PERLU sikap yang sangat cerdas dalam menghadapi informasi yang beredar di media sosial karena banyak pengguna anonim alias tidak jelas statusnya. Nama yang dipakai kerap bukan nama sebenarnya. Hal ini menyebabkan media sosial memiliki kelemahan dari segi akurasi dan verifikasi.
“Media sosial rawan terhadap kampanye hitam. Ini karena sumber informasinya tidak terpercaya. Oleh karena itu pembaca mesti jeli dengan sumber informasi yang dilihat,” jelas CEO Grup Suara Surabaya Media, Errol Jonathans dalam seminar bertajuk “Komunikasi: Budaya Perjumpaan yang Sejati” pada pekan Komunikasi Sosial sedunia ke-48 di Keuskupan Weetebula, Sumba, NTT awal Juni lalu.
Menurut Errol, informasi di media sosial cenderung sulit dikendalikan, mengabaikan etika, tulisannya kasar, suka menghina dan memaki, serta berbau sara.
Media sosial, menurut Errol juga perlu diwaspadai karena kerap terjadi relasi tanpa hormat satu sama lain. Ini karena pelakunya merasa tidak perlu bertanggung jawab. Karena nama satu sama lain tidak diketahui, subyektif, hingga akhirnya terjadi yang namanya hoax, rekayasa, gosip, fitnah, desas desus.
“Isu-isu internal bahkan menjadi isu publik tanpa kita sadari. Kita pikir kita ngomong hanya pada satu teman, tapi malah ke teman-teman yang lain. Karena itu, waspadai informasi dan saluran informasi yang tidak resmi sumbernya”, tegas Errol.
Praktisi di bidang Public Relation, Tim Komsos KWI