Judul : Sukacita Perjumpaan
Cerita singkat : Film ini mengisahkan seorang gadis bernama Melan. Ia tinggal menumpang di rumah Pak Budi. Pada awal kedatangannya ia merasa tidak nyaman dengan keluarga ini. Maka ia pun berusaha sedemikian rupa menghindar berjumpa dengan keluarga ini. Ia sibuk dengan dirinya sendiri dan hanphonenya. Dalam situasi seperti itu ia mengirim pesan keluhan kepada keluarganya. Namun keluarganya malah ingin mengikuti pola kehidupan keluarga Pak Budi. Hal itu membuat sebel hati Melan. Dia semakin tidak nyaman. Studinya pun kacau. Dalam kepedihan hasil studi itu Bu Budi dan Anik anak bu Budi yang difabel memberikan semangat pada Melan. Perjumpaan dengan Anik memberikan sukacita harapan dalam diri Melan.
Melan duduk dengan wajah bersinar di halaman kampusnya. Ia seakan-akan menikmati sungguh hari itu. Lalu datanglah temannya dan memberikan selamat kepadanya.
Jeny : woww selamat ya Melan
Melan : terima kasih Jeny
Jeny : semester ini kau sungguh fantastis, beda dengan semester sebelumnya.
Melan : iya Puji Tuhan Jen
Jeny : omong-omong rahasianya apa?
Melan : ini semua berkat keluarga oom dan tante budi yang membentukku
Mobil Pak Budi masuk ke halaman rumahnya. Lalu turunlah keluarga pak Budi dan Melan. Ibu budi mengajak Melan masuk ke rumahnya. Ia lalu menunjukkan kamar yang akan digunakan Melan. Ia juga memperlihatkan beberapa perlatan yang bisa digunakan oleh melan. Rumah bapak ibu budi bersih dan rapi. Setelah berkeliling ibu budi memperkenalkan Melan kepada Anik, anak bu budi yang difabel. Melan agak kaget dengan keberadaan Anik. Anik tersenyum ramah menyapa Melan. Melan agak canggung berjabat tangan dengan Anik
Anik : haloo aku Anik…
Melan : aku Melan..
Melan agak kaku ketika menanggapi sapaan Anik. Wajahnya segera beralih dari tatapan Anik. Bu Budi memperhatikan sikap Melan dalam menanggapi sapaan Anik. Ia paham mengapa Melan tampak kaku menanggapi sapaaan Anik. Ia tetap ramah dan kemudian mengantar Melan ke kamarnya.
Bu Budi : Ok Melan, kamu istirahat dulu.
Melan mengangguk menyetujui usulan ibu Budi.
Melan : Terima kasih Tante
Pagi hari ketika sarapan pak budi menanyakan keberadaan Melan
Pak Budi : lo Melan kok belum keluar.
Bu Budi : tampaknya masih istirahat Pak, tadi kuketuk kamarnya belum ada jawaban.
Pak Budi : oooo masih kecapekan kali
Melan dengan wajah kusut bangun tidur membuka pintu kamarnya. Ia melihat keluarga pak Budi sedang sarapan, lalu melihat dirinya yang kusut. Ia pun mengurungkan niatnya untuk keluar. Pintu kamarnya dibiarkan terbuka sedikit, ia memperhatikan percakapan keluarga pak budi
Dian : Pa, nanti aku numpang mobil papa ya?
Pak Budi : boleh…, Dani sekalian bareng tidak?
Dani : tidak Pa, Dani naik sepeda aja.
Pak budi : Anik ikut bareng tidak?
Anik tersenyum dan menjawab
Anik : anik di rumah saja
Bu Budi : iya Pa, Anik nemani mama di rumah…..
Semua pun tertawa bahagia.
Melan menutup pintu kamarnya. Keluarga pak Budi mulai pergi meninggalkan ruang makan dan pergi ke tujuan masing-masing. Melan terbayang keluarganya. Ia tidak menemukan hal seperti itu dalam keluarganya. Semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak pernah ada makan bersama.
(Keluarga Melan kala pagi)
Bapak lagi makan di meja makan, ruangan berantakan. Lalu anak laki-lakinya berjalan melewati ayahnya tanpa menyapa.
Ayah Melan : Mau kemana anak itu ma?
Mama Melan : wah tidak tahu aku
Ayah Melan : tidak pamit ke mama?
Mama Melan : tidak
Ayah Melan : wah payah itu, mestinya pamit
Mama Melan : akh pamit? Papa aja kalau ke mana-mana tidak pamit juga.
