Beranda OPINI Mewujudkan Tugas Gereja Sebagi Ibu dengan Hati Terbuka

Mewujudkan Tugas Gereja Sebagi Ibu dengan Hati Terbuka

  ( Sebuah Refleksi Pengalaman Pastoral Keluarga 

Dalam Terang  Dokumen Sukacita Injil )

Oleh Rm Antonius Prakum Keraf, Pr

  • PENGANTAR

Paus Fransiskus menghimbau para imam untuk berada di tengah umat. Mereka harus berada di tengah kawanan, di rumah-rumah umat  bukan di  pastoran. Dalam surat apostoliknya, Sukacita Injil, ia menegaskan: “Saya lebih menyukai gereja yang memar,  terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan daripada gereja yang sakit karena menutup diri dan nyaman melekat pada rasa amannya sendiri”. Dalam terang pemikiran ini, saya ingin merefleksikan pengalaman pastoral kunjungan keluarga dalam rangka  mewujudkan tugas gereja sebagai ibu dengan hati terbuka.

  1. BERAWAL DARI PENGALAMAN SEORANG PASTOR

Kunjungan keluarga merupakan tugas pastoral.  Betapa banyak umat merindukan kedatangan sang gembala di rumah mereka. Saya menemukan pengalaman ini dalam kunjungan pastoral keluarga  pertama kali di paroki Katedral Larantuka. Saya terinspirasi oleh sebuah kisah pengalaman seorang pastor paroki. Dalam satu sinode para uskup di Roma, alm Romo Ambros Pedo,Pr menceritakan, pastor paroki itu memberi kesaksian dalam sinode para uskup. Ia melakukan kunjungan keluarga dengan menggunakan buku kunjungan. Dalam buku kunjungannya, ia mencatat informasi penting dari keluarga. Nama, hal-hal yang khas juga  persoalan yang mereka hadapi. Dengan bantuan buku kunjungan, ia selalu ingat dan mendoakan mereka. Demikian kisah alm. Rm Ambros Pedo kala itu menjadi pembimbing kami di tingkat VI Ritapiret.

Ketika mulai bekerja sebagai pastor pembantu Katedral tahun 1991,  Pastor  Polus Due, SVD, kepala Paroki memberi kesempatan kunjungan keluarga dari jam 10.000 – 12.000.  Aturan di pastoran, pagi hari sesudah misa dan sarapan, pastor berada di kamar kerja untuk membaca, menyiapkan renungan, melayani umat yang datang. Tetapi jam 10.00 – 12.00  adalah jam kunjungan ke keluarga. Bagi saya, inilah kesempatan  yang baik untuk mulai mengenal umat.

Awal dari kunjungan itu, saya merasa ada hal yang aneh dalam diri saya. Pergi ke rumah umat tanpa mereka tahu terlebih dahulu. Namun, setelah mulai masuk dalam perjumpaan demi perjumpaan, saya menemukan sukacita. Saya menemukan penghiburan rohani dari setiap perjumpaan di rumah-rumah umat. Mereka menerima saya karena saya imam, gembala di paroki. Kunjungan itu tidak terlalu lama, minimal 10 sampai 15 menit.

  1. NAPAK TILAS JALAN KAKI MENGHIDUPKAN HARAPAN YESUS

Orang sakit selalu menjadi perhatian utama dalam pelayanan pastoral.  Betapa banyak orang sakit menunggu kedatangan sang gembala mereka. Ada orang sakit yang samasekali tidak mendapat perhatian. Bahkan mereka meninggal tanpa menerima pelayanan sakramen orang sakit. Yesus menunjukkan perhatian serius kepada orang sakit dalam kunjungan keluarga. Ketika tiba di rumah Petrus ( bdk Mat 8:14-17),  Ia langsung mengarahkan perhatian kepada orang sakit.  Ia memegang tangan perempuan itu, lalu lenyaplah demamnya. Yesus yang memiliki kuasa menyembuhkan rela menyalurkan daya penyembuhkan kepada  orang sakit. Hal sangat penting dari setiap kunjungan yaitu meluangkan waktu untuk berada bersama mereka. Sri Paus Fransiskus,  mengingatkan kita untuk  mengabaikan hal yang mendesak untuk berada bersama mereka yang sakit atau yang tertati-tati di jalan.

