GEMULAI enam penari lengger yang tampil Jumat (26/5/2017) pagi di Gedung Paschalis, Jalan Gereja, Purwokerto, Jawa Tengah memikat ratusan peserta Pelatihan Character Building yang sudah berkumpul untuk memulai kegiatan.
Kadang-kadang gerakan makin cepat kemudian gemulai kembali. Saat benar-benar dicermati ternyata para penari gemulai itu adalah para pria. “Inilah yang disebut dengan Lengger Lanang,” ujar Ketua Komisi Komsos Keuskupan Purwokerto RD Teguh Budiarto.
Kebanyakan orang berpikir penari lengger sesungguhnya perempuan, padahal tidak. Lengger merupakan perpaduan seni tari tradisional antara tayub dan ronggeng. Bedanya, ronggeng atau tayub dimainkan penari perempuan, sedangkan lengger dimainkan penari pria tulen yang sengaja berperan sebagai sosok perempuan. Lengger sendiri berasal dari kata leng dan jengger. Artinya, diarani leng jebule jengger atau dikira perempuan ternyata laki-laki. Pelakunya, akrab disebut lengger lanang.
Perihal lengger lanang ini bukan sekadar mitos karena tertulis dalam Serat Centhini. Budayawan Suharto menyatakan tayuban adalah penari wanita yang disebut tledhek, ronggeng, atau tandhak yang berkedudukan sebagai wanita berstatus rendah yang dikaitkan dengan kehidupan prostitusi, tetapi di lain pihak kehadiran mereka dibutuhkan dalam kegiatan upacara bersih desa, guna menangkal malapetaka atau sebagai sarana penyembuh sakit anak-anak. Masyarakat Banyumas mengatakan lengger identik dengan ronggeng.
Penari lengger memang awalnya dilakukan oleh pria yang berdandan seperti wanita meski kini para penarinya wanita cantik sedangkan penari pria hanya sebagai badut pelengkap yang berfungsi memeriahkan suasana. Badut biasanya hadir pada pertengahan pertunjukan.
Jumlah penari lengger antara dua sampai empat orang. Mereka harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik. Rambut kepala disanggul, leher sampai dada bagian atas biasanya terbuka, sampur atau selendang biasanya dikalungkan di bahu, mengenakan kain/jarit dan stagen. Lengger menari mengikuti irama khas Banyumasan yang lincah dan dinamis dengan didominasi oleh gerakan pinggul sehingga terlihat sangat menggemaskan.
Menggunakan calung
Piranti yang digunakan dalam pementasan Lengger, antara lain calung sejenis alat musik pukul yang berjajar dan mempunyai nada bunyi tersendiri dalam setiap lajurnya, bongkel (sejenis angklung dengan tiga balok bambu sebagai instrumen penghasil suara ini masuk pada alat musik bongkel bukan calung), angklung, gong tiup , gamelan bambu, dan kendang.
Peralatan gamelan calung terdiri dari gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong dan gong yang semuanya terbuat dari bambu wulung (hitam). Sedangkan kendang atau gendang sama seperti gendang biasa.
Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lebih dikenal sebagai sinden. Satu grup calung minimal memerlukan tujuh orang anggota terdiri dari penabuh gamelan dan penari/lengger. Tidak hanya itu, untuk mengakomodasi permintaan penonton, penabuh juga memiliki drum dan organ untuk mengiringi Pesinden seringkali diminta menyanyikan lagu dangdut atau campursari. Karena itu sang penabuh dituntut untuk bisa memainkan musik apa saja, meskipun ia mengaku lebih senang memainkan langgam Banyumasan yang menjadi pakem tembangnya.
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI