SUPERSTAR renang ini pernah merasa hampa dalam hidupnya dan berusaha mengisi hari-harinya dengan obat-obatan dan alkohol. Tahun 2009, ia diskors dari renang selama tiga bulan setelah foto dirinya terlihat menggunakan obat-obat terlarang. Tapi, hal itu tidak menghentikan dia dari kebiasaannya berpesta. Hingga ia ditangkap untuk kali kedua dalam periode 10 tahun.
Phelps berada di titik terendah dalam hidupnya. Pada hari-hari penangkapannya, ia mengisolasi dirinya dan terus mengulang kebiasaannya minum minuman beralkohol.
Dalam sebuah wawancara dengan ESPN, Phelps mengakui kalau dirinya sudah tidak punya arti lagi.
“Saya sudah tidak punya harga diri lagi, tidak ada. Saya kira, dunia akan lebih baik tanpa ada saya. Mengakhiri hidup saya adalah jalan terbaik,” katanya.
Ia mengatakan, jika medali emas yang direngkuhnya sama sekali tidak bisa menghiburnya, dan ia merasa kehilangan tujuan hidupnya.
Tapi hari berahmat pun tiba, ketika keluarga dan sahabat-sahabatnya meyakinkan Phelps untuk melakukan pemeriksaan ke sebuah pusat rehabilitasi. Pada awalnya, ia enggan menerima ajakan tersebut, tapi setelah beberapa waktu akhirnya ia setuju untuk melakukan pemulihan.
Berangkat ke pusat rehabilitas, Phelps membawa serta sebuah buku berjudul “The Purpose Driven Life by Rick Warren”. Buku ini ia terima dari seorang sahabatnya, mantan gelandang klub sepak bola Baltimore, Ravens Ray Lewis. Tapi ia tidak membaca sendirian. Di sana ia juga membaginya ke pasien lainnya untuk dibaca. Hingga Phelps dijuluki oleh sesama pasien dengan “Mike, Sang Pengkotbah”
Ia berterimakasih kepada Lewis karena telah memberinya buku karya Waren, seraya berkata, “Orang dalam buku ini sungguh luar biasa! Saya merasakan sesuatu sedang terjadi dalam diri saya, dalam pikiran saya, anda menyelamatkan hidup saya”, Phelps menjelaskan dalam sebuah wawancara bahwa buku tersebut telah mengubah hidupnya, membuat ia sungguh percaya akan ada sebuah kekuatan yang lebih besar dari dirinya dan sebuah tujuan hidup yang hendak dicapai di planet bumi ini.
“Para atlet mencium medali mereka sebagai sebuah ungkapan kegembiraan atas kerja keras yang dilakukan, tetapi tidak selamanya demikian. Penghargaan dari media seperti tiupan angin, selalu berubah. Tapi cinta yang menjadi alasan mengapa anda beriman membantumu mengembalikan sebuah perspektif baru,” Phelps menerangkan.
Selain menemukan kembali kekuatan iman selama berada di pusat rehabilitasi, Phleps mengakui ada banyak kejadian yang dialaminya disebabkan pula oleh ketidakhadirnya sosok ayah dalam hidupnya. Orang tuanya bercerai ketika Phelps berusia 9 tahun, dan untuk mengisi kekosongan itu ia pergi ke kolam renang. Setelah ia berhasil ‘menaklukan’ air di kolam, ia mulai kehilangan arah hidupnya.
Ketika tiba waktunya di pusat rehabilitasi, Phelps kembali bertemu dengan ayahnya, dan itu menjadi saat pemulihan baginya. Mereka berpelukan untuk pertama kalinya setelah dalam kurun waktu yang panjang berpisah. Saat itu, Phelps merasakan ada sebuah pengalaman yang membantunya untuk bergerak maju.
Beberapa bulan kemudian, setelah ia keluar dari pusat rehabilitasi, Phelps meminta kekasihnya, Nichole Johnson, untuk menikah dengannya. Waktu pernikahan pun telah ditentukan. Setelah Olimpiade Rio 2016. Saat ini, Nichole pun sedang mengandung anak kedua, tetapi kelahiran putra mereka sebelumnya menjadi salah satu titik balik lain Phelps.
Ia mengenang kembali saat di mana ia menerima dan menggendong anaknya dalam selimut hangat. Phelps menangis. “Saya hanya bisa berdiri di sana”, katanya kepada ESPN. Saya tidak menyangka, saya begitu emosional, tapi itu menjadi pukulan bagi saya: “ini anakku, dan saya sungguh memiliki sebuah pandangan baru, cinta yang sesungguhnya.”
Dengan tanggung jawab baru terhadap keluarga, rasa malam ini sungguh tak akan pernah berakhir. Phelps mengatakan bahwa ia akan segera pensiun setelah dari Rio. Namun belum lama ini ia kembali mengatakan, dalam kasus tertentu saya bisa ikut bertanding kembali agar anak saya bisa menyaksikan balapan terakhir dalam karirku.
Berkat kasih karunia Tuhan, Phelps diselamatkan dari obat-obat dan kembali memperoleh hidup. Tentu saja, Phelps pribadi yang tidak sempurna, tapi iman Kristen yang telah diterimanya memberi arah baru dalam hidupnya. Kesuksesannya masih menempatkan dia sebagai contoh, dan media terus ‘menyembahnya’ seperti dewa. Tapi kali ini, Phelps tampaknya sudah memiliki rasa yang lebih baik tentang dirinya dan apa yang lebih diutamakan dalam hidupnya. Dia mengerti bahwa medali emas, berapapun banyaknya, tidak memiliki kekuatan untuk menyelamatkan.
=======
Diterjemahkan dari aleteia.org.
Membantu para Waligereja mewujudkan masyarakat Indonesia yang beriman, menghayati nilai-nilai universal, serta mampu menggunakan media komunikasi secara bertanggung jawab demi terciptanya persaudaraan sejati dan kemajuan bersama.