Perjumpaan dengan mereka yang sakit bukan hanya terjadi di rumah-rumah melainkan juga di jalan.  Perjumpaan Yesus dengan Bartimeus yang buta cukup banyak memberi inspirasi  ( Mrk 10:46-52).

Pertama:  Kepekaan mendengar dan merasakan.  Pribadi Yesus bagaikan magnit. Di mana saja ia lewat, orang berbondong-bondong mengikuti-Nya.  Ia menarik semua orang  datang kepada-Nya. Ia mendengarkan dan merasakan jeritan hati mereka.  Seruan Bartimeus buta mampu menghentikan langkah-Nya.  Untung Yesus tidak mengendarai sepeda motor.  Kita bisa membayangkan, saat ini para imam dengan sepeda motor telah melewati begitu saja banyak perjumpaan. Saat menghentikan langkah-Nya, Ia membuat kejutan. “Panggilah dia”. Dua kata berkuasa ini, mampu mengubah hati orang yang tadinya menegur Bartimeus supaya diam. Solidaritas Yesus terhadap Bartimeus sekian mengubah hati mereka. Bukan lagi memarahi Bartimeus. Mereka malah menguatkan hatinya. “kuatkanlah hatimu, ia memanggil engkau” Kita coba menghidupkan harapan Yesus  dalam napak tilas berjalan kaki mengunjungi umat kita. Jalan kaki  membuka kesempatan luas untuk berjumpa dengan siapa saja. Saya pernah pergi dan  pulang  dari gayak dengan jalan kaki ikut Lamanele sore hari. Begitu banyak perjumpaan saya alami. Berjumpa dengan seorang bapa. Badannya kotor, pendek seperti zakeus; tidak pake baju. Gigi sudah hampir kosong. Saya sempat berbicara dengan dia. Dia bicara tentang kesehatannya, ekonomi keluarganya, cari uang dengan iris tuak. Saya merasakan perjuangan hidup yang berat.

Berjalan lagi, saya berjumpa dengan seorang bapa. Berhenti di pinggir jalan dengan sepeda motor muat serbuk kayu. Ia sempat berbicara tentang usaha ternak ayam,  tentang beban ekonomi yang timbul dari budaya menghabiskan uang seperti urusan belis, sambut baru dan kematian.  Lagi-lagi saya berjumpa dengan segerombolan anak sekolah berjalan kaki  pulang cuci jauh di pantai. Wajah mereka tetap ceriah. Saya ikut merasakan, ternyata kekurangan air tidak menjadi masalah serius yang begitu mengganggu aktivitas hidup mereka sehari-hari.

Memasuki kampung Lamanele, saya berpapasan dengan dua ibu dan satu anak kecil.  Saya merasakan ada sesuatu yang ingin mereka katakan. Ibu yang agak muda mengatakan, itu anak saya romo. Rambutnya panjang. Banyak orang pikir dia perempuan. Bapanya masih di Malaysia. Saya mohon romo permandikan dia. Tetapi kami belum menikah. Bagaimana romo? ‘Saya akan permandikan dia dengan nama pelindung Antonius tetapi setelah kamu kursus. Dan ingat, minta suami pulang untuk urusan ini.’ demikian jawabku singkat. Untuk soal terakhir ini banyak saya temukan dalam kunjungan keluarga. Banyak pasangan hidup di luar nikah.  Karena urusan belis membutuhkan uang. Mereka harus ke Malaysia. Demikian pula urusan KPP. Napak tilas Yesus berjalan kaki sambil berbuat baik mesti  menjadi inspirasi  dalam setiap maksud baik kita berjalan kaki menjumpai umat kita sambil menghidupkan harapan dalam hati mereka.

