Pertemuan tahunan para penggerak Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan-keuskupan di Regio Nusa Tenggara (Nusra) telah berlangsung di Bali, pekan keempat Januari 2014. Kegiatan ini bermuara pada komitmen bersama yang tertuang dalam “Butir-butir Kesepakatan.”
Ada 8 Keuskupan yang ada di Regio itu, yaitu Keuskupan: Atambua, (Agung) Kupang, Weetebula, Larantuka, Maumere, (Agung) Ende, Ruteng dan Denpasar, masing-masing mengirimkan utusan dalam acara berlabel “Temu PSE Regio Nusra”.
Total peserta 23 orang terdiri dari para Ketua dan pengurus (penggerak) PSE keuskupan-keuskupan tersebut. Pertemuan ini juga didampingi secara penuh oleh Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI RD. F.A. Teguh Santosa, serta dua orang Uskup, yakni Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, serta Uskup Agung Kupang yang juga Moderator Kerasulan PSE Regio Nusra Mgr. Petrus Turang.
Pertemuan Komisi PSE Regio Nusra ini rutin dilaksanakan setiap tahun dan masing-masing Keuskupan secara bergilir dipercayakan menjadi tuan rumah, dengan agenda yang telah mereka sepakati bersama dalam pertemuan tahunan sebelumnya. Keuskupan Denpasar dipercaya menjadi tuan rumah pertemuan tahun 2014, dan telah dilaksanakan selama 4 hari, 27-30 Januari 2014 di Aula Keuskupan Denpasar.
Menurut Koordinator Kerasulan PSE Regio Nusra periode 2011-2014, Bapak Kanis Kusi (Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Kupang), pertemuan ini bukan sekedar rutinitas, tetapi memiliki maksud dan tujuan, yakni untuk saling belajar dan menguatkan dalam karya pelayanan PSE. Adapun fokus pertemuan kali ini diarahkan pada refleksi kritis dan evaluasi tentang Kaderisasi Penggerak Kerasulan PSE serta Gerakan Tiga Pilar Kerasulan PSE (APP, HPS, LKM) di Keuskupan/Paroki masing-masing yang berpola 3 M: ‘Melibatkan, Mengembangkan dan Mencerdaskan’ umat bersama masyarakat.
“Selain menyampaikan sharing tentang hasil atau pencapaian, juga proses dan dampak berupa ‘nilai atau roh’ yang selalu dibangun dan dikembangkan dalam komunitas umat atau masyarakat serta keterpaduan antara 3 pilar kerasulan PSE tersebut yaitu Aksi Puasa Pembangunan (APP), Hari Pangan Sedunia (HPS) dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM),” katanya, seraya menambahkan bahwa pertemuan ini juga dimaksudkan sebagai salah satu sarana kaderisasi penggerak kerasulan PSE di Regio Nusra.
Para peserta juga mendapatkan pencerahan, antara lain lewat homili dan sambutan dari Uskup Denpasar Mgr. Silvester San, serta masukan dan penegasan dari Uskup Agung Kupang selaku Moderator Kerasulan PSE Regio Nusra dan Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI RD. F.A. Teguh Santosa. Ketiganya sama-sama memberikan dorongan dan semangat kepada para penggiat Komisi PSE di setiap Keuskupan, agar tidak lelah untuk bekerja bagi kemanusiaan khususnya demi kesejahteraan umat maupun masyarakat umumnya melalui gerakan Pengembangan Sosial Ekonomi, serta mengingatkan pentingnya mengandalkan Tuhan dalam setiap pelayanan, teristimewa pelayanan di bidang PSE.
Kegiatan ini dibuka dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin Uskup Denpasar Mgr. DR. Silvester San, selaku Selebran Utama, didampingi Ketua Komisi PSE Keuskupan Denpasar, P. Rosarius Geli SVD dan Ketua PSE Keuskupan Agung Ende, RD. Hengky Sareng.
Dalam homilinya, Mgr San, mengatakan, “Pada Rapat Tahunan PSE Regio Nusra di awal tahun 2014 ini, marilah kita berusaha agar kita senantiasa memberi tempat utama bagi Tuhan dalam hidup kita dan juga dalam tugas pelayanan kita sebagai Rasul-rasul PSE.” Setiap Rasul PSE, kata Uskup San, perlu bekerja keras dan berusaha untuk membantu orang-orang yang susah, menolong orang-orang miskin dan menderita dengan memberikan bantuan-bantuan material, terutama dengan memberi makan kepada orang-orang yang lapar, berusaha membantu umat yang miskin dan menderita dengan mengusahakan pengembangan sosial ekonomi mereka. “Dalam usaha-usaha tersebut, hendaknya Tuhan selalu menjadi tempat utama dalam karya kita, sebab segala kerja keras dan usaha kita akan sia-sia tanpa intervensi atau campur tangan Tuhan,” katanya.
