Dalam kunjungannya ke Irak pada Maret 2021 ini, Bapa Suci Paus Fransiskus mengadakan pertemuan dengan para Uskup, Imam, Biarawan-biarawati, para seminaris, dan katekis. Berikut pesan beliau dalam pertemuan tersebut:
Yang Berbahagia, Yang Mulia,
Para imam dan kaum religius yang terkasih,
Saudara dan saudari yang terkasih.
Saya memeluk kalian semua dengan kasih sayang seorang bapak. Saya bersyukur kepada Tuhan, yang dalam penyelenggaraan-Nya, telah mengizinkan terlaksananya pertemuan hari ini. Saya berterima kasih kepada Yang Berbahagia, Patriark Ignace Youssif Younan dan Yang Berbahagia, Kardinal Louis Sako, atas ucapan selamat datang yang telah diberikan kepada saya. Kita berkumpul di Katedral Bunda Keselamatan Kita ini, dengan berkat dari darah para saudara saudari di sini yang telah membayar dengan mahal, harga kesetiaan mereka kepada Tuhan dan Gereja-Nya. Semoga kenangan akan pengurbanan mereka, mendorong kita untuk memperbaharui kepercayaan kita akan kekuatan Salib serta pesan keselamatan dan pengampunan, rekonsiliasi dan kebangkitan. Seorang kristiani, sebenarnya, dipanggil untuk memberi kesaksian akan kasih Kristus di mana-mana dan di setiap waktu. Inilah Injil yang harus diwartakan dan dihidupi juga di negara yang tercinta ini.
Sebagai uskup dan imam, biarawan dan biarawati, katekis dan kaum awam, kalian semua berbagi sukacita serta penderitaan, pengharapan dan kecemasan semua umat Kristus. Kebutuhan-kebutuhan Umat Allah serta tantangan berat pelayanan pastoral yang kalian hadapi setiap hari, telah menjadi semakin sulit di masa pandemi ini. Namun, yang tidak pernah boleh berhenti ataupun berkurang adalah semangat merasul kita, yang akarnya kalian miliki sejak masa lalu, sejak kehadiran Gereja di negara ini, sejak dulu (bdk. Benediktus XVI, Seruan Apostolik Ecclesia in Medio Oriente, 5). Kita tahu, betapa mudah kita tertular virus keputusasaan yang sering disebarkan di sekeliling kita. Namun, Tuhan telah memberi kita vaksin mujarab melawan virus ini. Vaksin itu adalah HARAPAN. Pengharapan yang lahir dari hidup doa yang tekun serta kesetiaan setiap hari dalam kerasulan kita. Dengan vaksin ini kita dapat terus berjalan maju dengan semangat yang selalu baru, untuk membagikan sukacita Injil, sebagai murid-murid misionaris dan bukti nyata kehadiran Kerajaan Allah, Kerajaan Kekudusan, Keadilan dan Damai.
Betapa besar kebutuhan dunia untuk mendengarkan pesan itu. Jangan pernah kita lupa bahwa Kristus diwartakan, terlebih melalui kesaksian hidup yang diubahkan dengan sukacita Injil. Seperti yang kita lihat dalam sejarah Gereja di negara ini, iman yang hidup akan Yesus sangatlah ‘menular’, mampu mengubah dunia. Teladan para orang kudus menunjukkan bahwa mengikuti Yesus Kristus “bukanlah sekadar sesuatu yang baik dan benar, melainkan juga indah, mampu memenuhi hidup dengan cahaya baru dan sukacita yang mendalam, meski berada di tengah-tengah banyak cobaan” (Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, 167). Saya berterima kasih kepada Patriark Ignace Youssif Younan dan Kardinal Louis Sako atas kata sambutan yang diberikan atas nama kalian semua.
Kesulitan-kesulitan merupakan bagian dari pengalaman sehari-hari umat Irak. Dalam puluhan tahun terakhir, anda sekalian dan warga kota kalian harus menghadapi dampak perang dan penyiksaan, kerapuhan infrastuktur dasar dan perjuangan terus-menerus untuk mendapatkan keamanan ekonomi dan keamanan pribadi, yang seringkali telah menyebabkan perpindahan internal dan migrasi banyak orang, juga orang-orang kristiani, ke bagian lain dari dunia. Saya berterima kasih kepada para saudara uskup dan imam, yang telah tetap tinggal dekat dengan umat kalian. Sangat dekat dengan umat! Untuk mendukung, menguatkan dan membantu pemenuhan kebutuhan orang banyak serta membantu setiap orang untuk menjalankan tugas mereka dalam pelayanan demi kebaikan bersama. Kerasulan pendidikan dan cinta kasih Gereja kalian telah menjadi sumber yang sangat berharga bagi kehidupan baik komunitas gereja maupun masyarakat sekitarnya. Saya menyemangati kalian untuk tetap tekun dalam tugas ini, untuk menjamin Komunitas Katolik di Irak, meski kecil, namun merupakan satu biji sesawi (bdk. Mat. 13: 31-32), yang terus bertumbuh dalam perjalanan negara ini.