Kedua :  Berjalan kaki mengunjungi umat semestinya dapat kita hayati sebagai napaktilas atas perjalanan Yesus  berjalan keliling sambil berbuat baik 2000 tahun silam. Sejarah perjumpaan Yesus dengan orang-orang pada masa itu terus terulang pada zaman kita.   Setiap  perjumpaan mesti kita hayati dalam konteks perjumpaan Yesus dengan  orang-orang sakit pada jamannya.  Cara Yesus  melayani juga harus menjadi  model pelayanan kita.  Mulai  menggali  apa kebutuhan mereka. “Apa yang kau kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” ( Mrk 10:51) Pertanyaan Yesus mengungkapkan solidaritasnya yang luar biasa terhadap seorang pribadi di depan matanya. Bartimeus, pribadi rendahati dan beriman. Dengan lugu, ia mengungkapkan kebutuhannya yang sangat penting yaitu supaya ia dapat melihat.  Hampir pasti, setiap perjumpaan merupakan kesempatan untuk mengalami pencerahan secara timbal balik. Umat mendapat kesempatan istimewa untuk bertanya dan menyampaikan banyak hal kepada sang gembalanya. Sering karena kesibukan, mereka  tidak sempat ke pastoran. Mungkin juga mereka  malu  ke rumah pastoran. Atau pintu pastoran tidak selalu terbuka untuk mereka yang kecil dan menderita.

Melalui kunjungan,  seorang gembala umat dapat mengetahui apa kebutuhan mereka. Umat juga ingin melihat dalam arti mau mendapat  pencerahan dalam  soal-soal kehidupan ekonomi,  pendidikan anak-anak, kesehatan, relasi suami-istri, masalah pergaulan bebas, cara bertani selaras alam, cara menanam sorgun dan sebagainya.

Demikian pula, pastor sebagai gembala belajar hidup dari kehidupan orang kecil. Mangunwijaya menegaskan kita tidak perlu ajar orang kecil.  Orang kecil mengajarkan banyak keutamaan seperti kebersamaan hidup atau solidaritas antar  keluarga  di tengah hubungan keluarga terpisah. Mereka  tidak putusasa menghadapi tantangan hidup yang keras,  tekun, giat berusaha mengatasi kesulitan tanpa mengeluh dan tetap rendah hati.  Sesungguhnya orang kecil memperkaya banyak orang  juga para gembala dalam setiap kunjungan pastoral ke tengah keluarga mereka.

Sejauhmana kita menghayati perjalanan Yesus dalam napaktilas kunjungan keluarga dan membiarkan  orang kecil memperkaya kita dengan banyak pengalaman berharga?

  1. BELAJAR MENDENGARKAN SEPERTI MARIA ( Luk 10: 38-42 )

Mendengarkan itu sulit.  Apalagi mendengarkan hal-hal yang jauh menyentuh hati dan pengalaman.  Kunjungan Yesus ke tengah keluarga Marta dan Maria memberi inspirasi dalam merefleksikan  peran gereja sebagai Ibu dengan hati terbuka dalam setiap kunjungan pastoral ke tengah keluarga.

Maria sungguh menghargai kehadiran Yesus yang datang ke rumah mereka. Tamu yang datang mesti dipandang sebagai orang terpenting di dunia saat itu. Karena itu, sikap Maria adalah mendengarkan. Yesus menggarisbawahi sikap Maria ini dalam kontras dengan sikap Marta saudaranya. Marta sibuk dengan banyak perkara. Yesus bukan mengabaikan aspek aktif melayani. Ia menegaskan, betapa pentingnya mendengarkan sebelum dapat melayani dengan baik, melayani sesuai kebutuhan.

