Mirifica.news. Muntilan, Jawa Tengah, 13 Februari 2017. HIDUP-TV yang diluncurkan oleh Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) ditawarkan menjadi Televisi Gereja Katolik Indonesia. Usulan itu disampaikan oleh Ketua Komisi Komsos KAJ, Romo Harry Sulistiyo, dalam rapat anggota Signis Indonesia di Muntilan, Jawa Tengah, 13/2. Anggota Signis Indonesia, terutama Komisi Komsos dari sejumlah keuskupan, menyambutnya dan mempertimbangkan untuk memanfaatkan peluang berpastoral lewat media televisi itu.
Menurut Romo Harry, HIDUP TV yang diluncurkan sejak 1 Februari 2017, telah mengadakan siaran lewat streaming. Selanjutnya siaran akan dipancarkan lewat frekuensi Q-Band, yakni satelit yang bisa diterima dengan parabola di seluruh wilayah Indonesia. Acara yang sudah ditampilkan adalah Renungan Harian (Oase Rohani Katolik), Embun Kehidupan (renungan rohani dilengkapi dengan fragmen kehidupan), Mutiara Hati (acara rohani anak-anak) dan Sosialisasi Ardas (Arah Dasar KAJ). Setiap hari HIDUP-TV mengadakan siaran sekitar tiga jam. Dalam waktu dekat siaran ditingkatkan menjadi delapan jam.
Anggota Signis Indonesia yang tengah mengadakan pertemuan anggota di Muntilan, Jawa Tengah 11-16 Februari 2017, menyambut tawaran untuk melakukan siaran lewat televisi itu. Mereka berharap karya audio-visual yang mereka produksi bisa disiarkan oleh media komunikasi itu. Anggota Signis juga akan memanfaatkan televisi tersebut sebagai media pastoral bagi umat di keuskupan mereka masing-masing.
Signis Indonesia adalah asosiasi lembaga dan Komisi Komsos keuskupan-keuskupan yang memiliki kegiatan produksi dan pelatihan di bidang audio visual. Signis Indonesia merupakan anggota dari Signis Internasional, yang merupakan gerakan profesional di bidang media komunikasi dari Gereja Katolik untuk radio, televisi, film, video, pendidikan media, internet dan teknologi maju. Asosiasi dunia bidang media komunikasi itu kini telah menyebar di 100-an negara.
Menanggapi tawaran untuk mengembangkan Televisi Gereja Katolik Indonesia, Ketua Signis Indonesia, Romo Frans de Sales, menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing anggota. “Sebab sifat keanggotaan mereka adalah independen,” katanya. Apabila anggota mau menyambut peluang itu , dipersilahkan karena Signis tidak bisa mengatasnamakan setiap anggota.
Romo Frans de Sales menambahkan, dengan adanya Televisi Gereja Katolik Indonesia yang diprakarsai oleh Komisi Komsos KAJ itu, diharapkan banyak produksi dari anggota Signis bisa disiarkan. Dalam sidang pleno Signis Indonesia itu, Romo Harry Sulistiyo menawarkan agar segenap anggota Signis dan Komisi Komsos keuskupan-keuskupan bersedia mengirimkan berbagai produksi audio-visual untuk disiarkan di televisi yang sedang dirintisnya. “Dengan adanya televisi yang berskala nasional, kreativitas anggota Signis Indonesia akan terpacu untuk berkarya dan berproduksi,” kata Romo Frans de Sales. Dia mengharapkan agar setiap anggota secara sendiri-sendiri menanggapi tawaran memanfaatkan media komunikasi itu untuk berpastoral. Mengingat jangkauan wilayah Indonesia yang luas, diharapkan televisi itu bisa melayani kebutuhan keuskupan-keuskupan di berbagai daerah. “Pagi-pagi sekali, misalnya, televisi itu bisa siaran bagi penonton di Jayapura atau Papua karena di sana sudah mulai siang,” katanya.
Sedang Romo Harry Sulistiyo menyatakan siap menggelar siaran secara nasional. Namun diakui masih ada proses yang mesti dilalui, terutama hal-hal yang berkaitan dengan perizinan dan frekuensi. “Secara teknis, bisa dilakukan siaran percobaan,” katanya. Kebetulan siaran itu kini sudah bisa dinikmati penonton lewat streaming.
Penulis: A. Margana
Imam diosesan (praja) Keuskupan Weetebula (Pulau Sumba, NTT); misiolog, lulusan Universitas Urbaniana Roma; berkarya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) KWI, Juli 2013-Juli 2019