Diklat Pastoral Orang Muda untuk Para Pastor Vikaris se-Keuskupan Agung Medan
Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) menanggapi undangan dari Komkep Keuskupan Agung Medan (KAM) untuk memberi animasi bagi para pastor vikaris KAM. Diklat, pendidikan dan latihan, secara khusus, mengambil tema Pastoral Pendampingan Orang Muda Katolik. Diklat diadakan di Catholic Center Pusat Pembinaan Umat (PPU) Pematang Siantar dan dibagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama, 26-29 Februari 2024, diikuti oleh 26 Pastor. Gelombang kedua, 4-7 Maret 2024 diikuti oleh 45 Pastor.
Di hari yang pertama, Rm Serafin Dani OSC, ketua Komkep KAM membuka diklat dengan menyampaikan tujuan dari diklat ini. “Para pastor vikaris, yang kerap kali di paroki, diminta menjadi moderator OMK, diharapkan memahami dengan baik dan berkompeten dalam mendampingi orang muda Katolik”, kata Rm Serafin dalam pembukanya. Selain itu, tambah Rm Serafin, diharapkan para pastor mampu mengidentifikasi dan menerapkan metode-metode pembinaan yang relevan dan efektif bagi OMK. Langkah terakhir yang diharapkan terjadi dalam diklat ini adalah pembuatan modul pendampingan OMK yang dapat digunakan sebagai panduan bagi para pastor dalam tugas pastoral. Tujuan-tujuan ini kemudian dipetakan dalam 4 langkah dalam diklat ini: persiapan (belanja masalah dan harapan dalam pendampingan OMK), fondasi (spiritualitas pendamping dan prinsip-prinsip pendampingan OMK), strategi dan programasi (penyusunan modul), afirmasi (rencana tindak lanjut, monitoring, dan evaluasi).
Dalam pengantar sebelum sesi “mendengarkan OMK berbicara” tentang masalah dan harapan yang mereka alami, Rm Frans Kristi, sekretaris Komkep KWI, menyampaikan, “hati orang muda bagaikan tanah yang kudus. Untuk memasukinya, kita perlu menanggalkan alas kaki kita.” Artinya, para pastor diundang untuk menjadi rendah hati, rela mendengarkan suara OMK. Dengan simbolis, para pastor semua melepas alas kakinya dan mengikuti sesi OMK Berbicara tentang masalah dan harapan yang mereka alami. OMK menyadari diri sebagai pribadi yang sering diandalkan dalam aktivitas Gereja. Mereka terlibat dalam masyarakat. Mereka tahu bahwa persoalan-persoalan dalam keluarga, ekonomi, perpindahan, kesehatan mental, narkoba ikut memengaruhi keaktifan mereka dalam Gereja dan masyarakat. Tapi mereka juga berharap agar para romo hadir bersama mereka, menemani, dan mendukung mereka.
Langkah fondasi diawali dengan menonton film The Two Popes yang berkisah tentang dialog yang sangat dalam tentang identitas, tantangan, harapan, pastoral Gereja Katolik di zaman yang terus berubah. Rm Serafin kemudian menyambung film itu dengan semangat dasar komunikasi dari hati. “Kesediaan untuk mendengarkan dengan hati sangat dibutuhkan para pendamping OMK”, demikian kata Rm Serafin. Sore harinya, Rm Frans Kristi mengajak para pastor untuk melihat secara lebih dalam tentang prinsip-prinsip pendampingan OMK, yaitu 3 C: Context, Closeness, dan Creativity. Ketiganya saling berkelindan dan tidak boleh ditinggalkan. Seorang pendamping harus tahu konteks OMK, konteks situasi tempat OMK hidup. Dia harus mau dekat dan hangat dengan Tuhan, OMK, dan situasi yang ada di sekitar OMK dan pendampingannya (orang tua, para pastor paroki, situasi aktual tempat OMK hidup). Dengan penelitian yang serius pada konteks, dan kemauan untuk closeness, dekat, seorang pendamping akan melahirkan model-model pendampingan yang kreatif untuk merengkuh dan menumbuhkan OMK dalam cintanya pada Kristus, Gereja, dan sesama.
Hari ketiga, langkah strategi dan programasi diawali dengan penjelasan mengenai metode dan modul. Desiana Samosir dari Komkep KWi memberikan di gelombang I dan Anne Aprina dari Komkep KWI memberikan materi ini di gelombang II. Penjelasan narasumber menjadi pengantar bagi para pastor untuk masuk dalam kelompok dan mencoba menyusun modul pendampingan OMK sesuai konteks, nilai-nilai yang ditawarkan, dan fokus pastoral KAM. Sore harinya, para pastor membagikan hasil diskusinya dan sangat menarik, muncul modul-modul mengenai lingkungan hidup, katekese digital, ekaristi kreatif, festival budaya, dll. Tentu di sana-sini masih ada catatan yang musti diperbaiki oleh Komkep KAM.
Langkah terakhir dalam diklat adalah menyusun rencana tindak lanjut. Beberapa masalah muncul misalnya apakah program bisa dilaksanakan tahun ini karena tahun anggaran sudah berjalan, lalu terkait juga dengan keputusan dari pastor paroki (parochus) apakah mengijinkan atau tidak. Meski demikian, kami sepakat untuk membuat rencana tindak lanjut sebagai bagian dari proses diklat. Kami berharap diklat ini berdampak dan berbuah bagi pendampingan dan secara khusus bagi OMK yang didampingi. Secara umum, diklat berjalan dengan baik, juga karena kesempatan perayaan ekaristi harian, ibadat kreatif, pemeriksaan batin, refleksi yang tentu saja membuka ruang bagi keterlibatan Roh Kudus membuat segalanya menjadi baik dan mendalam. Rm Frans Kristi, di dalam acara akhir penyerahan sertifikat pada peserta diklat, memuji KAM yang berani mengadakan diklat khusus pastoral pendampingan OMK untuk para pastor. Semoga diikuti juga oleh keuskupan-keuskupan yang lain. *RD.Frans Kristi, Sekretaris Komisi Kepemudaan KWI
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.