Dari berbagai jenis tulisan yang telah dielaborasi dan mendengar pesan Mgr. Joseph Suwatan, MSC kepada para peserta, mereka menelaah dunia redaksional.
“Anda perlu melakukan riset mengenai pembaca Anda, siapa yang lebih banyak membacanya? Pria atau wanita? Muda atau tua?” tanya Budi.
Riset tersebut dapat membantu penulis untuk memenuhi kebutuhan pembacanya secara lebih meruncing.
“Harga media Anda berapa? Harga memengaruhi siapa pembacanya nanti. Masuk golongan rendah seperti koran? Atau majalah yang lebih mahal?”
Selain itu, sisi estetika mengenai isi media juga penting. Dalam konteks redaksional majalah, tim penyusun perlu mengatur tata letak tulisan dan foto sehingga lebih menarik untuk dibaca.
“Foto itu sendiri juga harus menarik, jangan hanya biasa-biasa saja. Kalau perlu, ada waktu khusus bersama narasumber untuk foto,” kata Budi.
Lantas, penulisnya tidak melulu harus kita sendiri. “Kontributor untuk media teman-teman bisa terdiri dari dewan pastoral (majalah Gereja misalnya), pengurus wilayah, OMK, biarawan/ti, panitia kegiatan paroki, atau juga umat biasa,” ungkap Budi.
“Bayangkan bila semua suster di Manado menulis, tidak perlu panjang-panjang,” Budi menyemangati para peserta.
Menurutnya, dalam meminta seseorang untuk kontributor, kita harus bersikap persuasif, terutama dalam penolakan. “Mungkin mereka beralasan belum pernah menulis, tidak bisa, tapi kita harus motivasi mereka,” kata Budi.
Setelah sejumlah ilmu lain mengenai permajalahan, pelatihan ini ditutup sore ini (28/4) pukul 18.30 WITA. Terima kasih untuk aktivis Komsos delegasi Keuskupan Agung Makassar, Amboina, Manado, dan Papua yang telah bersukacita turut hadir pada workshop tingkat regio ini. Tuhan memberkati karya pewartaan kita semua. Amen.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.