MIRIFICA.NEWS, MEDAN – Forum Dialog dan Literasi Media bagi 102 OMK Keuskupan Agung Medan diteruskan oleh Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Brigjen Pol. Marthinus Hukom, SIK. Beliau mengawali sesinya dengan salam beragam agama.
“Ini karena saya berusaha meng-Indonesiakan diri saya dulu, baru mengagamakan diri saya,” tegas Marthinus. Sebagai fasilitator, Marthinus membahas isu terorisme dan radikalisme yang merebak di dunia digital.
“Ada kasus seperti di Jawa Barat; Di keluarga, ia dipandang baik: berangkat sekolah, pulang, masuk kamar. Orangtuanya kaget ketika Densus 88 menyatakan bahwa anaknya dapat merakit bom, membeli senjata dari online. Artinya, radikalisme tidak terbatas ruang dan waktu,” Marthinus membagikan pengalaman kerjanya menyangkut radikalisme via digital.
“Buku-buku yang memuat ajaran radikalisme tidak dijual seperti buku ajaran moderat yang dijual di toko buku gedung-gedung dengan kualitas tinggi; mereka yang radikal tidak mementingkan uang: difotokopi, dijual dengan harga Rp 5.000,-,” cerita Marthinus.
MARTHINUS: MENGENAI TERORISME
Terorisme dimulai dari proses intoleransi, yang beranjak ke radikalisme, berakhir ke terorisme. Pola terorisme sendiri di Indonesia, ada yang terstruktur dan non struktur (leaderless jihadis, lonewolf: pemain sendiri).
“Maka itu, Kemenkominfo dan KWI mendorong adik-adik semua untuk melakukan counter terhadap penyebaran konten radikalisme yang begitu masif,” tegas Marthinus.
Pasalnya, ketika terorisme merekrut relawan dari berbagai negara dengan tawaran yang sangat menarik, relawan tersebut akan kembali ke negara masing-masing dengan kemampuan perang dan persenjataan yang bisa menciptakan konflik.
“Pengeboman yang terjadi di Medan tempo hari, itu bukan rekayasa, itu benar-benar ada (orang di baliknya),” tegas Marthinus. “Ada orang-orang Indonesia yang menikah dengan kaum radikalisme dan ikut menjadi bagian dari mereka hanya dari media sosial. Selain itu, mereka juga mampu melakukan hacking untuk mendanai aktivitas mereka,” demikian bahaya riil dari pergerakan radikalisme menurut Marthinus.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.