11 Juni 2003 DPR telah memutuskan menerima RUU Sisdiknas. Selama sebulan Presiden mendapat kesempatan untuk mempelajari masalahnya dan kemudian menandatanganinya. Pada saat itu UU Sisdiknas tuntas sah.
Proses pengesahan UU Sisdiknas sangat merisaukan banyak kalangan. Dari segalanya telah kita petik keuntungan besar dan amat berharga, yakni keterlibatan umat yang mengagumkan dalam proses politis dan demokratisasi. Salut dan penghargaan bagi semua saja yang sampai hari ini melayani rakyat dengan menyikapi proses dan naskah RUU yang dipersoalkan itu.
Di tengah munculnya pelbagai pendapat, dari yang langsung merima keabsahan UU tersebut, ada yang menunggu tandatangan Presiden, banyak pihak yang bahkan mempermasalahkan keabsahannya, maka sikap yang seyogianya diambil sebatas mengakui bahwa DPR pada waktu itu telah menerima naskah tersebut sebagai UU.
Dengan demikian mereka yang mendukung UU itu mendapat landasan hukum untuk bertindak dan orang yang mengabdi pendidikan tetap mengkritisi naskah UU dari sisi pencerdasan murid serta campur tangan berlebih-lebihan dari pihak negara ke dalam pendidikan.
Kita sebagai warga negara terus mendukung umat, yang mencermati masalah Sisdiknas dengan menegaskan komitmen kepada bangsa Indonesia dengan membaktikan diri di dunia persekolahan dan pendidikan. Kita menggarisbawahi kembali pelayanan yang sudah lama digumuli para pendahulu kita: menolong rakyat untuk lebih pandai, lebih menguasai ketrampilan dan lebih mampu mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian mereka siap hidup di tengah masyarakat yang semakin lama semakin mencari orang-orang yang cerdas, trampil dan berbudi pekerti baik.
Kita juga mengakui pentingnya pendidikan agama, yang pada dasarnya ada di tangan orangtua murid. Sebab kita ingin bahwa para murid menjadi orang dewasa yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang mereka peluk dengan kebebasan hati nurani. Melalui sekolah-sekolah kita, Gereja sudah lama bertekad untuk ikut membangun manusia Indonesia yang berkepribadian; bukannya membesarkan agama kita.
Dalam rangka mengembangkan masyarakat sipil yang demokratis, kita mendorong umat untuk mencermati penyelenggaraan negara berikut proses-proses demokratisasinya, semacam “Education Watch” dan/ atau sejenis “LBH Pendidikan.”
“Education Watch” mencermati masalah-masalah di sektor persekolahan dan memantau terbitnya Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan sebagainya seputar pendidikan. “Education Watch” itu diharap dapat mencegah peraturan-peraturan yang bertentangan dengan HAM dan semangat Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.
Ada pun “LBH Pendidikan” diharap dapat mendampingi rekan-rekan Penyelenggara Pendidikan dalam bidang hukum, untuk menghadapi pelbagai kemungkinan. Sebab tidak mustahil ada pihak-pihak yang mencari-cari kesalahan yuridis (semu atau sungguh-sungguh) dalam pelayanan persekolahan.
Pada dasarnya sekolah katolik didirikan atas dasar inspirasi iman dan sebagai mediasi demi terjadinya transformasi yang membebaskan, yakni menuju tata kehidupan bersama yang semakin bermakna, bersaudara, adil dan bermartabat. Sekolah katolik diharapkan menjadi pelaku perubahan sosial dan sekaligus tempat yang subur bagi munculnya pelaku-pelaku perubahan sosial.
Sehubungan dengan itu, dalam rangka pendidikan agama sekolah-sekolah katolik tetap setia kepada ciri khasnya yaitu memberikan pendidikan agama katolik. Ciri khas tersebut diakui keberadaannya secara hukum. Apabila di suatu wilayah terdapat orangtua/peserta didik menghendaki pelayanan pendidikan agama di luar ciri khas tersebut di atas, maka pihak sekolah dan lembaga penyelenggara dapat mencari jalan keluar bagi pelayanan yang terbaik bagi anak didik, orangtua, dan penyelenggara pendidikan. Dialog di antara ketiga pihak inilah yang menentukan apa yang terbaik bagi mereka masing-masing.
Buah yang berharga dari keterlibatan umat dalam proses politik dan demokrasi perlu diteruskan dalam mencermati terbitnya RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Kesehatan, RUU Kerukunan Umat Beragama, serta RUU yang lain. Kiranya merupakan berkat yang tersembunyi bahwa wacana Komunitas Basis Gerejani Terbuka yang dicanangkan dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2000 mendapatkan bentuk-bentuk nyata, berguna, mendewasakan, dan menghidupkan Gereja.
In Omnia, Laudetur Iesus Christus. Dalam Segalanya, Terpujilah Yesus Kristus.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.