Rekan-rekanyang budiman!

Bacaan-bacaan Injil dalam perayaan Sabtu Malam Paskah dan hari Minggu Paskah memuat warta tentang kebangkitan Yesus. Namun, bagaimana kebangkitan itu terjadi, dengan cara apa, kapan persisnya, serta apa gelagatnya tak diberikan sebagai laporan pandangan mata. Peristiwa kebangkitan tetap tersembunyi, tapi dapat diikuti jejak-jejaknya dan dapat dilacak dan didekati. Juga kesetiaan orang untuk mencari dia yang tadinya wafat dan dimakamkan itu besar peranannya.

Kisah-kisah Injil memuat dua pokok yang mendasari munculnya kepercayaan bahwa Yesus telah bangkit, yakni makam yang kosong dan keyakinan orang-orang yang terdekat bahwa ia tidak lagi berada di antara orang mati. Kesaksian ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan kisah-kisah penampakan dia yang telah bangkit itu. Marilah kita tengok lebih dekat kisah dalam Mat 28:1-10 (Injil Misa Sabtu Malam Paskah); Yoh 20:1-9 (Injil Misa Minggu Paskah pagi ); dan Luk 24:13-35 (Injil Misa Minggu Paskah sore).

INJIL MISA SABTU MALAM PASKAH: Mat 28:1-10

Pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu beberapa perempuan mendatangi tempat Yesus dikuburkan. Di situ mereka mengalami sesuatu yang luar biasa. Dengan diiringi gempa bumi, malaikat Tuhan turun menggolekkan batu makam dan duduk di atasnya. Wajahnya berkilauan dan membuat para penjaga makam gentar. Seperti lazimnya, Injil-Injil menampilkan peristiwa yang sama dengan seluk beluk yang berlainan. Mat 28:2 sebenarnya mengolah kembali yang dikatakan Mrk 16:5 mengenai “seorang muda berjubah putih”. Lukas menyebut dalam “dua sosok” mengikuti tradisi komunitasnya (Luk 24:4; dekat dengan tradisi Yohanes, lihat Yoh 20:11-13). Juga ada perbedaan mengenai siapa yang datang ke makam. Matius mencatat, mereka itu Maria dari Magdala, dan Maria “yang lain” (Mat 28:1). Lukas menyebut Maria Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus (Luk 24:10). Markus juga berbicara mengenai tiga perempuan, tetapi yang bernama Yohana menurut Lukas itu disebut sebagai Salome (Mrk 16:1). Yoh 20:1 hanya menampilkan Maria Magdalena dan penampakan kepadanya tidak langsung terjadi pada saat itu. Baru nanti setelah kembali dari melaporkan makam yang sudah kosong kepada Petrus dan murid lain, Maria memperoleh penampakan dua sosok malaikat dan kemudian Yesus sendiri (ay. 11-18). Walaupun berbeda-beda, keempat Injil itu berpusat pada kenyataan bahwa makam sudah kosong. Pembaca atau pendengar Injil tidak diharapkan melacak siapa-siapa datang ke kubur dan bagaimana jalannya peristiwa yang satu kepada yang lain. Sebaliknya, kita diajak ikut merasa-rasakan keanekaragaman pengalaman mereka.

Matius menekankan bahwa Yesus kini sungguh-sungguh hidup dan murid-murid dipesan agar pergi ke Galilea dan di sana mereka akan melihatnya. Di sanalah para murid yang kini masih tercerai berai dan bersembunyi itu dapat berkumpul kembali dengan Yesus dan mengawali hidup sebagai murid dengan cara baru. Sementara ini hanya murid-murid perempuan sajalah yang masih bisa menjadi penghubung di antara para murid. Lewat para perempuan inilah kelompok-kelompok yang terpisah-pisah tadi dikumpulkan kembali. Gagasan ini juga diungkapkan Markus (Mrk 16:7). Lukas agak berbeda, tapi maksudnya sama. Baginya tempat yang memberi hidup baru itu ialah Yerusalem. Tetapi setelah kebangkitan, tempat itu berubah dari kota yang menolaknya menjadi kumpulan orang yang menerima kehadirannya. Yohanes tidak jelas-jelas menyebut nama tempat itu. Ia hanya mencatat bahwa para murid berkumpul dalam rasa takut kepada para penguasa Yahudi (Yoh 20:19). Tapi pada saat-saat itulah Yesus menampakkan diri kepada mereka memberi kekuatan dengan meniupkan Roh (ayat 22-23). Tempat kegelisahan menjadi tempat damai. Inilah realitas kebangkitan dalam pengalaman mereka. Entah itu Galilea atau Yerusalem atau tempat mana pun, yang diwartakan Injil ialah suasana rohani yang memungkinkan orang berkumpul kembali dan memperoleh kekuatan dari guru mereka yang telah bangkit itu.

