PAUS Fransiskus mengunjungi kampung kumuh di pinggiran Nairobi di selah kunjunganya ke Kenya 27/11/2015, untuk menyerukan adanya perumahan yang layak dan pantas bagi masyarakat paling marjinal, terutama di kota-kota megapolitan seperti ibukota Kenya.
Paus telah sering menekankan perlunya tiga “L” – land, labor and lodging alias lahan, tenaga kerja dan perumahan, dan hari Jumat ia diperkirakan akan fokus pada perumahan sebagai isu kritis di dunia di tengah urbanisasi yang pesat yang turut merusak keseimbangan ekologis Bumi.
Kangemi adalah salah satu dari 11 kampung kumuh yang tersebar di Nairobi, kota terbesar di Afrika Timur. Kampung itu menampung sekitar 50.000 warga yang hidup tanpa sanitasi dasar. Sebagian besar kampung kumuh di ibukota Kenya itu terdiri dari bangunan-bangunan tanah berkamar satu dengan atap seng atau bangunan bertingkat yang padat.
Paus menyebut masalah daerah kumuh urban dalam pidatonya di markas besar PBB di Afrika hari Kamis, dengan mengatakan bahwa setiap orang punya hak dasar atas “kondisi tempat tinggal yang pantas” dan bahwa pendapat warga lokal harus dipertimbangkan ketika para perencana kota merancang konstruksi baru.
“Hal ini akan membantu menghapuskan banyak kasus ketidaksetaraan dan kantung-kantung kemiskinan urban, yang bukan hanya sekadar masalah ekonomi, tapi di atas itu semua adalah masalah sosial dan lingkungan,” ujarnya.
Pesannya mengena karena program PBB untuk tempat tinggal, U.N. Habitat, yang mendorong permukiman yang layak dan ramah lingkungan, berbasis di Nairobi.
Paus membahas isu kerusakan lingkungan di perkotaan dalam dokumen ensiklik yang diterbitkannya “Praise Be,” dengan mengatakan bahwa kota-kota megapolitan saat ini telah menjadi ancaman kesehatan, “tidak hanya karena polusi akibat emisi senyawa beracun, tapi juga akibat kekacauan, transportasi buruk, polusi visual dan suara.”
“Banyak kota berukuran sangat besar, tidak memiliki struktur yang efisien, dan sangat membuang-buang energi dan air. Lingkungan-lingkungan tempat tinggal, bahkan yang baru dibangun, sangat padat, rusuh, dan kurang memiliki ruang hijau yang layak. Kita tidak seharusnya dibanjiri semen, aspal, kaca dan logam, dan kurang memiliki kontak fisik dengan alam,” ujarnya.
Usai kunjungan ke Kangemi, Paus dijadwalkan bertemu dengan anak-anak muda Kenya dan mendengarkan persoalan mereka terkait kekerasan dan hidup sebagai orang Kristen di tengan ekstremisme Islamis.
Setelah itu, Paus akan menuju Uganda dalam paruh kedua kunjungannya, tempat ia akan memberi penghormatan kepada para martir Anglikan dan Katolik di negara itu.
Hari Minggu, ia dijadwalkan tiba di Republik Afrika Tengah, ziarah paling berbahaya mengingat konflik yang masih berlanjut antara kelompok Kristen dan Muslim.
Juru bicara Vatikan, pastur Federico Lombardi, mengatakan Kamis malam bahwa rencana-rencana belum berubah dan kunjungan ke Bangui masih tetap berjalan.
Sumber: http://www.voaindonesia.com/
Kredit foto: Paus menyapa seorang anak di kursi roda dalam kunjungan ke daerah kumuh Kangemi di nairobi, Kenya (27-11) (Dok.,VOI)
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019