Berjalan Bersama: Persekutuan, Partisipasi, dan Misi
1. Dalam rangka Yubileum 100 Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tepat pada 15 Mei 2024, para Bapa Uskup menyelenggarakan Sidang I pada tanggal 13-15 Mei 2024 dan Sidang II pada tanggal 7-13 November 2024 di Jakarta dengan tema Berjalan Bersama Membangun Gereja dan Bangsa. Kami bersyukur bahwa Allah memberkati, mendampingi, dan membimbing perjalanan KWI selama satu abad. Perjalanan yang panjang itu menjadikan Konferensi sebagai persekutuan para waligereja yang memiliki karakter yang kuat, yaitu persaudaraan (kolegialitas), kebersamaan (sinodalitas), kesetiakawanan (solidaritas) dan belarasa dalam mewartakan kabar gembira dan menghadirkan Kerajaan Allah.
2. Persekutuan yang terbangun dalam Konferensi itu semakin dikuatkan oleh Sinode para Uskup dari tahun 2021-2024 yang mengajak Gereja Katolik untuk selalu berjalan bersama dalam persekutuan, partisipasi, dan misi. Sinode tersebut mengajak kita untuk melakukan aksi dan tindakan nyata, yaitu bagaimana kita menjadi Gereja Sinodal yang misioner dan berbelaskasih. Gereja dengan kasih-Nya yang begitu besar dipanggil untuk membangun persekutuan yang harmonis dengan Tuhan, sesama, dan alam ciptaan. Persatuan itu menjadi kekuatan Gereja untuk berpartisipasi dalam menjalankan misi Tuhan yaitu terwujudnya Kerajaan Allah, yaitu terjadinya tranformasi di berbagai bidang kehidupan.
3. Dalam menjalankan misi tersebut, bersama umat, para Waligereja sebagai umat Allah hadir sebagai sahabat bagi saudara-saudari yang miskin, lemah, tersingkir, difable, sakit, dan perantau, serta anak-anak, kaum muda, dan orang lanjut usia; pemberi harapan dan bantuan bagi teman-teman yang menjadi korban kerusakan lingkungan hidup serta bencana alam. Gereja juga peduli dengan sahabat-sahabat yang aktif merawat dan melestarikan alam ciptaan. Dengan demikian, Gereja menjadi komunitas yang sehati dan solider sebagaimana dicontohkan oleh Jemaat Gereja Perdana (bdk. Kis. 2 : 46).
4. Konferensi Waligereja Indonesia menghidupi Gereja sebagai persekutuan yang partisipatif dan berkomitmen untuk berjalan bersama dengan semua pihak yang berbeda agama, suku, budaya, dan golongan dalam mewujudkan tata kehidupan berbangsa yang lebih bermartabat. Kami bersyukur karena para sahabat sebangsa memiliki semangat persaudaraan dan bersedia melakukan karya-karya bersama dalam keberagaman, selaras dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dengan semboyan itu warga bangsa Indonesia menerima perbedaan sebagai anugerah Tuhan yang memperkaya kehidupan bersama.
5. Perjalanan sejarah bangsa kita tidak selalu mulus. Dalam rentang waktu tertentu, bangsa ini mengalami konflik, pertentangan, dan tindak kekerasan yang satu kepada yang lain. Namun, bangsa Indonesia tetap berdiri kokoh dan terus berjalan menuju kehidupan bersama yang lebih adil dan sejahtera karena selalu ditopang oleh persatuan dan semangat berjalan bersama di tengah berbagai perbedaan. Konferensi Waligereja Indonesia ikut terlibat penuh dalam dinamika membangun bangsa dengan semboyan yang diilhami oleh Mgr. Albertus Soegijopranata, SJ yaitu 100% Katolik, 100% Indonesia.
Gereja yang Peka dan Peduli
6. Semangat berjalan bersama terasa sangat penting dan perlu terus diperkuat karena saat ini kita masih manghadapi banyak persoalan yang tidak ringan seperti kerusakan lingkungan hidup, perdagangan manusia, kemiskinan, perjudian dan pinjaman (online), kekerasan dalam rumah tangga, ketidakadilan gender, korupsi, peredaran obat-obat terlarang, dan nepotisme. Di tengah berbagai persoalan tersebut, Gereja Katolik terpanggil untuk terus menjadi tanda kehadiran kasih Allah dan untuk berjalan bersama dengan pemerintah, elemen bangsa yang lain, dan semua pihak yang berkehendak baik untuk mencari jalan keluar yang tepat, menyeluruh, dan berkesinambungan.
7. Gereja Katolik berupaya untuk menjadi persekutuan umat Allah yang peka dan peduli dengan situasi dan persoalan tersebut di atas. Hal itu tampak dari pewartaan kabar gembira di berbagai belahan negeri ini dalam rupa pelayanan pendidikan, karya kesehatan, dan tindakan amal kasih yang masih terus berlangsung. Dalam menjalankan berbagai pelayanan tersebut, Gereja Katolik tidak berjalan sendiri. Gereja membuka diri untuk membangun jaringan, menerima unsur baik dalam budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal setempat serta mewartakan kasih Allah secara kontekstual. Dengan diterangi oleh kasih Allah yang begitu besar, Gereja Katolik selalu memandang bahwa semua orang dengan segala perbedaannya adalah saudara “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya” (Rm. 10 : 12)
Bapa Suci Hadir sebagai Sahabat Sejati
8. Kehendak berjalan bersama itu semakin diteguhkan dengan Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada tanggal 3-6 September 2024. Bapa Suci hadir sebagai sahabat dan saudara bagi semua orang yang ditunjukkan dengan tindakan sederhana tetapi amat mengesankan hati banyak orang, seperti membuka kaca jendela mobil, melambaikan tangan sambil tersenyum, dan beberapa kali berhenti untuk menyapa, bersalaman serta memberkati orang-orang yang telah menunggu di pinggir jalan. Kesederhanaan, keramahan, ketulusan, dan kerendahan hatinya memberikan sukacita tidak hanya bagi umat Katolik tetapi juga umat beragama lain. Kepeduliannya yang besar untuk menerima saudara-saudari yang menderita diungkapkan dengan kesediaan beliau berjumpa, berinteraksi, dan memberkati para penyandang disabilitas, yatim-piatu, orang sakit, dan para perantau serta anak-anak, kaum muda, dan orang lanjut usia.
9. Bapa Suci Fransiskus dan Imam Besar Istiqhal Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA menandatangani Deklarasi Bersama Istiqlal 2024: Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan. Dengan deklarasi itu, Bapa Suci dan Imam Besar mengingatkan kita akan panggilan semua orang untuk menabur benih harapan dan membangun perdamaian. Mereka juga mengingatkan semua orang agar mencari jalan untuk mengatasi soal dehumanisasi dan perubahan iklim. Dalam gerak bersama itu semua umat beragama diharapkan semakin menghidupi nilai-nilai agamanya untuk mengalahkan budaya kekerasan dan meningkatkan sikap hormat terhadap martabat manusia, solidaritas, dan rekonsiliasi; para pemimpin agama bekerja sama menanggapi berbagai krisis yang ada dengan mengidentifikasi penyebab dan mengambil tindakan yang tepat; dan menempatkan dialog antarumat beragama sebagai sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik lokal, nasional, dan regional, lebih-lebih yang dipicu penyalahgunaan agama.
Gereja Katolik Bersyukur
10. Sidang KWI ini mengingatkan kita semua akan misi Gereja hingga kini. Sebagaimana Yesus mengutus keduabelas murid-Nya untuk memberitakan Kerajaan Allah (bdk. Luk. 9 : 2) demikian juga kita diutus untuk mewartakan kasih-Nya di tengah dunia dengan segala persoalan dan tantangannya. Oleh karena itu, semua perangkat Konferensi Waligereja seperti Komisi, Lembaga, Sekretariat, Departemen, dan seluruh umat Katolik bergerak bersama untuk melaksanakan misi membangun Gereja dan Bangsa. Perjumpaaan sesama umat beriman dan dengan umat beragama serta kepercayaan lain semakin ditingkatkan sehingga aksi berjalan bersama dengan semua dalam membangun bangsa dapat menjadi semakin nyata.
11. Dengan cara inilah, kita turut mewujudkan hidup berbangsa yang lebih menghormati hak asasi manusia, melestarikan alam semesta, mengedepankan dialog, dan cara-cara damai dalam menyelesaikan persoalan. Kita berharap pemerintah mengayomi seluruh warga negara tanpa pandang bulu, menegakkan hukum seadil-adilnya, dan dapat selalu hadir dalam kegelisahan, ketakutan, kekawatiran, dan kegalauan masyarakat. Para pemimpin hendaknya memimpin dan membuat kebijakan dengan menggunakan hati nurani (bdk. Rm.13: 5) dan mendengarkan harapan serta keinginan rakyat dengan hati.
12. Melalui Ensiklik Dilexit Nos yang terbit pada 24 Oktober 2024, Paus Fransiskus mengingatkan kita akan kasih Allah tercurah pada manusia melalui Hati Kudus Yesus. Bapa Suci mengajak kita untuk menggunakan hati. “Hanya dengan memulai dari hati, komunitas kita akan berhasil menyatukan dan mendamaikan pikiran dan keinginan yang berbeda, sehingga Roh Kudus dapat membimbing kita dalam kesatuan sebagai saudara dan saudari. Rekonsiliasi dan kedamaian juga lahir dari hati.” (DN 28)
13. Kami, para Bapak Uskup, mengucapkan banyak terima kasih kepada keuskupan-keuskupan dan berbagai pihak yang telah terlibat dalam Perayaan 100 Tahun KWI dengan menyelenggarakan Hari Studi, berpartisipasi dalam Pembangunan gedung KWI, penyambutan kunjungan Apostolik Paus Fransiskus, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Limpah terima kasih juga kepada saudara-saudari yang selalu setia berjuang untuk memperkuat persaudaraan ditengah perbedaan dan tanpa henti berupaya untuk berjalan bersama dalam keragaman demi semakin terwujudnya hidup bersama yang lebih bermartabat.
14. Marilah terus kita tingkatkan komitmen sebagai ungkapan iman kita kepada Allah untuk berjalan bersama sebagai peziarah pengharapan dalam membangun Gereja dan bangsa dengan semangat persaudaraan dan belarasa. Sebagaimana Doa 100 Tahun KWI yang berbunyi “Dalam terang kasih-Mu, Semoga Gereja juga semakin berani menjadi penggerak utama dalam membangun persaudaraan sejati, melestarikan keutuhan ciptaan, dan meningkatkan kesejahteraan bersama.”
Jakarta, 12 November 2024
Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM
Ketua KWI Sekretaris Jenderal
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.