Mgr. San kembali menegaskan dalam sambutan pembukaan, supaya disadari bahwa kemiskinan merupakan problem kemanusiaan yang menimpa sebagian besar manusia di zaman ini. Kenyataan ini sungguh-sungguh memprihatinkan karena menyangkut hak hidup setiap manusia. Dalam kondisi seperti ini, Gereja tidak bisa tinggal diam atau memposisikan diri sebagai penonton saja atau sekedar mengucapkan kata ”kasihan”. ”Gereja hendaknya mengambil bagian dalam urusan kemiskinan yang dialami manusia, lewat karya-karya yang dapat dilakukannya. Karya pelayanan Gereja atau PSE hendaknya merupakan suatu keberpihakan kepada mereka yang miskin atau kurang beruntung dalam hidupnya,” imbuh Mantan Rektor Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret Maumere, itu.
Satu Tarikan Nafas Gerakan PSE
Sekretaris Eksekutif Komisi PSE KWI RD. F.A. Teguh Santosa, menekankan bahwa tiga pilar gerakan PSE yakni APP, HPS dan LKM merupakan satu tarikan nafas dalam gerakan PSE, dengan mengutamakan pola karya 3 M: Melibatkan, Mengembangkan dan Mencerdaskan. Oleh karena itu, antara APP, HPS dan LKM tidak boleh dipisahkan atau dipandang secara parsial, tetapi harus menjadi sebuah gerakan yang integral antara satu dengan lainnya. “Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Ketiga gerakan ini harus menjadi sebuah kerasulan yang mengarah pada membangun sebuah nilai yang bermanfaat bagi umat, maka tiga pilar dengan pola 3 M perlu diperjuangkan dan dipertahankan.
Menurut Romo Teguh, sapaan akrabnya, karya karasulan PSE sebagai tanggapan atas panggilan dan perutusan Gereja di tengah dunia sudah dijalankan oleh Komisi PSE beserta perangkat pastoralnya di seluruh keuskupan di Indonesia. Dia menambahkan, Kerasulan PSE mendasarkan diri pada spiritualitas inkarnatoris-transformatif yang berpangkal dari misteri penjelmaan Allah dalam hidup manusia.
Romo Teguh, lantas menunjuk pendasaran biblis atas semangat inkarnatoris-transformatif yang hendaknya menjadi spirit para Rasul PSE. “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh.1:14). Dalam proses inkarnasi itu, Firman Allah menunjukkan solidaritas dengan manusia, dengan “Mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia” (Fil 2:7), menunjukan semangat belarasa kepada mereka yang menderita (Mat 9:36), dan mengupayakan hidup baru dan berkelimpahan dengan membawa kabar baik bagi orang miskin, pembebasan bagi tawanan, penglihatan bagi orang buta dan pembebasan bagi orang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk 4:18).
Berangkat dari spirit tersebut, maka program kegiatan kerasulan Sosial-Ekonomi yang dijalankan oleh Komisi PSE beserta seluruh perangkat pastoralnya adalah sebagai upaya untuk “mendagingkan Sabda” dalam realitas hidup sosial manusia. “PSE Bukan soal fungsi dan peran dalam menghadirkan dana tapi bagaimana PSE tiap keuskupan berusaha agar PSE menjadi sebuah gerakan dan animasi bersama untuk membangun hidup umat,” tegasnya.
Jangan Menjadi Kepala Dinas
Sementara itu, Mgr. Petrus Turang, yang memberikan masukan inpiratif bagi gerakan kerasulan PSE, menegaskan, gerakan PSE akan berhasil jika Komisi PSE melakukan pendekatan pastoral, komunikasi dan datang langsung ke jantung persoalan umat atau masyarakat khususnya persoalan di bidang sosial ekonomi. “Ini harus kita perhatikan, agar kita tidak mundur kembali. Kita harus rendah hati, jangan menjadi ‘kepala-kepala dinas’. Tapi Rasul PSE itu wakil-wakil Uskup di bidang sosial ekonomi,” katanya.
