan spiritual, kata Porat, dilakukan dengan memberi motivasi agar pasien lebih mendekatkan diri pada Allah melalui doa-doa pribadi di rumah, di Gereja, mesjid dan tempat lainnya.
“Intinya, kami menanamkan dalam diri pasien agar terus membangun relasi dengan Allah, dengan diri sendiri, orang lain dan dengan lingkungan alam sekitarnya, terbukti pasien kami sembuh total,” ujarnya.
Pius Werawan, narasumber lainnya dari LPT-K mengatakan, penanganan penderita penyakit kusta nyatanya tidak hanya bisa disembuhkan dengan pengobatan medis semata dan hanya oleh satu institusi saja. “Butuh berbagai pendekatan dan sinergisitas antar berbagai institusi serta komponen masyarakat.”
Sementara itu, Elisa Rinihapsari, pengajar pada Akamedi Analisis Kesehatan Theresiani Semarang mengkritisi pola makan masyarakat modern yang cenderung menyukai makanan siap saji dan melupakan makanan organik. Ia mengatakan konsumsi makanan hendaknya sesuai dengan takarannya. “Makanlah seperlunya untuk dapat hidup, jangan hidup ditujukan untuk makan.”
Seminar Nasional Kusta ini menghadirkan pula tiga perawat dan 1 pendamping penderita kusta dari Kabupaten Lembata. Mereka adalah Maria Sivliana Tito Parera, Sofia Tawang Mude, dan Ni Luh Serlywiyanti serta Amin Paty. Mereka hadir untuk memberi kesaksian mengenai suka-dukanya mendampingi para penderita sakit kusta.
Theresia Peni, salah seorang mantan penderita kusta, juga dihadirkan untuk memberikan kesaksian tentang proses penyembuhannya sejak mendapat intervensi holistik dari LPT-K.
Gereja Terlibat
Romo Siswantoko dari Komisi Keadilan dan Perdamaian-KWI mengatakan, faktanya hingga saat ini para penderita kusta masih merupakan kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
“Mereka ini selain terpinggirkan secara sosial juga terpinggirkan dalam penanganannya, tidak seperti penanganan HIV AIDS yang gencar penanganannya,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengajak supaya Gereja perlu terlibat lebih aktif dalam membangun sinergi bersama dengan awam yang peduli pada penderita kusta.
Terkait metode penyembuhan yang cenderung pada pendekatan spiritual, ia menegaskan bahwa justeru itulah yang menjadi sebuah temuan baru.
“Selama ini penyembuhan para penderita kusta lebih pada pendekatan medis semata. Namun sekelompok awam kita telah membuktikan bahwa pendekatan spiritual juga pada akhirnya mampu menyembuhkan 28 penderita kusta di Lembata,” ujar imam, yang akrab dipanggil Romo Koko.
Kredit Foto: Porat Antonius, Direktur LPT-K didampingi Yohana Margareta sebagai moderator Seminar Nasional Kusta 2017 di Jakarta.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.