Kasih Kristus menuntut kita untuk menyingkirkan segala bentuk egoisme dan persaingan; dan mendorong kita pada sebuah persekutuan universal dan memanggil kita untuk membentuk satu komunitas saudara dan saudari yang menerima dan saling menjaga satu sama lain (bdk. Ensiklik Fratelli Tutti, 95-96). Saya membayangkan keluarga seperti sebuah permadani. Gereja-Gereja yang hadir di Irak, masing-masing dengan warisan sejarah, liturgi dan rohaninya, bagaikan benang-benang aneka warna yang, dijalin bersama, membentuk sebuah permadani unik dan sangat indah, yang tidak hanyak memberi kesaksian persaudaraan, melainkan juga membawa semua orang pada sumber persaudaraan itu. Karena Allah sendirilah artis yang telah menciptakan permadani itu, yang telah menenunnya dengan kesabaran dan menambalnya dengan sangat hati-hati, karena Dia ingin agar kita selalu sungguh bersatu sebagai putra dan putri-Nya. Semoga seruan dari Santo Ignatius dari Antiokia ini terus bergaung dalam hati kita: “Semoga dalam diri kalian, tidak ada sesuatu pun yang dapat mencerai-beraikan kalian, […] melainkan, bersekutu demi kebaikan bersama, kalian bersatu dalam doa, dalam pengharapan akan cinta kasih dan sukacita yang kudus” (Ad Magnesios, 6-7: PL 5, 667). Betapa pentingnya kesaksian persatuan persaudaraan di dunia yang penuh perpecahan dan runtuh karena perbedaan kita. Semua usaha yang dilakukan untuk membangun jembatan antara komunitas dan institusi-institusi gerejani, paroki dan keuskupan, akan menjadi suatu gerakan kenabian Gereja Irak dan sebagai tanggapan yang subur terhadap doa Yesus, yaitu agar kita semua menjadi satu (bdk. Yoh. 17:21); Ecclesia in Medio Oriente, 37).
Para gembala dan umat, imam, kaum religius dan katekis, meski dengan cara berbeda-beda, berbagi tanggung jawab untuk memajukan misi Gereja. Dalam situasi tertentu dapat muncul salah paham dan kita dapat merasa adanya ketegangan; itu semua merupakan simpul-simpul yang mempersulit rajutan persaudaraan. Itu semua adalah simpul-simpul yang kita bawa dalam diri kita masing-masing; karena kita semua adalah pendosa. Namun simpul-simpul tersebut dapat diurai dengan Rahmat, dengan kasih terbesar; dapat dibuka dengan pengampunan dan dialog persaudaraan, dengan bersama-sama memikul beban satu sama lain (bdk. Gal. 6:2), dan saling menguatkan di saat-saat pencobaan dan kesulitan.
Sekarang, saya ingin berbicara secara khusus kepada saudara-saudara saya, para uskup. Saya senang memikirkan pelayanan episkopal kita dalam istilah kedekatan, artinya, kebutuhan kita untuk tinggal bersama Allah dalam doa, bersama umat Allah yang dipercayakan pada kita dan pada para imam kita. Semoga kalian, secara khusus, berada sangat dekat dengan imam-imam kalian. Janganlah kalian menempatkan diri sebagai administrator atau atasan mereka, melainkan sebagai bapak yang memperhatian kebaikan anak-anaknya, siap sedia memberi dukungan dan semangat dengan hati terbuka. Dampingilah mereka dengan doa, dengan waktu kalian, dengan kesabaran, dengan menghargai karya mereka dan mendorong pertumbuhannya. Dengan cara demikian, kalian akan menjadi tanda nyata kehadiran Yesus bagi imam-imam kalian, menjadi gembala yang baik yang mengenal domba-dombanya dan bersedia memberi hidup bagi mereka (bdk. Yoh. 10:14-15).
