Oktober 2021, Bait Allah, Bait Pengantar Injil, Firman Tuhan, Gereja Katolik Indonesia, Iman Katolik, Injil Katolik, Katekese, Katolik, Kitab Suci, Komsos KWI, Konferensi Waligereja Indonesia, KWI, Lawan Covid-19, Penyejuk Iman, Perjanjian Baru, Perjanjian Lama, Pewartaan, Sabda Tuhan, Umat Katolik, Yesus Juruselamat
Ilustrasi

MIRIFICA.NET – Pendahuluan

Jika  ada  tema  pastoral  yang selalu penting untuk direfleksikan secara serius, satu diantaranya adalah tentang  pengelolaan keuangan  paroki. Mengapa ? Sekurang-kurangnya ada beberapa  alasan  mendasar, yakni  pertama, sebagai  badan hukum publik, paroki  dapat (dan harus)  mengelola keuangan yang dimilikinya (bdk. kan. 1255);  kedua, keuangan  paroki  berasal  dari  hasil  jerih  payah  umat beriman; ketiga, keuangan paroki  adalah milik paroki  dan  bukan milik pastor paroki; keempat,  semakin  derasnya  tuntutan  dewasa ini  terkait pengelolaan  keuangan paroki yang harus memperhitungkan  berbagai  prinsip  pengelolaan  keuangan  modern.

Pertanyaannya  adalah bagaimana  paroki  mengelola keuangan yang dimilikinya? Siapakah yang bertanggung jawab mengelolaa keuangan paroki ?  Untuk menjawabi pertanyaan-pertanyaan ini  kita  perlu  terlebih  dahulu   menyegarkan  kembali  pemahaman  dasar  menyangkut   sumber keuangan  paroki dan peruntukannya. Hal ini  penting  sebagai  titik tolak  dalam  membahas  tentang  pengelolaan  keuangan paroki.

Keuangan Paroki: Sumber dan Peruntukannya

Sebagaimana disinggung di atas, keuangan paroki  pada dasarnya  berasal dari hasil  “keringat” umat  beriman di paroki, yang di satu pihak,  merefleksikan secara terang benderang rasa  menggereja (sensus ecclesiae) dan di lain pihak,  merupakan pelaksanaan  hak  dan  kewajiban fundamental  umat beriman   untuk  membantu  paroki   dalam  memenuhi kebutuhannya (bdk. kan. 222, §1).   Wujud  konkritnya  dapat  berupa sumbangan sukarela, kolekte, administrasi pelayanan sakramen dan surat menyurat, serta  iuran wajib  atau di wilayah  tertentu disebut “Gessar” (Gerakan  Syukur  Seribu Sehari) dan lain sebagainya  yang sesuai  dengan pedoman yang ditetapkan oleh Ordinaris Wilayah.

Uang  paroki  yang berasal dari  umat  beriman  dimaksudkan  untuk tujuan yang khas, seperti  mengatur ibadat ilahi,  memberi penghidupan yang layak bagi  klerus  serta pelayan lainnya yang siang dan  malam mengabdikan hidupnya  bagi pelayanan  umat paroki,  melaksanakan  berbagai  karya kerasulan, termasuk  karya sosial-karitif, terutama  bagi  yang  miskin  dan  berkekurangan (bdk. kan. 1254, §1).

Aspek  Komunional  Pengelolaan  Keuangan

Oleh karena uang paroki berasal dari umat  dan diperuntukan untuk tujuan-tujuan yang khas, maka tugas pengelolaannya merupakan tugas gerejawi atau komunitas. Dengan kata lain, tugas  pengelolaannya  tidak  pernah  merupakan tugas  privat (bdk. kan. 1282) melainkan  melibatkan  komunitas umat beriman  secara keseluruhan, yang secara yuridis  diwakili  oleh  organ partisipatif dan konsultatif yang keberadaannya di akui  dalam  Gereja.

Implikasi lebih lanjut adalah bahwa pertanggung jawaban atas pengelolaan keuangan  tersebut  berdimensi ganda. Di satu pihak, pertanggung jawaban tersebut diberikan  kepada  komunitas  umat  beriman di paroki (kan. 1287, §2), dan di lain pihak, kepada Ordinaris Wilayah (bdk. 1287, §1).