Kemudian ia pun berguman
Melan : akh sudahlah kita kan beda…
Melan keluar kamarnya. Ia langsung ke meja makan. Duduk di kursi dengan kaki diangkat.
Bu Budi : eee sudah bangun, kok kakinya di atas kursi
Melan pun menurunkan kakinya dari kursi. Ia heran kenapa bu budi mengomentari kakinya. Sementara dia heran bu budi ngomong lagi
Bu Budi : mau sarapan ya?
Melan : iya tante
Bu Budi : mandi dulu sebelum sarapan
Melan : kenapa harus mandi dulu tante?
Bu Budi : ya biar bersih dong… ayo gih mandi dulu.
Dengan aras-arasan Melan pun beranjak dari duduknya. Bu Budi mengamati sikap Melan yang aras-arasan. Melan masuk kamar lalu mengirim pesan kepada ayahnya.
Melan : Duh yah…ribet….mau makan aja disuruh mandi dulu.
Melan mengambil handuk dan perlengkapan mandi. Ia menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur. Kala mau masuk ia melihat bu budi dan Anik lagi di dapur. Mereka sedang menyiapkan masakan. Melan pun masuk kamar mandi. Selesai mandi ia masih melihat bu budi dan Anik. Mereka tersenyum bahagia banget
Melan : aku jengah banget melihat mereka begitu
Jeny : mengapa jengah?
Melan : ya aku merasa tidak nyaman. Lagian aku orang baru di sana. Asing. Dan aku semakin terasing dengan kebiaasaanku yang berbeda dengan kebiasaan mereka.
Jeny : trus apa yang kaulakukan?
Melan : 4 bulan aku tidak berbuat apa-apa. Aku tetap dengan kebiasaanku. Aku selalu mengeluh kepada ayahku. Aku kirim pesan komplain dan sampaikan rasa tidak nyamanku.
Jeny : apa jawaban ayahmu.
Melan : Ya ayahku menguatkanku. Sampai akhirnya dia bilang:
“Melan, coba katakan agenda harian dalam keluarga Oom dan Tante Budi. Papa Mama dan semuanya akan mengikuti agenda itu.”
Jeny : Wow hebat papamu
Melan : hebat apa, sebel tahu. Apalagi dia terus-terusan menanyakan jadual itu.
Jeny : terus?
Melan : dengan berat hati kukirim aja. Dan tahu gak apa yang terjadi setelah itu?
Jeny : apa?
Melan : Mereka ikut-ikut mengingatkanku…..aku makin tidak merasa nyaman. Dan mereka mengirim foto-foto makan bersama, rumah yang rapi, doa bersama.
Jeny : Oya? Boleh lihat?
Melan : Ini foto-foto yang dulu mereka kirim ke aku.
Jeny : Wooooow keren ya keluargamu bisa begitu
Melan : Kalau diliat sekarang menyenyangkan. Tapi kala dulu aku pertama melihatnya….sebel banget. Aku komplain dengan yang terjadi di sini eee mereka malah bikin begitu. Aku merasa makin asing dan tidak nyaman. Sampai akhirnya nilaiku pun hancur-hancuran. Aku sedih sekali
Melan duduk seorang diri di kursi depan rumah. Air matanya menetes di pipinya. Ia resah dengan dirinya. Sesekali dia melihat lembaran nilainya. Ia remas kertas daftar nilainya. Bu budi mendekati Melan. Ia duduk di samping Melan.
Bu budi : Ada apa Melan, kenapa kamu kusut dan tampak sedih sekali?
Melan diam saja. Dia tidak menjawab kata-kata bu budi. Tangisannya makin terasa.
Bu Budi : kalau ada masalah cerita sama Tante, sapa tahu tante bisa membantu.
Melan masih diam dan menangis. Tangannya menunjuk pada kertas kusut yang ada di meja. Bu budi mengambil kertas itu. Mengurai kertas itu dan melihat tulisan yang ada di sana. Bu Budi tampak kaget dengan catatan itu.
Bu Budi : Melan sedih dengan ini?
Melan mengangguk.
Bu budi : Masih ada kesempatan untuk memperbaiki.
Melan : terlalu buruk Tante, terlalu buruk untuk diperbaiki. Melan pingin berhenti saja. Melan tidak mampu.
Bu Budi : Tidak ada yang tidak mampu, asal mau. Kemauan kita yang akan menentukan kemampuan kita. Tapi sebaliknya penolakan akan membuat kita kehilangan memperoleh kesempatan itu.