Aspek mendengarkan ini menjadi penting dalam kunjungan ke rumah-rumah.  Umat akan memberi banyak informasi tentang kehidupan mereka. Mereka percaya bahkan merasa nyaman boleh mempermasalahkan kehidupan keluarganya, kehidupan pribadinya kepada sang gembalanya.  Pada sebuah kunjungan di salah satu stasi, saya tiba di sebuah keluarga.  Setelah meneguk minuman sore itu, si ibu dengan spontan menceritakan kisah keluarganya. Saya tertegun ketika ia mengatakan, ‘setelah suami kawin lagi saya dan lima anakku hidup susah. Saya membawa anak-anak pergi mencari buah swalang dan umbi hutan untuk bertahan hidup dari ganasnya musim peceklik masa itu’

Di tengah sulitnya kehidupan ekonomi keluarga masa itu, ia mendidik anak-anaknya agar tekun belajar memperbaiki masa depan. Ia kemudian berhasil. Anak-anaknya sukses. Ada polisi, ada perawat, dan guru. Baru- baru ini keluarga mereka kembali menghadapi tantangan.  Anak bungsunya yang baru menikah mengalami problem. Istrinya selingkuh, lari ikut laki lain. Setelah membuat penyelidikan, ternyata sejak awal sebelum menikah,  ia menipu suaminya. Ia menjalani operasi kandungan di salah satu rumah sakit. Kepada suaminya, ia mengatakan dia operasi ginjal. Kini suaminya telah mengumpulkan bukti untuk mengajukan gugatan pembatalan perkawinan pada tribunal keuskupan.  Saya telah mendampinginya mengisi format Libelus gugatan ke Tribunal.

Banyak kisah menarik  selalu akan sangat memperkaya kita baik untuk tugas pewartaan maupun untuk perhatian pastoral  yang semakin lebih serius kepada keluarga-keluarga di paroki.

Di pihak lain,  kita juga hati-hati membawa diri. Di salah satu paroki, di mana saya menjadi anggota Tim pastoral saya mengalami  ternyata orang menyalagunakan maksud dari kunjungan ke keluarga. Bukan untuk mendengar dan belajar dari umat melainkan menceritakan kejelekan rekan pastor. Sebagai anggota Tim saya turut prihatin. Saya kemudian memaknai pengalaman itu dalam setiap kunjungan pastoral untuk menjaga hati dan mulut.

  1. BELAJAR MELAYANI SEPERTI YESUS ( Luk 6: 17-19 )

Melayani adalah salah satu dari panca tugas gereja. Gereja melayani seturut contoh pelayanan Kristus.  Karya pelayanan Yesus mengalir dari kesatuan hatinya dengan Allah dan komunitas para murid.  Dengan cara ini, kehadiran Yesus menyembuhkan dan mengubah dunia. Dalam arti, Ia tidak melakukan apa-apa. Hanya “Semua orang yang menyentuhnya disembuhkan”

Melayani tidak terjadi di sebuah ruang hampa. Pelayanan itu terjadi karena ada kesatuan hati dengan Allah dan dalam komunitas bersama orang lain. Pelayanan adalah limpahan  dari kasih  kita kepada Allah dan kepada sesama kita.    Oleh karena itu,  kehadiran gereja yang melayani adalah kehadiran yang suci.

Pastoral kunjungan ke keluarga merupakan pastoral kehadiran yang dapat kita uangkapkan dalam kata : belarasa dan syukur. Belasa rasa adalah inti imamat Yesus.  Ia sama  sepenuhnya dengan manusia kecuali dalam hal dosa.

Berbelarasa  berarti berada bersama dengan yang menderita.  Berada bersama dengan yang sakit, bersama dengan orang yang berada di ambang kematian, bersama dengan orang di manapun mereka berada, apapun masalah mereka. Kita berada bersama bukan untuk memecahkan persoalan mereka. Mereka bisa berubah bukan karena jasa kita.  Perubahan itu     terjadi  sebagai buah yang tidak kita rencanakan; terjadi karena limpahan kasih Allah yang tercurah ke dalam hati mereka.

Melayani  seperti Yesus berarti berani berada bersama mereka dalam kelemahan. Kita percaya, saat kita masuk dalam wilayah hidup mereka yang rentan, kita akan mengalami kegembiraan yang mendalam. Saya tiba di sebuah rumah. Di situ ada suami istri yang sudah tua sekali. Istrinya ada dalam kamar. Sudah tua dan kurus sekali. Tidak bisa makan karena lambung parah. Di sampingnya ada anak sulungnya seorang ibu yang juga sudah tua hampir sama dengan mamanya. Anak bungsu ada disamping mereka berdua. Mama tua itu asma berat.