Peran  dan  Tanggung  Jawab  Pastor Paroki

Pastor paroki adalah pemimpin komunitas umat beriman yang diangkat oleh Uskup Diosesan untuk  menjalankan reksa pastoral  komunitas   atas nama dan di bawah otoritas Uskup Diosesan (bdk. kan. 519). Dalam hubungan dengan pengelolaan keuangan, pastor paroki  adalah administrator dan penanggung jawab legal-yuridis (bdk. kan. 532).  Ia diserahi tugas  oleh Uskup Diosesan  untuk  melaksanakan  reksa pastoral paroki  dalam keseluruhan aspeknya, baik sakramental, liturgis, kateketis dan karitatif maupun aspek sipil dan administratif menyangkut pengelolaan keuangan. Selain itu, sebagai pastor paroki, ia bertindak mewakili badan hukum paroki.

Namun penting untuk diingat bahwa sekalipun pastor paroki adalah administrator dan penanggung jawab legal atas keuangan paroki, hal ini tidak berarti bahwa ia bebas mengelola keuangan paroki seturut selera pribadi. Ia hanyalah perwakilan legal dan  bukan  pemilik keuangan paroki.  Hak milik  atas  keuangan paroki  tetap  berada di tangan paroki. Sebagai   penanggung jawab administratif, ia  menjalankan tugasnya  seturut norma hukum universal maupun  norma hukum partikular yang ditetapkan oleh Uskup Diosesan.

Bidang-bidang tugas yang manakah yang menjadi tanggung jawab pastor paroki dalam hubungan dengan pengelolaan keuangan? Dalam  terang kanon 1281-1288 yang menggariskan ketentuan secara umum menyangkut kewajiban pengelola harta benda, kita dapat mengaplikasikan berbagai ketentuan ini ke dalam  konteks pengelolaan keuangan paroki. Tugas  yang  menjadi tanggung jawab pastor paroki adalah  mengawasi agar keuangan paroki yang dipercayakan kepadanya tidak hilang atau menderita kerugiaan dengan cara apapun; mengusahakan agar pemilikan keuangan paroki diamankan dengan cara-cara yang sah secara sipil; mengindahkan berbagai ketentuan hukum, baik kanonik maupun sipil, atau ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh fundator atau donatur, atau otoritas yang legitim, terutama  menjaga  agar  paroki jangan menderita kerugiaan  karena tidak diindahkannya perundang-undangan sipil; mengambil secara cermat dan pada waktu yang tepat hasil keuntungannya serta menyimpan dengan aman dan menggunakannya sesuai dengan maksud fundator atau norma-norma yang legitim; memanfaatkan uang yang tersisa dari pengeluaran serta dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan paroki dengan persetujuan Ordinaris; memelihara dengan baik buku-buku pemasukan dan pengeluaran; membuat laporan pengelolaan pada akhir tahun.

Pada titik ini, kita menjadi sadar bahwa ternyata tugas  yang  menjadi tanggung jawab pastor paroki dalam hubungan dengan pengelolaan keuangan tidaklah segampang  membalikkan  telapak tangan. Dalam  diri  pastor  paroki dituntut  kecapakan khusus  dalam  hal  pengelolaan keuangan. Dengan kata lain, rajin berdoa, cakap berkotbah, hebat  mengajar, pandai menyanyi, pintar melucu, tidaklah cukup.  Seorang pastor paroki  juga dituntut memiliki kemampuan  untuk menjalankan administrasi  keuangan paroki secara baik.  Dan sekali lagi, hal ini tentu tidak mudah mengingat  mayoritas  pastor paroki – kami  termasuk –   kurang   memahami  dengan baik  ilmu  manajemen  keuangan  dengan  segala tetek bengeknya.  Atas  dasar  itulah  maka  untuk membantu  pastor paroki   dalam  mengelolaa  keuangan,  Legislator  mewajibkan  keberadaan  Dewan Keuangan Paroki (DKP) atau sekurang-kurangnya dua penasehat keuangan di masing-masing paroki.

Dewan Keuangan Paroki

Hukum Gereja menetapkan bahwa paroki sebagai badan hukum publik harus memiliki Dewan Keuangan Paroki (kan. 537, 1280). Dewan Keuangan Paroki (DKP) merupakan organ partisipatif dan konsultatif  yang beranggotakan orang-orang yang memiliki kualitas  dan kompetensi  yang baik  di bidang administrasi keuangan (kan. 492, §1).