Bu Budi mendekati Melan. Ia mengusap-usap punggungnya. Melan makin menangis
(Melan dan Jeny)
Melan : aku teringat aku sering menolak berjumpa dengan keluarga itu. Aku jarang sekali makan bersama. Aku selalu sendiri di kamar. Aku sibuk dengan diriku. Handphone ini temanku di kamar. Bahkan ketika terpaksa duduk bersama mereka aku pun konsen dengan hapeku sendiri. Aku tidak peduli dengan yang mereka omongkan. Aku tidak mengikuti ritme dan kebahagiaan keluarga ini. Penolakan perjumpaan ini yang membuatku kehilangan menemukan kasih keluarga.
Bu Budi masih mengusap-usap bahu Melan. Anik mendatangi mereka berdua. Ia bergabung dan duduk di dekat mereka.
Anik : Melan jangan sedih. Melan pasti bisa kok. Jangan menyerah.
Bu Budi : Iya Anik, Melan pasti bisa ya?
Anik : iya ma… pasti bisa…
Melan memandang wajah tulus Anik. Ia menatap sungguh-sungguh. Anik tersenyum. Melan menggenggam erat tangan Anik dan tersenyum pada Anik.
(Melan dan Jeny)
Melan : aku baru sungguh merasakan ketulusan Anik. Selama ini aku jijik dengan dia. Tapi ternyata hatinya sangat tulus. Dia tidak dendam dengan sikapku, tapi malah memberi semangat padaku. Aku menangis dan tidak tahu kenapa saat itu aku langsung bangkit dan memeluk Anik.
(Melan dan Kel Budi)
Melan memandang wajah tulus Anik. Ia menatap sungguh-sungguh. Anik tersenyum. Melan menggenggam erat tangan Anik dan tersenyum pada Anik.
Melan : Melan bisa ya?
Anik : Pasti bisa. Melan hebat kok
Melan : Makasih Anik. Melan pasti bisa.
(Melan dan Jeny)
Melan : Aku pandangi terus wajah Anik. Dan sungguh aku merasakan perubahannya. Perjumpaan yang menghadirkan sukacita. Aku tidak jijik lagi padanya. Tapi benar yang dikatakan oleh Tante Budi
(Melan dan Bu Budi)
Bu Budi : Aku tahu banyak orang nyinyir dengan Anik. Tapi Anik adalah malaikat dalam keluarga kami.
Melan : Anik pintar Tante, dia yang membuat semangatku bangkit
Bu Budi : Itulah buah dari perjumpaanmu dengan Anik. Perjumpaan dalam keluarga adalah perjumpaan yang menghadirkan harapan.
Melan : dan harapanku ditumbuhkan terus dalam perjumpaan di keluarga ini.
Bu Budi : Benar sekali Melan, dalam segala keterbatasannya dia membuat semangat kami juga bangkit. Menerima Anik sungguh membuat keluarga kami bisa saling berbagi, saling solider dan saling mengasihi satu sama lain. Tuhan memberi hadiah yang indah.
(Melan dan Jeny)
Melan : Kebersamaan kami semakin terasa sangat indah. Aku menjadi sangat nyaman bersama keluarga ini. Keluarga sungguh menjadi tempat bagi kami untuk saling belajar di tengah banyaknya perbedaan. Maka saat bersama mereka aku meninggalkan kesibukanku dengan hapeku.
Jeny : layak seringkali susah kalau dihubungi
Melan : iya maaf Jen, hapeku sering kutinggal kala lagi bersama dengan mereka. Kami menikmati kebersamaan sebagai keluarga. Dan keluarga itu pun tidak pernah memegang handphone kala lagi bersama. Kami menikmati dan menghidupi perjumpaan kami. Aku merasakan keluarga yang saling menyediakan pertolongan, menyegarkan kehidupan dan membuahkan hasil.
Jeny diam. Tanpa terasa air matanya pun menetes di pipinya.
Melan : hey Jen… mengapa kamu menangis
Jeny : aku tidak memiliki keluarga seperti itu. Kamu beruntung banget Melan. Aku sering merasa kesepian dalam keluargaku. Semua sibuk sendiri dan tampak tidak saling peduli.
Melan : Jen kamu bisa mengubahnya
Jeny : Gimana caranya….sulit sekali
Melan : ubahlah dari dirimu sendiri. Hadirlah di antara mereka. Luangkan waktumu untuk bersama mereka, pada saatnya sukacita perjumpaan itu akan kaurasakan.
Mantan Jesuit, Pendiri Sesawi.Net, Jurnalis Senior dan Anggota Badan Pengurus Komsos KWI