Saya letakan tangan di kepala dan mendoakan dia. Anaknya yang sudah tua itu juga minta saya doakan. Sesudah itu mereka minta saya berkat air mereka minum. Untuk sementara waktu saya lihat mama tua itu yang tadinya nafas  setengah mati mulai agak tenang dan berbicara dengan saya. Sesudah itu saya keluar di ruang depan duduk dengan suaminya yang sudah tua. Sambil omong-omong, saya lihat ada air mengalir  di kakinya. Saya tahu, ia kencing. Ia  tidak sadarkan diri. Ruang itu sejak saya masuk bauh amis. Untuk sementara saya berada di situ menemani dia berbicara tentang masa lalunya. Bagaimana dulu ia giat bekerja untuk kehidupan keluarga, istri dan anak-anaknya. Inilah misteri pelayanan, misteri dari sebuah pastoral kehadiran yang nyata di tengah mereka yang sakit dan menderita.

Saya merasakan kegembiraan dan syukur. Di tengah pelayanan itu saya tidak boleh putus asa. Masuk dalam misteri pelayanan berarti menjumpai Dia yang menderita dalam diri  orang sakit, orangtua atau para lansia yang tidak berdaya, semua mereka yang tidak beruntung nasibnya. Saya mengalami betapa mereka dalam penderitaan itu begitu mengasihi saya lebih dari pada yang saya lakukan. Itulah sebabnya, sekali lagi, Mangunwijaya menegaskan betapa orang kecil itu mempekaya banyak orang.

  1. P E N U T U P

Mewujudkan tugas gereja sebagai ibu dengan hati terbuka adalah panggilan kita. Kita dapat melakukan ini dengan pastoral kehadiran kita dalam setiap kunjungan keluarga, berada bersama dengan mereka yang sakit dan menderita.

Berjalan kaki mengunjungi umat kita mesti kita hayati sebagai napak tilas perjalanan suci Yesus sendiri 2000 tahun silam.  Kita akan berjumpa dengan begitu banyak orang dengan  sekian banyak persoalan yang mereka alami.

Yang pasti harus kita lakukan yaitu berada bersama mereka, mendengarkan mereka.  Kita tidak dapat memecahkan persoalan mereka. Tetapi hal yang lebih penting adalah berada bersama mereka. Itulah inti imamat Yesus. Menjadi sama dengan kita sepenuhnya kecuali dalam hal dosa.

Pelayanan dalam konteks pastoral kehadiran mesti juga kita hayati sebagai kehadiran yang suci. Mengawali pastoral kehadiran itu, seperti yesus kita mesti memupuk kesatuan hati dengan Tuhan dan ada secara harmonis dalam komunitas pastoran dan dengan umat kita. Hanya dengan demikian pastoral kehadiran menjadi bermakna, menghadirkan Allah yang bersabda, Allah yang berbelarasa dengan mereka yang sakit dan menderita. Dari pastoral kehadiran yang demikian kita boleh menimbah kegembiraan untuk tetap setia, tabah dalam pelbagai kesulitan di tengah tugas pelayanan kita. Inilah misteri pelayanan dari sebuah pastoral kehadiran, pastoral berbelarasa dalam konteks imamat Yesus Sang Guru.  Dengan ini  kita mewujudkan tugas gereja sebagai ibu dengan hati terbuka. Selamat menjalani pastoral kehadiran di tengah umat. Dia yang memilih kita adalah setia.***

=============

Kredit Foto: Dua pastor dari Ordo Dominikan belum lama ini melakukan kunjungan ke rumah-rumah umat di Missisipi, AS dengan berjalan kaki menempuh jarak sejauh 725 km, diambil dari Aleteia.org.

Bahan Bacaan :

Evangelii Gaudium (Sukacita Injil), Seruan Apostolik Paus Fransiskus,

24 November 2013

Henri Noumen, Jesus A Gospel, Orbis Book, Maryknoll, Ny 10545-0308,2001 (Mgr. Ignatius Suharyo, Penterj.).