Apa yang menjadi tugas DKP? Tugasnya bukan untuk memata-matai pastor paroki, melainkan  memberikan  bantuan kepada pastor paroki selaku penanggung jawab legal-yuridis dalam mengelola  keuangan paroki. Dengan kata lain, tugasnya  adalah membantu  supaya keuangan paroki dikelola  sesuai dengan mekanismenya  dan digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yang khas dari Gereja sebagaimana diuraikan sebelumnya di atas.

Mekanisme Pengelolaan Keuangan

Kitab Hukum Kanonik tidak menyinggung secara eksplisit dan detail menyangkut  mekanisme pengelolaan keuangan paroki. Hal ini biasanya  diatur dalam hukum partikular, khususnya  statuta DKP  yang ditetapkan oleh  Uskup Diosesan.  Secara umum, pengelolaan keuangan paroki mencakup beberapa tahap, yakni perencanaan, penganggaran, transaksi, dan pelaporan.   Mekanisme pengelolaan keuangan  ini   tidak  boleh  melenceng  dari  kebijakan, aturan, dan pola yang ditetapkan dalam statuta DKP. Dengan kata lain, statuta  harus menjadi rujukan utamanya.

Dalam hubungan dengan perencanaan, misalnya, DKP wajib membuat perencanaan strategis dan sistematis setiap awal tahun  menyangkut keuangan paroki. Perencanaan yang berskala besar harus  dikonsultasikan terlebih dahulu  dengan  Ordinaris Wilayah. Hal ini penting supaya  sejak awal Ordinaris Wilayah  mengetahui perencanaan tersebut  dan  memberikan pertimbangan seperlunya  sekaligus  menghindari   kemungkinan  terjadinya  hal-hal yang merugikan  paroki  secara finansial di kemudian hari.

Dalam hubungan dengan pengangaran, DKP – melalui bendahara paroki – wajib membuat anggaran tahunan paroki  terkait pos-pos pembiayaan, misalnya biaya kegiatan pastoral, gaji karyawan/wati, biaya hidup pastor paroki dan lain sebagainya. Penganggaran  ini  tentu  saja  disesuaikan  dengan  kebutuhan  dan  keadaan  masing-masing paroki.

Transaksi keuangan paroki, di lain pihak, berkaitan dengan hal rutin dan non rutin, baik pendapatan dan biaya. Penting untuk diperhatikan agar transaksi apa pun bentuknya  dicatat dalam jurnal harian  (sebaiknya jangan di tunda-tunda !) dan disertai dengan kuitansi, nota sebagai alat bukti.  Transaksi juga berkaitan dengan pengeluaran uang dalam jumlah tertentu yang membutuhkan konsultasi dan persetujuan DKP serta Uskup Diosesan. Dalam statuta DKP, hal ini biasanya dinyatakan secara eksplisit. Misalnya, dana di bawah 5 juta diatur oleh pastor paroki;  di atas 5 juta  sampai 10  membutuhkan  konsultasi  dengan DKP; di atas 10 juta sampai  25 juta  membutuhkan konsensus atau persetujuan DKP; di atas 25 juta  harus meminta  persetujuan  Uskup Diosesan (bdk. Statuta DKP Keuskupan Ruteng, 2021).

Dalam hubungan dengan pelaporan, DKP berkewajiban  untuk  membuat laporan keuangan tahunan. Laporan ini  diberikan   kepada  Uskup Diosesan  dan  juga  kepada seluruh  umat beriman di wilayah paroki tersebut. Isi laporan keuangan menyangkut pendapatan dan biaya, penerimaan dan pengeluaran, dan lain sebagainya, termasuk laporan  pinjam  meminjam.

Akuntabilitas dan Transparansi

Mekanisme pengelolaan keuangan paroki tentu saja harus memperhatikan prinsip manajemen modern menyangkut  akuntabilitas dan transparansi.  Akuntabilitas berhubungan dengan  kewajiban pastor paroki bersama DKP  untuk  memberikan  pertanggung jawaban kepada Uskup Diosesan  yang memiliki hak atau kewenangan untuk mengetahui  hasil pengelolaan keuangan paroki  tersebut. Secara teknis, akuntalibitas direalisasikan dengan cara membuat  laporan  yang  riil  dan  objektif  menyangkut penerimaan keuangan, rincian pengeluarannya yang terpakai  disertai dengan bukti nota atau kwitansi  serta  saldo akhir.

