Beranda SEPUTAR VATIKAN Urbi Orang Kudus di Tahun Kerahiman Ilahi

Orang Kudus di Tahun Kerahiman Ilahi

DALAM homilinya pada misa kanonisasi St Faustina Kowalska, Paus St. Yohanes Paulus II mengingatkan umat beriman bahwa Kristus telah mengajarkan kepada kita untuk menjadi “manusia yang tidak hanya menerima dan mengalami kemurahan Allah, tetapi juga dipanggil untuk mampu membagikan rahmat kepada orang lain: ‘Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan menerima rahmat ‘(Matius 5: 7). … Yesus menaruh perhatian pada segala bentuk kemiskinan manusia, material dan spiritual.

Dalam Tahun Yubileum Kerahiman ini, banyak teladan dari orang-orang Kudus dapat kita teladani. Mereka menjadi orang-orang kudus dengan mempraktekkan karya belas kasih dan tindakan-tindakan kekudusan lainnya.

“…Hal ini membuat rahmat menjadi cara konkret dan dekat dengan kita, dengan saudara-saudara kita yang paling membutuhkannya.”

Dan sepertia Paus Fransiskus katakan, “belas kasih kecil membuat dunia jadi lebih hangat dan lebih adil.”

St. Theresa dari Calccutta

Kanonisasi St. Teresa dari Kalkuta merupakan contoh terkini dan paling aktual. Dia mengangkat orang-orang sekarat dan orang miskin dari selokan, memperlakukan mereka dengan kebaikan sepenuhnya dan mengembalikan martabat mereka, memberi mereka makan dan menyembuhkan penyakit mereka.

Dia menyebut mereka sebagai “Yesus yang tersamar.” Dan dia melakukan karya-karya belas kasihan dengan sukacita. “Nyatakanlah sukacita dengan cinta Allah dalam hati anda dan berbagi kebahagiaan ini dengan semua yang anda temui, terutama keluarga anda,” kata Ibu Teresa.

“Bicaralah dengan kelembutan kepada mereka. Biarkan kebaikan memancar dari wajah Anda, di mata anda, senyum anda. Jangan hanya memberikan perawatan fisik saja, tapi berikan juga  hati anda.”

Dia juga mengatakan kepada kita untuk menemukan karya belaskasih di sekitar kita: “Calcutta ada di mana-mana, kalau saja kita memiliki mata untuk melihat. Temukan Calcutta anda.”

Ia menegaskan: “Yesus melakukan semuanya dengan jelas: Apa pun yang anda lakukan untuk yang terkecil dari saudara-saudaraku, anda lakukan  untuk saya. Berikan segelas air, maka anda memberikannya juga kepada saya. Menerima seorang anak kecil, maka anda menerima Aku.”  

St. Katarina dari Sienna

Pada abad ke-14, St Katarina dari Siena melakukan karya belas kasih selama 33 tahu masa hidupnya. Ia dihormati sebagai  dokter dalam Gereja oleh Beato Paulus VI, lay (tersier), ia seorang  Dominikan penuh kesabaran, menjadi penasihat rohani dan pendoa bagi orang bermasalah. Bahkan ia menjadi penasihat para paus pada zamannya.

Pada saat yang sama, seperti banyak orang kudus lainnya, Katarina terlibat dalam tugas-tugas seperti merawat orang sakit dan memberi makan kepada para lansia. Tanpa rasa takut, bahkan ia sering merawat orang yang terserang wabah, menghibur orang sekarat dan pergi mengubur sendiri orang yang mati.

Banyak kali, karya belas kasihnya mengandung mukjizat. Misalnya, ketika ada seorang wanita diusir keluar dari kota karena sakit kusta mengerikan, Katarina merawatnya melalui doa hingga sembuh. Banyak orang disembuhkan melalui doa dan pengorbanan Katarina. Ia juga mengubah orang dari perbuatan-perbuatan jahat dan berbalik melakukan perbuatan baik.

St. Pio 

Siapa yang bisa meragukan  karya St. Pio dari Pietrelcina? Menghabiskan 12 jam di bilik pengakuan dosa setiap harinya, Padre Pio membagikan kerahiman ilahi kepada orang-orang berdosa yang bertobat yang tak terhitung jumlahnya, menawarkan mereka pengampunan dan pertobatan.

Seperti St. Yohanes Paulus II katakan tentang dia, “Padre Pio adalah dispenser murah hati penuh Kerahiman Ilahi.”

Namun ia melihat sebuah kebutuhan besar dengan mengatakan, “Yesus terus mengasihi saya dan menarik saya lebih dekat dengan diri-Nya. Dia telah menghapus dosa-dosa saya. Setiap pagi, Ia datang ke dalam hatiku dan mencurahkan semua rahmat kebaikan-Nya.”

St. Marianne Cope

St. Marianne Cope membantu mendirikan dua rumah sakit Katolik pertama di pusat kota New York. Di rumah sakit St Joseph di Syracuse, ia dikritik karena mengobati orang-orang buangan dari masyarakat, termasuk para pecandu alkohol. Tapi itu tidak pernah menghentikannya untuk memberi perhatian kepada mereka semua.