Di sisi lain, Uskup Agung Kupang, ini juga mengingatkan bahwa Gerakan PSE harus bercorak inklusif; seluruh umat terlibat dan dilibatkan dalam gerakan PSE baik yang miskin dan yang kaya. Menurut Mgr. Turang, keseimbangan itu penting, dalam arti PSE menempatkan diri pada jalur bersama. “Gereja sering mengabaikan orang yang dianggap tidak miskin. Kita sering terobsesi dengan orang miskin, tidak memperihitungkan orang yang bisa bekerja sama untuk orang miskin. Sering kita tidak sadar dengan pekerjaan kita mengucilkan yang lain, termasuk orang-orang kaya. Padahal kita harus mempunyai sikap dan prilaku yang sama kepada semua orang,” tegasnya seraya berharap agar para Rasul PSE harus mampu mengerakkan peluang-peluang bagi pemberdayaan.
“Sebagai Kader Penggerak Kerasulan PSE perlu membangun sistim ekonomi di mana semua orang bisa bekerja untuk mengatasi masalahnya secara layak sebagai manusia dan bukan saling meniadakan,” pungkasnya.
Studi Lapangan
Menariknya, pertemuan kali ini tidak hanya berkutat di ruang pertemuan. Tepat pada hari ketiga peserta diajak untuk melakukan studi lapangan (eksposure) di salah satu sentra “Sistem Pertanian Terintegrasi yang disingkat Simantri” di wilayah Kabupaten Klungkung-Bali. Simantri merupakan program pemerintah Provinsi Bali, sebagai upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian dan merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat pedesaan. Simantri mengintegarsikan kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya. Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan ternak, dengan menggabungkan kelompok-kelompok tani (peternakan, pertanian dan perkebunan) dalam salah satu unit Simantri.
Di seluruh Bali hingga saat ini telah terbentuk 419 Simantri. Simantri yang dikunjungi oleh para peserta Temu PSE Regio Nusra adalah Simantri 376 Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Uma Desa yang berlokasi di Banjar Dinas Sidayu Tojan, Desa Takmung, Kecamatan Bajarangkan, Kabupaten Klungkung atau terletak di arah timur dari Kota Denpasar.
Di Simantri 376 terdapat puluhan ekor sapi yang dipelihara oleh kelompok tani Peternakan. Selain usaha penggemukan sapi, kotoran sapi-sapi tersebut diolah lebih lanjut melalui rekayasa teknologi sehingga menghasilkan antara lain bio gas, bio urine dan pupuk organik.
Penyuluh Simantri 376, Dewa, secara detail memberikan penjelasan kepada peserta. Dikatakan oleh Mahasiswa S-2 Teknologi Pertanian Universitas Udayana Denpasar itu, Simantri 376 menerapkan konsep pertanian berbasis pariwisata dengan agrowisatanya serta pendidikan pertanian. Di Simantri ini juga dilakukan pelatihan-pelatihan mengenai cara pembuatan MOL, bio urine, pembuatan kompos, serta pembuatan bibit pisang sehat.
Dari studi lapangan tersebut, diharapkan agar para penggerak PSE ini terinspirasi untuk dikembangkan di wilayah pelayanannya masing-masing, sehingga studi lapangan ini tidak sekedar untuk datang melihat dan mendengar saja, tetapi harus mampu berbuat sesuatu di tempat masing-masing.
Setelah eksposure, peserta kemudian berkunjung ke Puja Mandala di Nusa Dua-Bali di mana di kawasan itu berdiri lima tempat ibadah dari lima agama: Pura (Hindu), Gereja Kristen, Vihara (Budha), Gereja Katolik dan Masjid (Islam). Dalam kesempatan itu para peserta mengunjungi setiap tempat ibadah dan disambut hangat oleh setiap pimpinan tempat ibadah. Para peserta hari itu mengadakan Perayaan Ekaristi di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa, salah satu tempat ibadah (Katolik) di kompleks Puja Mandala.
Kemudian pada hari terakhir para peserta berhasil merumuskan Risalah Pertemuan, yang memuat antara lain “Butir-butir Kesepakatan” (Baca juga Risalah Pertemuan di bawah ini-Red). Dalam pertemuan kali kini, Komisi PSE Regio Nusra juga berhasil memilih Koordinator dan Pengurus Regio yang baru, periode 2014-2017, menggantikan Kanis Kusi selaku Koordinator beserta para pengurus sebelumnya. Pengurus baru terdiri dari Koordinator Rm. Hengky Sareng, Pr (Keuskupan Agung Ende); Sekretaris Rm. Yanto Tena, Pr (Keuskupan Weetebula); Bendahara Rm. Kanis Mbani, Pr (Keuskupan Maumere). Sedangkan tuan rumah pertemuan tahun 2015 adalah Keuskupan Weetebula-Sumba.
(Hironimus Adil – Komsos Keuskupan Denpasar dan Redaktur Majalah Keuskupan Denpasar “AGAPE”).
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.