KEBIASAAN orang Indonesia yang hanya gemar membaca judul dan mudah percaya pada orang lain atas kabar yang diterimanya di internet memudahkan penyebaran kabar-kabar bohong atau hoaks di media sosial dan aplikasi messenger.
Demikian disampaikan Kepala Media Center Kantor Staf Presiden Alois Wisnuhardana di hadapan ratusan Orang Muda Katolik Keuskupan Agung Kupang dan Atambua, di Rumah Retret Suster SSpS, Bello, Kupang, Sabtu (28/10).
Menurut Wisnu, beragam hoaks yang beredar di media sosial mulai dari yang sederhana bentuknya seperti parodi dan satire. Ini pengaksesnya cukup besar karena bersifat meledek dan dibuat bercanda.
“Contoh parodi misalnya kabar yang menyebutkan ‘Jokowi Minta Dora Emon untuk Mengatasi Hoaks’. Atau ‘Wiro Sableng Tidak Bertanggung Jawab Atas Aksi 212’. Hal seperti ini anehnya ada saja yang membaca dan menyebarkannya,”ujar Wisnu.
Selain parodi ada informasi yang tidak nyambung atau yang disebut disconnected information. Lalu ada misleading information. “Misalnya saat Pak Jokowi minta seorang anak menyebutkan empat macam ikan laut di Indonesia dan di angka tertentu beliau mengacungkan jarinya, lalu pose itu difoto dan dipakai pada saat kampanye pemilu untuk mendukung pasangan calon pemimpin sesuai nomer acungan jari beliau. Itu yang disebut misleading information,”urai Wisnu.
MAsih ada lagi bentuk hoaks seperti kabar yang keluar dari konteksnya atau out of context, kabar yang sifatnya kamuflase atau camouflage, informasi yang dimanipulasi atau manipulated information, dan terakhir informasi salah yang sengaja dibuat atau fabricated information.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.