Pada tahun 1883, sebuah surat datang dan meminta dia pergi ke Kepulauan Hawaii untuk bekerja dengan mereka yang menderita kusta. Dia menulis: “Saya lapar untuk pekerjaan ini, dan saya berharap dengan segenap hati saya untuk menjadi salah satu yang dipilih secara istimewa, mengorbankan diri demi keselamatan jiwa orang Kepulauan miskin. … Ini akan menjadi karya  terbesar saya bahkan ketika saya harus melayani para penderita ‘kusta.’ ”

Dibantu enam saudara lainnya, St. Marianne ditempatkan pertama kali di Rumah Sakit Oahu yang menampung para penderita kusta. Mereka juga merawat anak-anak pasien, yang ditolak oleh masyarakat.

Ketika pemerintah mengasingkan orang kusta ke pulau Molokai, Ibu Marianne dan saudara-saudaranya pergi kesana. Mereka membantu merawat Bapa Damien de Veuster, yang telah dikanonisasi menjadi orang Kudus. Dia mengatakan, tugas utama mereka adalah “membuat hidup sungguh dirayakan oleh setiap orang dari segala bentuk penindasan mengerikan.”

Kata-katanya sendiri menunjukkan keinginan kuatnya untuk membagikan belas kasih Allah: “Hatiku berdarah demi anak-anak, dan aku cemas dan lapar untuk membiarkan sedikit lebih banyak sinar matahari ke dalam kehidupan suram mereka.”

Sts. Faustina dan John Paul

St. Faustina tidak hanya berkata-kata tentang Kerahiman Ilahi yang diberikan oleh Yesus kepada dunia, tetapi dia bertindak dengan belas kasihan, bahkan melalui karya  pelayanan sederhana sebagai penjaga pintu gerbang biara.

“Oh, betapa bahagianya aku bahwa atasan saya telah memberi saya tugas seperti itu!” Serunya.

“Saya mengerti bahwa belas kasih itu ada dalam berbagai rupa; yang selalu bisa dilakukan di mana-mana dan setiap saat. Kasih setia Tuhan melihat seluruh diri melalui kata , tindakan dan doa” (Catatan Harian St. Faustina, 1313).

Apa yang diteladani dari Faustina adalah pengalaman yang mirip dengan teladan  St. Martin dari Tours pada beberapa abad sebelumnya. Dia menggambarkan cerita dalam buku hariannya (1312) sebagai berikut:

“Yesus datang ke gerbang utama dan hari ini Ia hadir melalui seorang pemuda miskin. Pria muda ini tampak kurus, bertelanjang kaki dan tanpa penutup kepala dengan pakaiannya compang-camping. Ia kedinginan karena hari itu sedang  hujan salju. Dia meminta makanan hangat. Jadi saya pergi ke dapur, tapi tidak menemukan apa pun di sana. Setelah mencari beberapa waktu lamanya, saya berhasil menemukan sup dan beberapa potong roti; dan saya memberikannya kepada pemuda miskin untuk dimakan. Ketika saya menyerahkan mangkuk berisi sup itu, dia memberitahu  ke saya bahwa ia adalah Tuhan langit dan bumi. Ketika saya melihat dia, Dia langsungmenghilang dari pandangan saya.

Saya pun pergi  dan melihat apa yang terjadi di pintu gerbang, saya mendengar kata-kata ini dalam jiwaku: Hai putri-Ku, kesederhanaanmu telah  menjadi berkat bagi-Ku, engkau rela meninggalkan pintu gerbang dan mendengarkan permintaan-Ku. Dan kasih sayangmu, ketaatanmu, telah membahagiakan Aku, dan engkau telah membantu-Ku untuk mencicipi buah belaskasih anda.”

St. Yohanes Paulus II mengingatkan umat beriman ketika Ia mengunjungi di Krakow, Polandia  tahun 1997:  “Tidak ada yang lebih manusiawi dari kebutuhan akan karya Kerahiman Ilahi, bahwa cinta yang baik hati, yang penuh kasih menghantar kita pada kerahiman Ilahi.”

Paus asal Polandia ini sungguh menghadirkan rahmat belaskasih, ia mewartakan kasih Tuhan yang tak terbatas ke ujung bumi – bahkan ia menunjukkan belas kasih kepada orang yang mencoba membunuhnya pada tahun 1981.

Dia adalah paus pembawa pesan Kerahiman Ilahi kepada dunia dengan mengkanonisasikan Faustina sebagai santa pertama pada milenium baru dan menunjuk penghoramatan besar kepada kar yaKerahiman Ilahi pada Pekan II Minggu Paskah.

Orang kudus ini dan banyak orang lain, mengajarkan kita untuk membagikan belas kasih Allah kepada siapapun – baik melalui tindakan, kata-kata atau doa.

SebagaimanaYesus menjelaskan tiga tingkatan belas kasih kepada Faustina: “Yang pertama: tindakan belas kasihan, dari jenis apa pun. Yang kedua: kata belas kasih – jika saya tidak bisa melaksanakan karya-karya kasih, saya akan membantu dengan kata-kata saya. Ketiga: doa – jika saya tidak bisa menunjukkan belas kasih melalui perbuatan dan kata-kata, saya selalu dapat melakukannya dengan doa. Doa saya menjangkau siapapun bahkan ketika saya tidak bisa menjangkau secara fisik.”

 

Artikel ini dapat dibaca juga di  ncregister.com

Kredit Foto:  ncregister.com