Kembali ke kisah Matius mengenai kedua perempuan yang pergi ke makam dalam Mat 28:1-10. Di situ mereka mendapati Yesus tidak di situ lagi. Makam kosong. Tapi ada malaikat yang pakaiannya berkilauan yang mengatakan agar mereka sungguh menyadari bahwa yang mereka cari tidak ada lagi di situ karena telah bangkit. Mereka disuruh melihat tempat Yesus tadinya dibaringkan. Tak ada lagi di situ. Dan malaikat itu menyuruh mereka memberi tahu para murid bahwa Yesus yang sudah bangkit tadi mendahului mereka ke Galilea. Hendaknya para murid ke sana juga dan mendapatinya. Maka kedua perempuan itu dengan cemas-cemas gembira segera pergi mengabarkan semuanya kepada para murid. Pada saat itulah Yesus menjumpai mereka dan memberi salam damai. Mereka pun memeluk kakinya dan sujud kepadanya. Ini ungkapan bahwa mereka betul-betul percaya bahwa Yesus telah bangkit dari kematian. Yesus meminta mereka mengabarkan kepada saudara-saudaranya, yakni murid-murid terdekat, agar pergi ke Galilea dan di sana mereka akan melihatnya. Kata-kata ini menegaskan kembali yang diucapkan malaikat tadi.

Bagi Lukas, ketiga perempuan yang mendatangi kubur mendapati dua sosok. Dalam Markus hanya seorang muda saja yang tampak kepada perempuan-perempuan yang datang ke makam. Seperti disebut di atas, Yohanes baru menceritakan penampakan setelah Maria Magdalena kembali dari mengabarkan kosongnya kubur. Namun demikian keempat Injil itu sama-sama mengatakan memang makam telah kosong, artinya Yesus tak ada di antara orang mati lagi. Ia telah bangkit. Dan murid-murid yang kini tercerai berai akan dikumpulkan kembali, bukan dalam ketakutan melainkan dalam suasana damai yang mereka bawa dalam batin mereka. Bagi kita zaman ini, tetap ada imbauan agar kita pergi ke tempat damai tadi, yakni Galilea batin, Yerusalem rohani, dan tempat berkumpul yang akan ditamui Yesus sendiri. Itulah Paskah bagi murid-murid sepanjang zaman, di mana saja.

INJIL MISA MINGGU PASKAH PAGI: Yoh 20:1-9

Yohanes mengisahkan Maria Magdalena yang mengunjungi makam dan melihat batu penutup telah diambil dari kubur. Maka ia segera berlari mendapatkan Petrus dan murid lain yakni “murid yang dikasihi” Yesus dan menyampaikan berita bahwa Yesus diambil orang dan tak diketahui di mana sekarang. Maka Petrus dan murid yang lain itu berlari ke makam. Murid yang lain tadi sampai terlebih dahulu dan menjenguk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah. Petrus datang ke situ dan masuk dan mendapati juga kafan terletak di tanah. Keduanya mendapati makam kosong, kafan pembalut mayat terletak di tanah. Kesimpulan pembaca: ia sudah bangkit. Murid yang lain yang tadi ada di luar itu kemudian masuk ke makam dan dikatakan “ia melihatnya”, maksudnya “melihat petunjuk bahwa Yesus tidak lagi ada di makam, “dan ia percaya”. Ia percaya bahwa ia telah bangkit. Menarik bila kita periksa pengalaman pembaca Injil Yohanes. Di sini sang pembaca lebih dahulu menarik kesimpulan bahwa Yesus sudah bangkit dan baru kemudian Injil mengisahkan murid yang lain yang menjadi percaya. Ini teknik berkisah Yohanes yang pintar. Ia membuat siapa yang mengikuti kisahnya, ikut berlari ke makam bahkan akan dapat datang mendahului murid yang dikasihi dan Petrus sendiri. Dan juga mendahului percaya Yesus sudah bangkit.

Nanti dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa “Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon”. Akan tetapi, Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1Kor 15:5, Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun demikian, apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rasa-rasanya memang dengan sengaja Lukas hanya menyebut Petrus “heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi” (Yunaninya, ”thaumazoon to gegonos”). Pendengar Injil diajak ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai ”apa yang telah terjadi itu”, yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya yang ada di situ. Petrus akan sampai pada kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit.

INJIL MISA MINGGU PASKAH SORE: Luk 24:13-35

Hingga kini dikenal kisah kebangkitan dari pengalaman ketiga perempuan di makam yang kosong yang ingat akan perkataan Yesus dahulu dan pengalaman Petrus menemukan makna peristiwa ini. Dua jalan itu membawa masing-masing dari mereka untuk sampai pada pengalaman iman mengenai kebangkitan. Ada jalan lain, yakni penampakan, seperti yang dialami kedua murid yang berjalan ke Emaus yang diceritakan di dalam Luk 24:13-35.

