Beranda KWI Mgr.Turang : Jangan Takut Menjadi Keluarga Kristiani yang Baik dan Benar

Mgr.Turang : Jangan Takut Menjadi Keluarga Kristiani yang Baik dan Benar

GAYA HIDUP baru memang menuntut pendekatan dan penghayatan baru, agar komunikasi dalam keluarga tetap mengutamakan sentuhan manusiawi: permisi, terima kasih dan minta maaf. Demikian diungkapkan Ketua Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komsos KWI) Mgr. Petrus Turang mengutip Paus Fransiskus.

“Kita bersyukur atas segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi, tetapi kita juga harus menempatkan diri dengan penuh tanggungjawab. Kita harus saling memanusiawikan dalam hidup keluarga dengan memanfaatkan alat komunikasi yang tersedia. Tujuannya, agar keluarga kita rukun dan damai: berlaku kasih satu sama lain dan saling menghormati dalam penggunaan teknologi komunikasi,”tegas Mgr. Turang dalam kotbah pada Misa Penutupan Pekan Komunikasi Sosial Nasional – Konferensi Waligereja Indonesia (PKSN-KWI) di Gereja Katedral Sorong, Papua, Minggu (17/5/2015).

Menurut Monsinyur, kita membangun hidup keluarga yang bermartabat anak-anak Allah, yaitu kemerdekaan untuk memelihara ciptaan Tuhan dalam perjalanan keluarga, utamanya pendidikan anak-anak dalam iman Kristiani.

“Kita dapat mengirim teks-teks Kitab Suci melalui gadget tetapi apakah perilaku kita sesuai dengan teks Kitab Suci yang kita kirimkan? Kita dapat mengirimkan doa secara virtual, tetapi apakah kita adalah manusia pendoa? Apakah kita masih membaca Kitab Suci dan berdoa bersama dalam keluarga atau cukup melalui sms atau BB?,”tanya Monsinyur Turang.

Kita berharap, kata Monsinyur, keluarga kita tetap “selfie” dalam anugerah cintakasih dan bukan saja memamerkan “selfie keluarga” demi kehebatan dan ketenaran dalam istagram atau facebook! Pertanyaannya, apakah dengan semua yang baik ini, keluarga kita semakin menjadi Katolik dan Kristiani? Suka damai, rukun, peduli sesama dan memerhatikan mereka yang lemah serta saling membantu untuk menjadi murid-murid Kristus yang sejati?

Kitab Wahyu bertitah: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk: jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia dan dia bersama-sama dengan Aku”(3:20).

Di tengah berkecamuknya gerakan atau aliran radikal dan fundamentalistik, apakah keluarga kita hadir sebagai persekutuan yang menghormati perbedaan, pun dalam keyakinan hidup iman? Pendidikan komunikasi dalam keluarga secara benar pada gilirannya akan menghasilkan pribadi-pribadi yang sadar dan tahu menghormati sesama dengan segenap hati, tanpa mendesakkan gossip yang merusak kebersamaan hidup baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Kesejatian hidup keluarga kita terletak pada penguatan dan penghayatan akan anugerah cintakasih, kasih karunia yang ditanamkan Tuhan dalam hati keluarga kita.

“Karena itu, jangan takut dan beranilah menjadi keluarga Kristiani yang baik dan benar. Salah satu tanda dari anugerah cintakasih adalah rela berkorban seperti Kristus yang datang untuk melayani sesama menurut kehendak Bapa-Nya. Ingatlah bahwa komunikasi dalam keluarga sangat ditentukan oleh tiga hal, yaitu permisi (may I), terima kasih (thank you) dan minta maaf (excuse me) !”tegas Monsinyur Turang.