Beranda GEREJA KITA SEPUTAR VATIKAN Paus: Sinode bukan parlamen, tapi tempat untuk mendengar Roh Kudus

Paus: Sinode bukan parlamen, tapi tempat untuk mendengar Roh Kudus

VATICAN CITY (CNS) – Sinode para uskup sedunia yang membahas isu keluarga Kristiani jangan diumpamakan seperti  parlamen dimana peserta terlibat dalam negosiasi atau lobi-lobi, kata Paus Fransiskus, tetapi harus dipahami sebagai sebuah kesempatan untuk berdoa dimana para uskup dapat berbicara dengan berani dan membuka diri mereka bagi Allah yang selalu menghadirkan sukacita bagi kita.

Mengawali sesi pertama dari Sinode pada Senin (5/10), Paus Fransiskus mengatakan, 270 peserta sinode yang memiliki hak suara harus bersikap berani, memiliki “semangat pastoral dan doktrinal, kebijaksanaan, keterbukaan yang diarahkan kepada kebaikan gereja dan keluarga-keluarga, penegakan hukum – keselamatan jiwa.”

Tiba 15 menit sebelum sesi pertama dimulai, Paus Fransiskus menyapa peserta di aula sinode, delegasi dari komunitas Kristiani lainnya, para pasutri dan para ahli serta pengamat.

Sinode bukanlah sebuah konvensi atau sidang parlamen, Paus mengingatkan, “tetapi merupakan ungkapan pengalaman kehadiran gereja; gereja yang berjalan bersama untuk membaca realitas dengan mata iman dan dengan hati Allah.”

Peserta sinode harus yakin pada ajaran gereja, “kekayaan iman yang tidak dijadikan seperti sebuah museum untuk dikunjungi atau hanya untuk diawetkan, tetapi seumpama musim semi yang menghidupkan dimana Gereja mampu menyediakan minuman bagi dahaga umat manusia dan mencerahkan” manusia,” kata Paus.

Berbicara di hadapan kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang di Aula Sinode, Paus Fransiskus mengungkapkan harapanya agar sinode dapat berjalan dengan baik, sebab di dalamnya Gereja dapat mengalami karya Roh Kudus.

Dalam semangat doa, Paus mengatakan, Roh Kudus akan berbicara melalui “setiap orang yang hadir untuk dibimbing oleh Allah, yang selalu memberikan sukacita kepada kita, Allah yang menyatakan dirinya melalui orang-orang kecil namun yang telah disembunyikan dari orang-orang bijak dan pandai, Allah yang menciptakan Sabath untuk pria dan wanita dan bukan sebaliknya, Allah yang meninggalkan 99 domba untuk menemukan satu domba yang hilang, Allah yang selalu lebih besar dari logika dan kalkulasi manusia.”

Anggota sinode butuh “suatu keberanian apostolik yang  memungkinkan dirinya tidak takut menghadapi godaan dunia” yang mencoba “untuk memadamkan dalam hati manusia terang kebenaran” dan menggantinya dengan “cahaya lampu yang remang,” kata Paus.

Namun, pada saat yang sama, Paus Fransiskus mengingatkan, keberanian apostolik untuk “tidak takut” bisa menimbulkan sikap  keras hati, yang meskipun mengandung niat baik, dapat mendorong orang untuk jauh dari Allah.”

Kerendahan hati seorang pewarta Injil adalah “mengosongkan diri dari keyakinan dan prasangka sendiri, mendengarkan uskup sebagai  saudara kita dan mengisi diri kita dengan Allah,” katanya . Ini adalah kerendahan hati, “yang membuat kita tidak menunjuk jari dalam menilai orang lain, tetapi untuk memperpanjang tangan guna membantu mereka yang lemah tanpa pernah merasa lebih unggul dari mereka.”

 

Sumber: American Catholic.org

Penterj. : John Laba Wujon