Kedua murid itu tidak segera sadar bahwa orang yang menyertai mereka dalam perjalanan ke Emaus ialah Yesus yang telah bangkit. Kepada mereka Yesus yang kelihatan sebagai musafir itu menjelaskan kejadian-kejadian mengenai dirinya yang telah dikatakan dalam Kitab Suci. Jadi, sepanjang perjalanan itu kedua murid tadi “membaca kembali” warta Kitab Suci mengenai Yesus. Mereka tidak langsung menyadari bahwa Yesus ada bersama mereka dan menolong mereka agar mengerti lebih dalam warta Kitab Suci. Mata mereka baru terbuka ketika ia makan bersama mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi pada perjamuan terakhir. Akan tetapi, saat itu juga Yesus lenyap. Yang tinggal ialah kesadaran bahwa ia kini hidup. Kesadaran inilah yang membuat mereka gembira dan mengabarkan kepada kesebelas murid di Yerusalem dan orang-orang lain yang beserta mereka. Ada pelbagai jalan sehingga orang sampai kepada pemahaman bahwa Yesus telah bangkit. Pada intinya, tiap jalan itu membangun hubungan antara kejadian yang mengguncang batin dan kata-kata tentang kejadian yang telah didengar sebelumnya dari Yesus atau dari Kitab Suci atau dari kesaksian orang yang percaya Yesus sudah bangkit. Mungkin kebanyakan dari kita akan menempuh jalan yang ketiga dan jalan kedua. Dalam tiap jalan itu, Tuhan sendiri menolong orang untuk percaya.

CATATAN MENGENAI PENAMPAKAN

Dari pembicaraan di atas, jelas penampakan hanyalah salah satu jalan bagi kepercayaan akan kebangkitan Yesus. Bukan satu-satunya jalan. Berikut ini sekadar catatan mengenai peristiwa penampakan Tuhan. Bila diperhatikan, kisah-kisah penampakan seperti diceritakan dalam Perjanjian Baru memuat tiga unsur utama berikut ini:

Pertama, yang mendapat penampakan tidak segera mengenali Tuhan yang sedang menampakkan diri: kedua murid dalam perjalanan ke Emaus mengira sedang berbicara dengan musafir yang tak tahu apa yang baru terjadi di Yerusalem (Luk 24:13-35, terutama ay. 18), Maria Magdalena mengira bertemu dengan penunggu taman (Yoh 20:11-18, terutama ay. 15), murid-murid yang menjala ikan di Tiberias tak tahu siapa sosok yang menunggu mereka di pantai (Yoh 21:1-14, periksa ay. 4); bahkan dalam kesempatan lain murid-murid mengira Yesus itu hantu (Luk 24:36-37, terutama ay. 37). Dalam keadaan seperti ini, Tuhan sendiri membantu mereka agar mengerti apa yang sedang mereka alami.

Kedua, terjadi dialog antara Tuhan dan orang yang mendapat penampakan. Bisa terjadi sepanjang hari (dua murid dalam perjalanan ke Emaus), bisa juga hanya sekilas (Saulus dalam Kis 9:3-6), tetapi dapat juga terjadi berulang-ulang dalam masa 40 hari (Kis 1:3b). Bagaimanapun juga, hubungan yang terbangun dalam dialog ini mengarah pada perubahan yang besar dan mantap dalam diri orang yang bersangkutan. Inilah cara Tuhan membantu orang yang percaya agar semakin mengenali yang benar. Ketiga, penampakan membuat orang mulai memberikan kesaksian. Namun demikian, kesaksian ini bukanlah mengenai penampakan sendiri, melainkan mengenai sebuah pokok kepercayaan: Yesus bangkit (Mrk 16:9-20, terutama ay. 20; Yoh 20:18, perhatikan secara khusus bagian kedua ayat ini); yang bangkit itu sungguh ada di tengah-tengah para murid (Luk 24:34-35, terutama ay. 35, juga ay. 48); penampakan kepada Saulus menjadi titik balik kehidupannya menjadi Paulus sang rasul. Pembedaan ini penting dan dapat dipakai sebagai pegangan dalam membedakan mana “penampakan” yang menggugah sensasi dan rasa ingin tahu belaka dan mana penampakan yang membangun iman dan memberi rasa aman dan damai dalam batin. Berbagai pengalaman yang kadang-kadang disebut dengan nama ”penampakan” tetapi yang serta-merta membuat orang melihat Tuhan malah mencurigakan. Begitu juga yang tidak ada unsur dialognya sama sekali. Apalagi penampakan yang wartanya hanya mengenai penampakan sendiri, bukan kesaksian yang membangun iman.

Salam hangat,

A. Gianto