MIRIFICA.NET – Anak-anak merupakan kelompok dalam masyarakat yang harus diperhatikan secara khusus karena keberadaan mereka yang masih bertumbuh dan berkembang. Paus Benediktus XVI, pada 19 November 2011, melalui Surat Apostolik Paska Sinode ‘Africa Munus’ artikel 65 – 68, menyatakan, “…anak-anak adalah karunia Allah bagi umat manusia, dan mereka harus mendapat perhatian khusus dari keluarga, Gereja, masyarakat dan pemerintah, karena mereka adalah sumber harapan dan kehidupan yang diperbarui. Tuhan sangat dekat dengan mereka dan hidup mereka sangat berharga di mata-Nya, bahkan ketika keadaan tampak sulit atau tidak mungkin. Allah ingin setiap anak bahagia, tersenyum, dan kemurahan-Nya ada pada mereka, “karena merekalah yang memiliki Kerajaan Allah” (Mrk 10:14).
Sementara, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 1989, mengesahkan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Anak dan setahun kemudian, Pemerintah Indonesia meratifikasinya melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi ini menyebut bahwa: setiap anak berhak untuk bermain, mendapatkan pendidikan, perlindungan, nama, status kewarganegaraan, makanan, akses kesehatan, rekreasi, kesetaraan dan peran dalam pembangunan.
Dalam situasi darurat kebencanaan, anak-anak menjadi salah satu kelompok rentan yang harus diperhatikan. Risiko dan ancaman yang mereka hadapi lebih besar daripada orang-orang pada umumnya. Menyadari kompleksitas penanganan situasi darurat bencana terutama perlindungan pada anak-anak, Caritas Indonesia turut serta dalam pelatihan “Perlindungan Anak di Situasi Darurat” yang diselenggarakan oleh Yayasan RedR Indonesia bersama United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). Dilakukan dalam dua tahap, daring (10 – 12 Januari 2022) dan luring (17 – 19 Januari 2022), pelatihan ini difasilitasi oleh Pitoyo Susanto dari Yayasan Plan Internasional, Hening Budiyawati dari Yayasan Setara, dan Mulyana Brata Manggala, seorang Konsultan Perlindungan Anak.
Pelatihan ini digelar untuk meningkatkan, kapasitas, baik pada otoritas pemerintah maupun pekerja kemanusiaan, dalam merespon kompleksitas situasi dan mengambil tindakan pencegahan akan munculnya risiko-risiko yang mengancam keselamatan anak-anak.
Tiga hal penting kiranya boleh digarisbawahi dari pelatihan di atas pertama, perlunya koordinasi yang kuat di antara para aktor (pemerintah dan non-pemerintah) yang merespon kebencanaan, baik pada masa tanggap darurat, transisi, maupun pada tahap pemulihan atau paska bencana. Kedua, perlunya batasan-batasan yang jelas antar pekerja kemanusiaan di lapangan pada kegiatan-kegiatan yang berbasis perlindungan anak. Ketiga, pentingnya memperhatikan kesehatan jiwa, dukungan psikososial, dan penanganan kekerasan pada anak, serta pendampingan pada anak yang terpisah dari keluarganya. *Team Caritas Indonesia
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.