MENULIS dengan santai tentu saja menyenangkan, apalagi jika orang menulis tanpa ada “tekanan“. Sering orang merasa kegiatan menulis itu seperti sebuah hiburan. Namun, konsekuensinya adalah orang hanya menulis pada waktu waktu lagi in the mood saja. Bisa dalam seminggu dua tiga tulisan, tapi bisa juga dalam sebulan hanya sekali menulis. Hal ini terjadi karena orang merasa tidak ditantang untuk menulis. Padahal setiap tantangan yang muncul dapat dijadikan sebagai motivasi sekaligus merupakan motivasi yang menggerakkan seseorang untuk dapat menulis secara konsisten. Lalu, apa saja yang dapat dijadikan motivasi diri dalam menulis konsisten?
Menurut Direktur “Indonesia Menulis” sebenarnya ada banyak cara dan hal yang dapat dijadikan sarana motivasi agar dapat menulis secara konsisten. Kepada para pegiat media yang hadir dalam pelatihan jurnalisitk di Rumah Ret-ret Maranatha, Jayapura, Selasa (11/7/2017), ia mengatakan motivasi diri dalam menulis dapat dibangkitkan lewat menumbuhkan kesadaran perlunya membaca, meningkatkan ketrampilan membaca, dan merangsang minat membaca.
Selain itu, Budi menambahkan, para pegiat media perlu mengikuti kompetisi menulis yang ditawarkan oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta. “Ada begitu banyak kompetisi menulis yang ditawarkan,tinggal memilih mana yang sesuai selera hati”.
Setelah itu, barulah penulis dapat menetapkan target untuk mencetak hasil karya sendiri menjadi buku. “Menciptakan sendiri motivasi diri,misalnya : one day one article, merupakan bagian dari upaya yang perlu ditargetkan seorang penulis untuk mencapai jumlah tulisan dalam kurun waktu tertentu,” ujarnya.
Testimoni
“Pengalaman adalah guru yang paling berharga”, begitulah ungkapan yang sering dibaca dan diperdengarkan kepada siapa saja. Cerita panjang Budi Sutedjo menjadi seorang penulis produktif, tidak lepas dari keinginannya untuk belajar dari setiap pengalaman yang dilaluinya. Ia menuturkan bahwa setiap pengalaman hidupnya, sekecil apapun, pasti ia catat dan kemudian dibuatkan dalam bentuk tulisan singkat. Saking terbiasa dengan pola seperti itu, akhirnya kegiatan menulis itu pun dirasakannya sebagai sebuah kewajiban.
“Dengan pola seperti itu secara tidak langsung saya sedang berusaha mengatasi tantangan dan hambatan dalam aktivitas menulis,” katanya.
Lantas, apakah menulis itu benar-benar merupakan sebuah pekerjaan sulit? Budi yang juga dosen pada Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, mengatakan sesungguhnya kegiatan menulis itu terletak pada soal bagaimana memilih ide. “Anda mau tulis tentang apa, tentang Papua, tentang flora-fauna di Papua, atau apa,” kata Budi Sutedjo.
Kepada para pegiat media yang hadir, Budi mengatakan bahwa pernah ia ditantang oleh beberapa rekan dosennya setelah mereka membaca tulisan karya tangannya. Namun, ia mengaku tidak patah semangat, dan terus berupaya memperbaiki tulisannya.
Kesulitan yang dihadapi oleh para penulis pemula, menurutnya, bisa jadi karena masalah gramatikal.
Karena itu, pendekatan sederhana, yakni memulai menulis dengan ide apa adanya selalu digunakannya. Ia yakin bahwa penerbit itu menerima tulisan seseorang selalu memperhatikan sejauh mana kandungan ide dalam sebuah tulisan.
Kredit Foto: Budi Sutedjo memotivasi para pegiat media se-Dekenat Jayapura untuk melihat tantangan dan hambatan menulis/Komsos KWI
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.