Para imam, biarawan, biarawati, katekis dan seminaris yang sedang mempersiapkan diri untuk pelayanan di masa depan: Kalian semua telah mendengar suara Allah dalam hati kalian, dan seperti Samuel, kalian telah menanggapi: “Di sinilah aku” (1 Sam. 3:4). Semoga jawaban itu, yang saya ajak kalian untuk memperbaharuinya setiap hari, membawa masing-masing kalian untuk membagikan Kabar Gembira dengan penuh semangat dan keberanian, hidup dan berjalan selalu seturut terang Firman Allah, sebab kita memiliki karunia dan tugas untuk mewartakan. Kita tahu bahwa dalam pelayanan kita juga mengandung tugas administratif, namun itu tidak berarti kita harus menghabiskan waktu dalam rapat-rapat atau hanya duduk di belakang meja. Sangatlah penting untuk berada di tengah kawanan gembalaan kita dan memberikan kehadiran dan pendampingan kepada umat di kota-kota dan di desa-desa. Saya memikirkan mereka yang beresiko dilupakan: kaum muda, kaum lanjut usia, orang-orang sakit dan kaum miskin. Ketika kita melayani sesama dengan pemberian diri yang utuh, seperti yang kalian lakukan, dengan semangat belaskasih, kerendahan hati dan kebaikan, dengan cinta, sesungguhnya kita sedang melayani Yesus, seperti yang telah Dia katakan (bdk. Mat. 25:40). Dengan melayani Yesus dalam diri orang lain, kita menemukan kebahagiaan yang sejati. Janganlah menjauhkan diri dari Umat Allah, tempat kalian lahir. Jangan lupakan ibu dan nenek kalian, yang telah ‘menyusui’ kalian dengan iman, seperti dikatakan Santo Paulus (bdk. 2 Tim. 1:5). Jadilah gembala-gembala, pelayan-pelayan umat dan bukan administrator publik maupun klerus fungsionaris. Selalu bersama dengan umat Allah, jangan pernah memisahkan diri seolah-olah kalian adalah kelas sosial yang lebih tinggi. Jangan menyangkal ‘suku’ yang merupakan umat Allah.
Sekarang saya ingin mengatakan sesuatu tentang saudara saudari kita yang meninggal karena tindakan terorisme di Katedral ini, 10 tahun lalu, dan yang beatifikasinya sedang dalam proses. Kematian mereka mengingatkan kita akan kekuatan yang ditimbulkan oleh perang, kebencian, kekerasan dan penumpahan darah, yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama (bdk. Ensiklik Fratelli Tutti, 285). Saya juga ingin mengenang semua kurban kekerasan dan peperangan yang berasal dari komunitas religius mana pun. Besok, di Ur, saya akan bertemu dengan para pemimpin agama-agama tradisional yang ada di negara ini, untuk sekali lagi, menyatakan keyakinan kita bahwa negara harus mendukung perdamaian dan persatuan semua anak Allah. Saya ingin berterima kasih atas komitmen kalian untuk menjadi pembangun-pembangun perdamaian, di dalam komunitas-komunitas dan dengan umat beriman dari tradisi agama yang lain, menaburkan benih rekonsiliasi dan hidup bersama dalam persaudaraan yang dapat melahirkan pengharapan baru dalam diri semua orang.
Secara khusus saya memikirkan para kaum muda. Di mana-mana, kalian adalah pembawa janji dan pengharapan, terutama di negara ini. Oleh karena itu, di sini tidak hanya ada warisan arkeologis yang dihormati, melainkan ada kekayaan tidak terhingga untuk masa depan: yang adalah kaum muda! Mereka adalah harta yang harus kalian jaga, kalian dukung mimpi-mimpinya, mendampingi perjalanan dan memperkuat pengharapan mereka. Meski masih muda, kesabaran mereka telah diuji dalam berbagai konflik di tahun-tahun ini. Namun, mari kita ingat bahwa mereka, juga kaum lanjut usia, adalah ujung berlian dari negara ini, buah-buah terbaik. Semua tergantung dari kita untuk menumbuhkan mereka demi kebaikan dan menyebarkan pengharapan.
Saudara dan saudari:
Melalui pembaptisan dan krisma, imamat maupun profesi religius, kalian telah dikuduskan untuk Tuhan dan diutus untuk menjadi murid misionaris di negara yang sangat erat dengan sejarah keselamatan ini. Dengan memberi kesaksian yang setia akan janji-janji Allah, jangan kalian berhenti, dan teruslah berusaha membangun masa depan baru yang menjadi bagian sejarah ini. Semoga kesaksian kalian, yang dimatangkan dengan kesulitan dan dikuatkan dengan darah para martir, menjadi terang yang menyinari Irak dan negara-negara lain, untuk mewartakan kebesaran Tuhan dan menumbuhkan cinta negara ini pada Allah, Penyelamat kita (bdk. Luk. 1:46-47).
Sekali lagi saya berterima kasih atas kesempatan untuk berjumpa ini. Semoga Bunda Keselamatan kita dan Rasul Santo Tomas, menjadi perantara kalian dan melindungi kalian selalu. Dari hati, saya memberkati kalian satu per satu dan semua komunitas kalian. Dan saya mohon, tolong, berdoalah untuk saya. Terima kasih.
Penerjemah: Suster Rina Rosalina, MC
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.