MIRIFICA.NET – Sekretaris Komisi HAK KWI RD. Agustinus Heri Wibowo, menjadi narasumber sesi terakhir dalam Pernas Komisi HAK yang berlabel “Capacity Building Fungsionaris HAK di Indonesia.” Romo Heri Wibowo memberikan pencerahan kepada peserta Pernas mengenai “Moderasi Beragama Perspektif Katolik,” pada Selasa (8/3) sore.
Mengawali pencerahannya, Romo Heri, demikian akrab disapa, memaparkan pengertian moderasi beragama yang dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap dan prilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil dan tidak ekstrim dalam beragama.
Moderasi beragama, lanjut Romo Heri, juga dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, praktek beragama yang menjunjung tinggi martabat manusia, mengusahakan kemaslahatan umat manusia, dengan prinsip adil, seimbang dan taat konstitusi.
Lebih lanjut Rm. Heri mengatakan, sejatinya diksi moderasi beragama tidak dikenal dalam Kitab Suci agama Katolik baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Demikian pula tidak ditemukan dalam dokumen ajaran Gereja.
“Namun secara substantif, mengacu pada pengertian moderasi beragama sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Agama di atas, maka moderasi beragama itu Katolik banget,” ungkap Rm. Heri.
Dasarnya, katanya lebih lanjut, adalah 9 (sembilan) kata kunci yang merupakan nilai-nilai universal. Apakah 9 kata kunci itu? Berikut ulasannya.
Pertama, Kemanusiaan. Dasar prespektif ini antara lain peristiwa inkarnasi Tuhan Yesus Kristus yaitu Firman yang telah menjadi manusia (bdk. Yoh. 1: 1-18) dan kelahiran Yesus Kristus (bdk, Mat. 1:18-25; Luk. 2: 1-7). Kemudian Ajaran mengenai hukum kasih (bdk. Mat 22:37-40); Samaritanus bonus (orang Samaria yang baik hati) Kongregasi Ajaran Iman 2020; Deus Caritas Est (Ensiklik Paus Benediktus XVI, 25 Desember 2005); Hormat terhadap hidup manusia tahap dini (Instruksi Kongregasi Ajaran Iman 1987); Evangelium Vitae (Injil kehidupan) Ensiklik Paus Yohanes Paulus II 1995; Eutanasia; Ajaran Sosial Gereja.
Dalam Mat. 22: 37-40, dengan tegas Yesus mengatakan, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan seganap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Kepada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Contoh dasar kemanusiaan lainnya terdapat dalam Dokumen Abu Dhabi, yang berisi antara lain Nilai Transendetal yaitu (1) menuntun orang beriman untuk melihat dalam orang lain sebagai saudara laki-laki atau perempuan yang harus didukung dan dicinta; (2) Memanggil orang beriman mengungkapkan persaudaraan insani.
Kemudian dalam Dokumen Fratelli Tutti mengenai Dialog dan Persahabatan, secara tegas dikatakan “Masing-masing dari kita bisa belajar sesuatu dari yang lain. Tidak ada seorangpun yang tidak berguna dan tak ada seorangpun boleh disingkirkan.”
Masih dalam dokumen yang sama tentang Agama dan Persaudaraan, ditegaskan (1) Agama-agama itu melayani persaudaraan di dunia kita dan bahwa terorisme bukan disebabkan oleh agama namun oleh penafsiran salah terhadap teks-teks agama; (2) Perdamaian di antara agama-agama itu mungkin, oleh karena itu perlulah menjamin kebebasan beragama, hak asasi dasar manusia bagi semua umat beriman.
Kata Kunci Kedua, Kebaikan Umum (Bonum Commune). Prespektif ini dasarnya adalah Gal. 5:22 “Buah Roh adalah Kebaikan”; Flp 4: 5 “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua”; dan Ajaran Sosial Gereja.
Demi kebaikan umum ini, konteks dari Fratelli Tutti adalah pengalaman pertemuan Paus Fransiskus dengan Ahmed Al-Tayeb, Imam Besar Al-Azhar, yang menghasilkan dokumen yang mengundang semua orang dari pelbagai macam agama dan golongan untuk bekerja sama mewujudkan keadilan, perdamaian dan menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Konteks berikutnya soal bonum commune adalah ketika pandemi covid 19 berdampak serius pada masalah kesehatan dan juga telah merusak sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi. Pandemi ini merupakan peringatan tentang pentingnya membangun solidaritas global. Virus korona adalah musuh bersama yang hanya bisa dilawan dengan memperkuat kerja sama dan solidaritas.
Ketiga, Adil. Dasarnya adalah Flp. 4:8 “Semua yang adil pikirkanlah”; Kol. 4:11 “Berlakulah adil terhadap hambamu”; Tit. 2:12 “Kita hidup bijaksana, adil dan beribadah”; dan Ajaran Sosial Gereja.
Keempat, Berimbang. Dasar dari prespektif ini adalah Konsili Pertama Sidang Yerusalem (Kis. 15: 1-21).
Kelima, Taat Konstitusi. Dasarnya adalah tentang sikap kepada pemerintah, “Sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya” (Rm. 13: 1-2).
Keenam, Komitmen Kebangsaan. Dasarnya adalah tentang membayar pajak, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21); dan 100% Katolik, 100% Indonesia.
Ketujuh, Toleransi. Dasar prespaktif ini antara lain Kis 10:34-35: Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya, “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya”; lalu ada dokumen Nostra Aetate, Dignitatis Humanae; dan Lumen Gentium (LG).
Dalam LG No. 15 dan 16 dan Ad Gentes No. 8 disebutkan, “Keselamatan dapat dialami pula oleh orang-orang yang di luar Gereja”. Kemudian dalam Nostra Aetate disebutkan “Menghormati apa yang benar dan suci dalam agama-agama lain; kemudian Gereja tetap mewartakan Injil tetapi dengan cara yang wajar (Ad Gentes No. 13); kemudian Gereja mengakui hak atas kebebasan beragama (Dignitatis Humane).
Kedelapan, Anti Kekerasan. Dasarnya adalah sabda Yesus sendiri. Kristus bersabda, “Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu” (Mat. 5:39).
Kesembilan, Penghormatan Kepada Tradisi. Ini dasarnya dari Mat. 5: 17, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainnya untuk menggenapinya.” *
Penulis: Hironimus Adil
Inspirasimu: Fungsionaris Komisi HAK Dibekali Analisis ‘Gunung Es’ Untuk Mendalami Masalah
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.