Selain akuntabilitas, transparansi  pengelolaan juga  merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Transparansi dapat diterjemahan  sebagai sebuah bentuk  keterbukaan dari pihak  pastor paroki  dan DKP untuk menyediakan  informasi yang  relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh Ordinaris Wilayah atau pun oleh umat beriman.  Untuk  mengetahui sejauh mana  pengelolaan keuangan  memperhatikan prinsip transparansi,  kita dapat mengukurnya  dari   aspek  kemudahan  untuk mendapat  informasi  menyangkut  berbagai  hal yang berhubungan dengan   pengelolaan keuangan. Transparansi  pengelolaan  keuangan  paroki  dalam  praksisnya dapat diterapkan  antara lain melalui  rapat rutin  secara periodik  untuk  membicarakan secara  terbuka  berbagai hal  menyangkut  pengelolaan keuangan tersebut.

Dalam  hubungan  dengan transparansi, hal ini tidak saja berarti pelaporan resmi data-data (bdk. Kongregasi untuk Para Klerus, Pertobatan Pastoral Komunitas Paroki, n. 106) melainkan juga kewajiban untuk menginformasikan kepada  Ordinaris Wilayah  dan seluruh  umat  di paroki bagaimana keuangan di kelola, bagaimana keadaan terkini neraca keuangan paroki, dan berbagai informasi penting lainnya.  Ordinaris Wilayah  dan  umat  beriman  memiliki  hak untuk  mendapatkan  informasi  menyangkut pengelolaan keuangan paroki. Selain itu, transparansi juga diperlukan  demi  menghindari  tuduhan  atau  kecurigaan   tertentu  yang  dapat  merusak  kredibilitas  Gereja  di mata umat.  Dari pengalaman hidup sehari-hari  kita  mengetahui  bahwa  jika  umat kehilangan kepercayaan,  hal  ini  akan  melemahkan  semangat  mereka  untuk memberi derma atau membayar iuran. Kalau pun mereka memberi, unsur  spontanitasnya  kurang terasa  oleh  karena  diberikan  secara  terpaksa.

Pentingnya  Pengawasan  Ordinaris  Wilayah

Agar  pengelolaan keuangan  paroki mengikuti mekanisme yang digariskan dalam statuta  dan  mengedepankan prinsip  akuntabilitas dan transparansi,  pengawasan dari pihak  Ordinaris Wilayah mutlak perlu (bdk. kan, 1276, §1). Pengawasan  seperti  ini  merupakan mandat hukum  yang harus dijalankan  oleh Ordinaris  atau  yang mewakilinya.

Ketika  fungsi  pengawasan  ini  berjalan  dengan baik, berbagai  hal positif  dalam pengelolaan keuangan  dapat  ditingkatkan  dan  kesalahan atau  kekeliruan, jika ada,    dapat segera  diperbaiki tanpa  harus  menunggu  neraca  keuangan  paroki   benar-benar jungkir balik. Pihak yang terbukti  mengelola  keuangan paroki  secara  tidak bertanggung jawab dan merugikan  paroki  secara keseluruhan  harus  diminta  pertanggung  jawaban, dan  dalam  kasus  tertentu,  harus  memberikan  ganti rugi  yang  sepadan.

Penutup

Sampai di sini, kami  berharap  kita  sepakat  bahwa  pengelolaan  keuangan  paroki itu  penting.  Tanpa mengabaikan karya Roh Kudus,  kita dapat mengatakan bahwa  maju -mundurnya  sebuah paroki  sangat  ditentukan  juga oleh  cara  pengelolaan  keuangan yang  jujur, transparan  dan  akuntabel.

Perlu  ada  kerja  sama yang  konstruktif  antara  pastor paroki  dan  DKP sebagai pengelola keuangan paroki. Seorang pastor paroki  tidak bisa dan tidak boleh bekerja sendirian. Ia harus bergandengan tangan  dengan  DKP.

Kerjasama seperti ini kadang tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan penyalahgunaan  atau  kelalaian  dalam  pengelolaan  keuangan  bisa  saja terjadi. Atas dasar itu maka  pengawasan  dari  pihak  Ordinaris Wilayah  tetap dibutuhkan, dan  dalam kasus tertentu,  sebuah keharusan  yang  tidak  bisa ditawar-tawar.